Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pemerintah Didesak Hapus Hukuman Mati

BNP2TKI tak setuju atas penghapusan pidana mati karena soal itu tergantung hukum di suatu negara.

12 Oktober 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pemerintah Didesak Hapus Hukuman Mati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Sejumlah lembaga hak asasi manusia dan organisasi pekerja migran mendesak pemerintah Indonesia menghapuskan hukuman mati. Selain dinilai melanggar hak asasi, hukuman model itu dinilai tak terbukti memberi efek jera bagi pelaku tindak pidana dan itu juga menyulitkan Indonesia dalam membela warganya di luar negeri.

Menurut peneliti dari Elsam, Wahyudi Djafar, hukuman mati tidak menimbulkan efek jera, terutama dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Buktinya, laporan penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan adanya peningkatan jumlah pengguna narkotik yang cukup drastis. Pada 2013, BNN mencatat jumlah pengguna narkotik sebanyak 3,3 juta jiwa, lalu meningkat tajam menjadi 5,1 juta jiwa pada 2015.

Padahal, kata Wahyudi, pemerintah telah mengeksekusi mati 14 terpidana narkoba pada awal 2015. "Kesimpulannya bahwa tidak ada bukti ilmiah yang dapat mendukung penerapan hukuman mati dapat memberikan efek jera," kata Wahyudi, kemarin, dalam pernyataan sikap memperingati Hari Anti-Hukuman Mati Internasional pada 10 Oktober 2015.

Elsam pun menilai pemberlakuan pidana mati akan memperlemah posisi tawar Indonesia di dunia internasional dalam membela 229 warga negara Indonesia yang kini terancam hukuman serupa. Politik dua kaki Indonesia, yang mendukung pemberlakuan hukuman mati di Indonesia tapi di sisi lain menolak bentuk pemidanaan ini diterapkan bagi warga negaranya, malah menunjukkan sikap tidak konsisten pemerintah.

Pernyataan senada disampaikan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Buruh Migran Indonesia, kemarin. "Dengan memberlakukan hukuman mati dan eksekusi mati tidak hanya membuktikan bahwa Indonesia lemah dalam penegakan HAM, tapi juga melemahkan posisi Indonesia dalam upaya menyelamatkan buruh migran yang terancam hukuman mati di luar negeri," kata Anis Hidayah, kemarin. Anis mewakili Migrant Care dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil itu.

Sampai saat ini tercatat 281 orang buruh migran yang terancam hukuman mati di berbagai negara: 212 di Malaysia, 36 di Arab Saudi, 1 di Singapura, 28 di Cina, 1 di Qatar, 1 di Uni Emirat Arab, 1 di Iran, dan 1 di Taiwan. Dari data tersebut, 59 di antaranya telah dijatuhi hukuman mati. "Bagaimana negara lain mau menghentikan eksekusi buat migran Indonesia kalau di Indonesia sendiri masih melaksanakan hukuman mati bagi imigran lain? Hal itu juga jadi pertimbangan negara lain," kata Nelson Simamor, dari LBH Jakarta, dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil, kemarin.

Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny Kabur Harman setuju atas penghapusan hukuman mati karena tidak sesuai dengan Pancasila, yang menekankan kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurut dia, hukuman mati tidak ada kaitannya dengan tujuan pemberian efek jera bagi pelaku kejahatan. "Tidak ada hubungannya juga dengan untung-rugi penerapan hukuman mati di Indonesia di mata internasional," kata dia kemarin.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, membantah penghapusan hukuman mati di Indonesia akan menguatkan diplomasi terhadap upaya pembebasan TKI yang terancam hukuman serupa di luar negeri. "Semua kasus TKI tergantung hukum di negara tersebut," kata Nusron, kemarin. Nusron memberi contoh di Arab Saudi. Jika seorang TKI membunuh anak majikannya, jika keluarga korban tidak memberi maaf, maka hukuman mati tetap berlaku.

Anggota Komisi Hukum DPR, Ruhut Sitompul, juga menegaskan bahwa hukuman mati masih dibutuhkan. Namun dia menilai pemerintah Indonesia tidak tegas atau ragu-ragu menjelang pelaksanaan hukuman mati. "Sehingga memang tidak ada efek jera. Mereka tahu celah untuk berkilah sehingga eksekusi diundur terus," ujar politikus Partai Demokrat itu. "Coba kalau dilaksanakan dengan tegas, saya yakin bisa menimbulkan efek jera."

Ruhut juga mempertanyakan sikap aktivis HAM yang membela terpidana mati. "Kalau terbukti salah, ya ngapain masih dibela. Ini celahnya," ujarnya. Soal banyaknya TKI yang juga akan dieksekusi mati di luar negeri, Ruhut tak mempermasalahkannya. "Yang namanya kejahatan, tetap kejahatan. Siapa suruh melanggar hukum?"

Dilihat secara internasional, negara yang masih memberlakukan hukuman mati masih cukup banyak. Menurut data Amnesty International, hingga 2014 setidaknya ada 22 negara yang melaksanakan hukuman mati dan sedikitnya 2.466 orang yang dihukum mati di seluruh dunia. Jumlah ini naik 28 persen dari tahun sebelumnya. Namun Amnesty juga mencatat bahwa, hingga Juli 2015, ada 101 negara yang menghapuskan hukuman mati. DESTRIANITA K. | DANANG FIRMANTO


Eksekusi Mati Secara Global
Iran 289+
Arab Saudi 90+
Irak61+
Amerika Serikat35
Yaman 22+
Somalia 14+
Indonesia 14
Belarus 3+
Yordania 11
Gaza/Tepi Barat2+
Mesir15+
Guyana 9
Pakistan7
Afganistan 6
Jepang 3
Taiwan 5
Vietnam 3+
Malaysia 2+
Singapura 2
Uni Emirat Arab1
CinaNA
Korea UtaraNA
Keterangan: Berdasarkan data 2014, kecuali Indonesia berdasarkan data sampai 2015
NA: Data tidak tersediaSumber: Diolah dari Amnesty International dan Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus