Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan waktu makan 20 menit yang tercantum dalam kelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM level 4 khusus untuk warteg atau pedagang kaki lima (PKL) banyak disoroti, salah satunya dari pelaku usaha kaki lima atau warteg itu sendiri.
Pengusaha makanan saji, Ayam geprek dan Pecel lele milik Damiatun, merasa waktu yang disarankan tidaklah cukup jika diberlakukan untuk usaha warung makan serupa dengan miliknya. Ia menimpali butuh banyak waktu bahkan untuk menyediakan sajiannya saja lebih dari 7 menit.
"Usaha beginikan pakai digoreng ya sampai kering, kalau gorengnya gak kering orang juga tidak mau. Goreng kaya gini aja lama, apalagi yang dipanggang-panggang itu lama prosesnya" katanya pada Selasa 27 Juli 2021.
Usaha ayam geprek dan pecel lele yang ditekuni Damiatun diketahui hampir genap 4 tahun ini beralamat di Jalan Mahasantri yang notabene dipadati mahasiswa kampus UIN Suska Riau. Ia menyampaikan bahwa usahanya sangat terdampak akan pandemi, menurutnya sulit bila harus mengingatkan kostumer waktu makan yang tersedia hanya 20 menit.
"Ya makannya buru-buru, kita sendiri kalau makan masih panas-panas ya ndak masuk. Ya kalau dibawa pulang juga tidak apa-apa, sampai rumah sudah 20 menit"
Menilik isi peraturan waktu maksimal makan 20 menit di tempat warung secara jelas ditulis di dalam peraturan kebijakan Inmendagri Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 dan Level 3 di Wilayah Jawa dan Bali pada diktum ketiga huruf F yang berbunyi
"Warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan 25% (dua puluh lima persen) dari kapasitas dan waktu makan maksimal 20 (dua puluh) menit"
Salah satu pengunjung warung ayam geprek dan pecel lele seperti Mia, juga baru tahu soal kebijakan baru ini, di awal ia menyampaikan kalau diterapkan 20 menit tidak cukup, mulai menunggu sajian hingga proses menyantap sajian.
"Aku kurang setuju sih, buatlah misalnya 15 menit buat makan, buat turunkan nasinya tuh hah" katanya
Masih menurut Mia, jika kebijakan ini diterapkan ia lebih pilih makan dibungkus, lagi pula menurut Mia memutuskan untuk makan di warung juga melihat situasi dan kondisi warungnya.
"Makan di tempat kalau warungnya tidak ramai, atau dibungkus. Kalau tidak, cari warung lain.
TIKA AYU
Baca juga: Mahasiswa UGM Bawa Stopwatch ke Warung Makan Agar Sesuai Aturan Makan 20 Menit
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini