Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Operasi Sergap Pengujung Tahun

Aparat kepolisian menangkap sejumlah orang yang diduga bakal meledakkan bom saat Natal dan Tahun Baru 2016. Orang-orang yang ditangkap diragukan memiliki kemampuan meracik bom.

4 Januari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari baru beranjak terang tatkala empat pria berkumpul di depan pos keamanan Perumahan Taman Harapan Baru, Bekasi, pada Rabu dua pekan lalu. Keempatnya lebih banyak diam sembari asyik memainkan telepon seluler. Mata mereka nyalang mengawasi mobil yang lalu-lalang. Sesekali mereka mengarahkan pandangan ke arah timur, pintu keluar perumahan yang menghubungkan jalan utama. Di sana, beberapa pria mengawasi mobil yang hilir-mudik.

Petugas keamanan perumahan, Dalman, sempat bertanya, "Ada keperluan apa, Mas?"

"Sedang mencari perumahan," kata seorang di antaranya, seperti ditirukan Dalman pada Selasa pekan lalu.

Tak ada lagi kata-kata yang keluar dari bibir mereka. Merasa tak mencium gelagat mencurigakan, Dalman melanjutkan pekerjaannya. Lima menit berselang, sebuah mobil minibus keluar dari rumah yang berjarak sepelemparan batu dari pos jaga. Sang empu rumah adalah karyawan perusahaan otomotif terkemuka, Arif Hidayatullah. Salah satu pria memberi kode kepada kawannya yang berdiri di depan jalan utama.

Belum sempat bergerak menjauh, kendaraan minibus itu dikepung sejumlah orang. Dalman mengawasi dari kejauhan sembari bertanya-tanya. Belakangan, Dalman baru mengetahui empat pria yang berbincang dengannya adalah anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Arif diciduk tanpa banyak menimbulkan keriuhan. "Tidak ada kehebohan pagi itu," kata Dalman.

Di rumah Arif, polisi menyita enam kardus barang, termasuk kain hitam dengan tulisan Arab yang identik dengan bendera Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Seorang penghuni kompleks, Toni Hardi, mengatakan Arif mengontrak rumah milik Mujiono sejak empat tahun lalu. Awalnya, Arif dikenal supel karena rajin bersosialisasi dan menjadi guru mengaji. "Dulu rajin memberikan kuliah tujuh menit. Saya sering salat bareng," kata Toni. Dalam dua tahun terakhir, sikap Arif mulai berubah menjadi lebih tertutup.

Sembilan jam setelah penangkapan Arif, pasukan Detasemen Khusus tanpa seragam mengepung gang Kampung Duku Jaya RT 5 RW 9, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medansatria. Supriyadi, 35 tahun, warga setempat, mengatakan mereka sedang mencari rumah kontrakan. Tak lama setelah mereka berkeliling, Supriyadi mendengar seseorang berteriak memberi perintah, "Jangan ada yang mengeluarkan telepon seluler!" Seketika, puluhan anggota Detasemen Khusus bersenjata lengkap merangsek ke depan rumah kontrakan milik Solihin. Gang menuju Kampung Duku Jaya mendadak senyap. "Jalan disterilkan," kata Supriyadi.

Dari rumah ini, polisi menangkap seorang warga negara asing bernama Alli, yang diduga anak buah Arif. Pasukan Detasemen curiga rumah tersebut dijadikan tempat penyimpanan bahan peledak. Tempo, yang menghampiri rumah kos tersebut, menemukan secarik robekan kertas. Kertas ini berisi tujuh poin catatan dalam bahasa Indonesia. Poin terakhir berbunyi, "Jangan ikutan mencela orang-orang yang menentang pemerintah dengan menyebut mereka teroris…."

Supriyadi menuturkan, Alli menempati rumah bertarif Rp 1,5 juta per bulan sejak bulan lalu. Pria berperawakan tinggi, bermata sipit, dan berkulit putih tersebut tak pernah bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Warga di Kampung Duku Jaya hanya merekam aktivitas Alli setelah subuh karena rajin berolahraga. "Setengah enam dia masuk ke kamar lagi," kata Supriyadi. Arif, yang menitipkan Alli, hanya mengatakan kawannya itu sedang mencari pekerjaan. Ketua RT 5 Marki sudah berkali-kali meminta identitas pria Uighur, suku di perbatasan Cina dan Turki, tersebut. "Jawabannya nanti-nanti terus," kata Marki.

Seorang polisi yang mengikuti penangkapan menuturkan, Alli dibawa ke Jakarta oleh Arif Hidayatullah dengan bantuan seorang pria. Warga Uighur tersebut masuk ke Indonesia melalui Batam sejak dua bulan lalu. Sebelumnya, Alli pernah tinggal di Bangkok dan Malaysia. Oleh Arif, Alli dibuatkan identitas palsu dengan nama Fariz Kusuma, kelahiran Pontianak, 7 Februari 1980. Polisi menduga Alli disiapkan untuk menjadi "pengantin" bom bunuh diri.

Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan Arif alias Abu Muzab dan Alli terkait dengan jaringan ISIS. Sasaran serangan kelompok ini adalah markas kepolisian, eks pejabat Detasemen, dan penganut Syiah. Sejumlah informasi menyebutkan bahwa Arif menerima perintah Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo, penghubung ISIS dengan jaringannya di Indonesia. Bahrun pernah ditangkap Detasemen Khusus pada November 2010. Dia dipenjara dua tahun enam bulan karena menyimpan ratusan peluru senjata AK-47.

Penangkapan Arif dan Alli merupakan bagian dari rangkaian operasi Detasemen Khusus 88 Antiteror terhadap kelompok yang diduga simpatisan ISIS di berbagai lokasi di Pulau Jawa. Mulanya, polisi menangkap Yudinov Syahputra alias Kholid di Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah; dan Riswandi alias Iwan alias Koki di Banjar, Jawa Barat, pada Jumat tiga pekan lalu. Tak lama kemudian petugas Detasemen menangkap Asep Urip, 31 tahun, dan Zaenal, 35 tahun, di kawasan Cihaji, Kecamatan Purbaratu, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Asep adalah pengajar di Pondok Pesantren Al Mubarok Atturmudzi, sedangkan Zaenal santri di pesantren tersebut. Pemimpin Pesantren Al Mubarok, Ade Dedi, mengatakan Asep dan Zaenal berkenalan di sebuah pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Berpisah sekian lama, keduanya kembali bersua pada Juni 2015. Saat itu Zaenal bertandang ke rumah kawan lamanya itu. Alasannya, "Ingin mencari ilmu," kata Dedi menirukan keterangan Asep. Setelah dua hari ditahan polisi, Asep justru dibebaskan.

Sehari seusai penangkapan Asep dan Zaenal, polisi menggerebek rumah di Dusun Sepat, Kecamatan Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah. Sang pengontrak bernama Budiyanto alias Abdul Karim alias Abu Jundi. Camat Bulu, Sunarjo, mengatakan Budiyanto adalah warga asli setempat. Dua puluh tahun lalu, dia merantau entah ke mana. Budiyanto kembali beberapa bulan dan mengontrak rumah. Sunarjo mengatakan bahwa Budiyanto pun berganti nama menjadi Abdul Karim alias Abu Jundi.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polisi Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan kelompok di bawah pimpinan Abu Jundi ini merupakan pendukung ISIS. Kelompok ini mendapat sokongan dana langsung dari Suriah. Seorang pejabat kepolisian menuturkan Zaenal menggelontorkan dana pada Abu Jundi untuk membeli bahan peledak. Anton mengatakan Zaenal menerima dana dari istrinya, Tasmina, yang bekerja di Hong Kong. Dari kediaman Abu Jundi, polisi menemukan paspor atas nama Yudhi Nor Syahputra atau Yudinov, terduga teroris yang ditangkap di Cilacap.

Pengamat terorisme Al Chaedar mengatakan Abu Jundi dikenal sebagai pemasok sumber daya manusia ke Suriah. Hanya, Chaedar meragukan Abu Jundi bakal "menggelar konser"—istilah untuk bom bunuh diri—pada akhir tahun. "Dia suka main aman, tidak suka menyerang, dan cuma mencari simpatisan yang mau dikirim ke Suriah," kata Al Chaedar.

Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst Haris Abu Ulya juga ragu terhadap klaim polisi. Menurut Haris, penangkapan ini hanya bersumber pada asumsi kepolisian. "Sebagian besar yang ditangkap merupakan orang baru yang tak punya pengalaman menyiapkan bom," kata Haris. Badrodin memastikan penangkapan teroris tak bakal berhenti. "Kita jangan sampai lengah, bisa saja target mereka berubah," katanya.

Wayan Agus Purnomo, Dewi Suci, Adi Warsono (Bekasi), Ahmad Rafiq (Solo), Candra Nugraha (Tasikmalaya)


Aneka Jaringan Sama Sasaran

Detasemen Khusus 88 Markas Besar Kepolisian RI menangkap sejumlah orang terduga teroris di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat pada pertengahan Desember 2015. Versi polisi, target mereka sama: petinggi kepolisian, eks pejabat Densus 88, kelompok Syiah, dan ruang publik.

Jumat, 18 Desember

Nama: Yudinov Syahputra alias Kholid
Lokasi penangkapan: Majenang, Cilacap, Jawa Tengah

Nama: Iwan alias Koki
Lokasi penangkapan: Banjar, Jawa Barat

Nama: Asep Urip dan Zaenal
Lokasi penangkapan: Kampung Cihaji, Kecamatan Purbaratu, Tasikmalaya, Jawa Barat

Sabtu, 19 Desember

Nama: Abdul Karim alias Abu Jundi
Lokasi penangkapan: Sukoharjo, Jawa Tengah

Sabtu-Minggu, 19-20 Desember

Nama: Indraji Idham Wijaya, Teguh alias Basuki, dan Khoirul Anam alias Bravo alias Kartolo
Lokasi penangkapan: Jalan Empunala 78, Kelurahan Balongsari, Kecamatan Magersari, Mojokerto, Jawa Timur

Nama: Joko Ardiyanto alias Luluk Sumaryono
Lokasi penangkapan: Gresik, Jawa Timur

Rabu, 23 Desember

Nama: Arif Hidayatullah alias Abu Muzab
Lokasi penangkapan: Kompleks Taman Harapan Baru, Kelurahan Pejuang, Bekasi, Jawa Barat

Nama: Alli
Lokasi penangkapan: Kampung Dukuh RT 5 RW 9, Kelurahan Pejuang, Bekasi

Diduga Pendukung ISIS
Target: Pejabat kepolisian, eks pejabat Detasemen Khusus, dan penganut Syiah
Waktu serangan: Menjelang Natal dan pergantian tahun

Nama: Ruswandi alias Iwan
Asal: Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat
Keahlian: Diduga ahli merakit bom

Nama: Yudinov Syahputra
Asal: Kecamatan Marpoyan Damai
Status: Bekas narapidana kasus narkotik

Nama: Zaenal
Asal: Sulawesi
Pekerjaan: Santri di Pondok Pesantren Al Mubarok Atturmudzi
Peran: Diduga menjadi calon "pengantin" alias pelaku peledakan bom bunuh diri dan penyandang dana ke Abu Jundi

Nama: Abu Jundi alias Abdul Karim
Status: Simpatisan ISIS
Tugas: Pemasok warga Indonesia ke Suriah

Nama: Arif Hidayatullah alias Abu Muzab
Pekerjaan: Karyawan PT Astra Otopart
Peran: Pemasok dana

Nama: Alli alias Fariz Kusuma
Asal: Uighur, perbatasan Cina dan Turki
Pekerjaan: Belum diketahui

Jaringan Jamaah Islamiyah

Nama: Indraji Idham Wijaya, Teguh, Khoirul Anam
Asal: Mojokerto
Pekerjaan: Tukang pijat
Keahlian: Membuat senjata

Nama: Joko Ardianto alias Luluk alias Asmoro
Status: Terpidana kasus bom Semarang pada 2004

PDAT dan wawancara Wayan Agus Purnomo


Tangkapan Anyar Jaringan Lama

Rumah Terapi, begitu papan nama yang terpajang di teras sebuah rumah di Jalan Empunala 78, RT 3 RW 2, Lingkungan Balongcok, Kelurahan Balongsari, Magersari, Mojokerto, Jawa Timur. Selain logo, terpampang jenis terapi yang dilayani, dari migrain, depresi, hingga susah tidur. Ketua rukun tetangga setempat, Hardi Santoso, kerap mendengar keluhan sang pemilik, Indraji Idham Wijaya, bahwa usahanya sepi peminat. Meski tak laris, Indraji tetap melanjutkan usahanya. "Saya sering pijat di sana karena kasihan," kata Hardi, Selasa pekan lalu.

Sabtu malam tiga pekan lalu, rumah pijat tersebut menjadi pusat perhatian warga Mojokerto karena menjadi sasaran penggerebekan Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI. Selain menangkap Indraji, polisi membekuk Khairul Amin alias Bravo dan Bambang Sugito alias Basuki alias Teguh. Sebenarnya ketiganya menyewa rumah di tiga tempat. Amin menyewa rumah di Desa Trowulan, sedangkan Basuki di Desa Mlaten. Di antara ketiganya terentang jarak sejauh 10 kilometer.

Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan kelompok ini terkait dengan jaringan Jamaah Islamiyah. Pada hari yang sama, polisi juga menangkap Joko Ardiyanto alias Luluk Sumaryono di Gresik, Jawa Timur. Berdasarkan catatan Tempo, Joko Ardianto pernah menjadi terpidana penyimpan bom di Jalan Taman Sri Rejeki, Semarang, pada 2003. Joko juga belajar merakit senjata dan bahan peledak di kamp Hudaibiyah, Filipina Selatan.

Dari hasil penggeledahan, polisi menyita komputer, laptop, dan printer. Polisi juga menemukan pipa sepanjang satu meter yang disusun dari tabung obat nyamuk semprot. Di ujung tabung ini, ada sumbu ala bom pipa. Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan kelompok ini sudah masuk daftar pencarian orang terkait dengan pabrik senjata di Klaten, Jawa Tengah. Anton menuturkan, Choirul merupakan salah satu petinggi Jamaah Islamiyah yang memiliki kemampuan merakit bom dan menguasai teknologi.

Kemampuannya di bidang kelistrikan diakui tetangga Choirul di Mojokerto. Mujiono, misalnya, mengenal tetangganya itu cekatan memperbaiki kerusakan peralatan elektronik. Suatu ketika, kata Mujiono, pengeras suara di musala rusak. Saat sejumlah orang berkutat selama satu jam untuk membetulkan, Amin hanya perlu waktu lima menit. "Itu tanpa mematikan aliran listrik," kata Mujiono.

Wayan Agus Purnomo, Ishomuddin (Mojokerto)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus