Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUTUH lima bulan bagi anggota Ombudsman Republik Indonesia untuk meyakinkan Danang Girindrawardana agar mau mengesahkan rekomendasi atas laporan Novel Baswedan. Pada mulanya, Ketua Ombudsman Republik Indonesia itu menolak menandatangani hasil pemeriksaan atas laporan Novel yang digelar sejak Mei tahun lalu.
Bahkan draf rekomendasi yang disodorkan kepada Danang pada pertengahan Agustus ditolak mentah-mentah. "Awalnya, ada perbedaan persepsi antara ketua dan tim pengawas soal isinya," kata Komisioner Ombudsman Bidang Pengawasan Pranowo Dahlan, Senin pekan lalu.
Tim Pengawas Ombudsman terus berusaha melobi Danang agar mau menyetujui rekomendasi setebal 73 halaman tersebut. Namun ia bergeming. Barulah pada Kamis tiga pekan lalu, Danang bersedia meneken draf tersebut dengan sejumlah syarat. Salah satunya menghilangkan nama mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Budi Waseso dari draf rekomendasi.
Dalam rekomendasi Ombudsman disebutkan adanya maladministrasi dan rekayasa pengusutan perkara Novel oleh Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Lembaga itu meminta polisi menggelar penyelidikan dugaan pelanggaran internal tersebut. Plus Ombudsman mendesak Kejaksaan Agung menghentikan penuntutan perkara ini.
Novel ditangkap dan ditahan polisi pada Mei tahun lalu atas sangkaan menganiaya pencuri sarang burung walet ketika bertugas di Kepolisian Resor Kota Bengkulu pada 2004. Lima hari setelah penangkapan itu, dia mengadu keOmbudsman. Menurut Novel, ada dugaan pelanggaran administrasi dalam penahanan, penangkapan, penggeledahan, hingga rekonstruksi yang dijalaninya.
Melalui kuasa hukum Muji Kartika Rahayu, Novel melaporkan dugaan pelanggaran administrasi oleh Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang saat ini menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional. Budi, menurut Muji, telah mengeluarkan surat pada Senin pekan ketiga April tahun lalu, yang dijadikan dasar diterbitkannya surat penangkapan dan penahanan Novel.
Dia juga melaporkan Brigadir Yogi Haryanto, pelapor kasusnya pada 2012, dengan tuduhan maladministrasi atas aduan itu. Polisi memang menggunakan laporan model A, yaitu aduan yang dibuat polisi sendiri. Namun, syarat untuk laporan tipe ini, si pengadu harus berada di lokasi kejadian. Yogi dipertanyakan karena sebagai pelapor tidak mengalami langsung kejadian di Bengkulu tersebut.
Novel mendesak Kejaksaan Agung menjalankan rekomendasi dari Ombudsman. "Ketika bukti yang digunakan menjerat saya adalah rekayasa, ini menjadi masalah serius," ujarnya kepada Muhamad Rizki dari Tempo. "Artinya, apa yang disebut kriminalisasi terhadap saya terlihat jelas."
Bola panas perkara Novel Baswedan di Markas Besar Polri bergulir ke Kejaksaan Agung pada awal Desember tahun lalu. "Tim Pengawas Ombudsman resah," kata seorang anggota lembaga tersebut. Penyebabnya, Ketua Ombudsman tak kunjung mau menandatangani draf rekomendasi temuan fakta perkara Novel.
Ombudsman awalnya ingin Kejaksaan menolak pelimpahan berkas dari polisi karena adanya temuan lembaga itu. Namun bola telanjur bergulir, sehingga Ombudsman perlu segara mengeluarkan rekomendasi agar Kejaksaan Agung tidak meneruskan perkara tersebut ke penuntutan.
Pejabat Ombudsman tadi mengatakan sang Ketua tetap minta nama Budi Waseso dicoret dari rekomendasi. Bahkan Danang sempat menyodorkan selembar kertas berisi pendapat berbeda dalam rapat pleno kedua pembahasan rekomendasi tersebut pada akhir Agustus. Danang juga berpendapat ada sebagian komisioner lembaga itu yang memaksakan nama Budi Waseso masuk rekomendasi.
Dalam salinan draf rekomendasi yang diperoleh Tempo, Ombudsman menyatakan Budi Waseso menyalahgunakan wewenang dengan menetapkan Novel sebagai tersangka. Ombudsman juga menyebutkan Budi tak mengecek dan tak memeriksa secara cermat adanya rekayasa penanganan perkara Novel.
Pranowo Dahlan mengatakan poin-poin dalam draf adalah hasil penelusuran Tim Pengawas Ombudsman di lapangan. "Kami merunut ulang kejadian yang dituduhkan ke Novel," ujarnya. Butuh empat bulan bagi Pranowo dan timnya untuk mengumpulkan bukti di lapangan. "Hasilnya valid dan bisa dipertanggungjawabkan."
Menurut Pranowo, Ombudsman bahkan sudah meminta penjelasan kepada Budi Waseso atas semua temuan di lapangan. Dua kali lembaga tersebut berkirim surat ke polisi, tapi tidak pernah dijawab. Baru pada awal Juli tahun lalu, Budi memberikan klarifikasi. Itu pun, kata Pranowo, tertulis, sehingga ada beberapa jawaban yang tidak pas dengan pertanyaan.
Seorang anggota Ombudsman lainnya menuturkan beberapa komisioner pada akhirnya sepakat "mengalah". Nama Budi Waseso dicoret dari rekomendasi. Sebelum memberikan persetujuan, Danang juga meminta redaksi rekomendasi itu diperhalus. Pada 15 Desember, Danang membubuhkan tanda tangan di rekomendasi tersebut. Keesokan harinya, Ombudsman mengirim hasil pemeriksaannya ke Kejaksaan Agung, Markas Besar Polri, dan Istana Negara.
Poin lain yang hilang dari draf adalah klausul dalam kesimpulan yang menyebutkan ada konflik kepentingan pada Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Herry Prastowo dalam menangani perkara Novel. Sebab, Herry pernah tiga kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam skandal yang menyeret Budi Gunawan, tapi selalu mangkir.
Danang Girindrawardana menolak disebut melakukan intervensi untuk menghilangkan beberapa poin dalam draf rekomendasi. Menurut Danang, waktu itu dia bersikap menolak karena Novel mengajukan praperadilan atas penangkapan dan penahanan oleh polisi pada Juni. "Ada hasil temuan Ombudsman yang bergesekan dengan putusan praperadilan," ujarnya Selasa pekan lalu.
Danang menyebutkan hilangnya beberapa poin dalam rekomendasi tersebut tidak mengurangi substansi. Sebab, kata dia, poin utama rekomendasi itu adalah temuan yang menyebutkan ada rekayasa dan maladministrasi dalam penyidikan perkara Novel. Danang berharap Kejaksaan Agung menjalankan rekomendasi Ombudsman.
Selain untuk Kejaksaan Agung, Ombudsman mengeluarkan rekomendasi bagi polisi. Menurut lembaga itu, polisi mesti melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap temuan penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur selama penanganan perkara Novel. Ombudsmanjuga mengeluarkan rekomendasi untuk menyelidiki dan menyidik dugaan tindak pidana pemalsuan dan keterangan palsu atas dokumen surat tersebut.
Budi Waseso menolak disebut merekayasa perkara Novel. "Kalau disebut ada rekayasa, coba buktikan, dan saya siap bertanggung jawab kalau memang kesalahan saya," katanya. "Tapi ingat, harus dibuktikan, jangan sekadar katanya."
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan tugas polisi selesai ketika perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. "Menurut dia, kalau jaksa menerima berkas, artinya penyidikan sudah sesuai dengan prosedur. "Kalau toh nanti di Kejaksaan dihentikan, kami juga tidak ikut campur," ujarnya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum NoorRachmadmengatakan Kejaksaan masih mempelajari rekomendasi Ombudsman. Ia menuturkan temuan-temuan lembaga tersebut bisa saja menjadi pertimbangan dalam menyusun tuntutan. "Tapi tidak menjadi acuan untuk menghentikan perkara," ujarnya. "Sebab, berkas yang kami terima dari polisi sudah lengkap dan siap untuk masuk pengadilan."
Syailendra Persada
Tabrak Prosedur ala Polisi
Sejumlah kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, oleh kepolisian diungkap Ombudsman Republik Indonesia. Penuh kejanggalan dan rekayasa.
1. Brigadir Yogi Haryanto sebagai pelapor perkara tidak memenuhi kualifikasi. Yogi tidak melihat langsung kejadian, yang merupakan salah satu syarat laporan polisi model A.
2. Pembiaran dan penundaan berlarut-larut perkara Novel Baswedan. Perkara Novel dibiarkan menggantung sejak 2004 sampai 2015. Jika ada iktikad baik, seharusnya sudah lama diusut.
3. Rekayasa surat keputusan penghukuman disiplin atas nama Novel yang menyebutkan dia ditahan tujuh hari karena menganiaya.Faktanya, Novel hanya pernah mendapat teguran keras.
4. Rekayasa surat pengambilan proyektil di kaki Irwansyah Siregar, pelaku pencurian sarang burung walet, di Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Faktanya, pengambilan peluru tersebut dilakukan di Rumah Sakit Jitra Bhayangkara, Bengkulu.
5. Rekayasa berita acara laboratoris kriminalistik.Pemeriksaan barang bukti tidak disertai sketsa tempat kejadian perkara sebagai syarat teknis.
6. Penggeledahan rumah, termasuk penyitaan barang, milik Novel pada 1 Mei 2015 dinilai janggal dan tidak sesuai dengan prosedur.Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri tidak mengantongi izin dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara (domisili Novel) dengan alasan sangat perlu dan mendesak. Padahal kejadian yang dituduhkan kepada Novel sudah terjadi 11 tahun silam sehingga definisi mendesak tidak berlaku. Apalagi, saat penggeledahan, Novel sudah ditahan sehingga tidak mungkin menghilangkan barang bukti.
7. Penggunaan alat bukti tidak relevan. Salah satu barang bukti yang digunakan polisi untuk menjerat Novel adalah hasil visum atas nama Rahmat. Padahal Rahmat merupakan orang yang sama sekali tidak berkaitan dengan perkara penganiayaan komplotan pencuri sarang burung walet yang dituduhkan.
8. Upaya pengawasan perkara yang dituduhkan ke Novel tidak maksimal. Kasus yang disangkakan pada 2004 dibiarkan berlarut-larut.
Hasil Rekomendasi
1. Untuk Kepolisian:
Menyelidiki dugaan rekayasa dan penyimpangan prosedur penanganan perkara Novel.
Memberikan sanksi kepada polisi yang terlibat dalam penanganan perkara Novel karena terbukti melanggar prosedur.
2. Untuk Kejaksaan Agung:
Menghentikan penuntutan perkara Novel karena terbukti banyak pelanggaran prosedur oleh kepolisian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo