Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pendekatan Keamanan ala Jokowi Dinilai Gagal Selesaikan Masalah Papua

Konflik Papua masih berlanjut di tengah gembar-gembor keberhasilan pembangunan infrastruktur era Jokowi

19 Oktober 2024 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyapa anak-anak yang menyambutnya saat tiba di Istora Papua Bangkit, Jayapura, Selasa 23 Juli 2024. Presiden menghadiri peringatan Hari Anak Nasional Ke-40 bertema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". ANTARA FOTO/Gusti Tanati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty Internatiional Indonesia menyebut Presiden Joko Widodo selama 10 tahun memimpin masih diwarnai dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Tidak selaras dengan gencarnya pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan Jokowi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti konflik di Papua yang terus terjadi merupakan salah satu ancaman serius terhadap HAM di Indonesia. Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera ini menyebut proyek-proyek strategis nasional atau PSN telah mengancam masyarakat adat dari tanah nenek moyang mereka di Papua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usman mencontohkan, di Papua, Jalan Tol Trans-Papua dibangun melintasi wilayah masyarakat adat Papua tanpa konsultasi yang memadai. Begitu pula dengan proyek food estate atau lumbung pangan di Merauke, Papua Selatan. “Pemerintah tampaknya tidak peduli tentang Persetujuan Berdasarkan Informasi di Awal Tanpa Paksaan. Masyarakat adat dan lokal hanya dipandang sebagai hambatan bagi pembangunan,” kata Usman ketika dihubungi Tempo pada Kamis, 17 Oktober 2024.

Ancaman terhadap masyarakat adat, kata Usman, berbanding lurus dengan krisis kemanusiaan di Papua. Kekerasan yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua terus berlangsung dan mengakibatkan jatuhnya banyak korban sipil. Selama dekade terakhir, penempatan militer yang intensif hanya menghasilkan lebih banyak pelanggaran HAM. “Sebabnya adalah tidak berubahnya cara pandang Jakarta terhadap Papua. Struktur ekonomi dan keamanan juga tidak berubah,” katanya.

Majalah Tempo mengutip data Amnesty International Indonesia mencatat, sejak Februari 2023 hingga April 2024, pemerintah telah mengerahkan setidaknya 6.773 tentara dan polisi ke Papua. Akibatnya, konflik di Papua kian membara. Sejak Januari 2018 hingga Juni 2024, tercatat 128 kasus pembunuhan di luar hukum dengan 236 warga sipil meninggal. Kebanyakan pelakunya adalah aparat dengan 81 kasus dan 131 korban. Adapun pelaku dari kelompok bersenjata pro-kemerdekaan terhitung berjumlah 47 kasus dengan jumlah korban 105 orang.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto tidak merespons panggilan dan pesan yang dikirimkan Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Jumat, 18 Oktober 2024. Permintaan konfirmasi juga sudah tersampaikan melalui ajudan Menko Polhukam, Mayor Abu Bastian, namun belum ada tanggapan sampai berita ini ditayangkan.

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko mengakui, bahwa pembangunan infrastruktur maupun dimensi kehidupan sosial lain di Papua membuat apa yang disebutnya sebagai ‘gerombolan bersenjata’, terdesak. Sehingga pemerintah perlu menyiapkan pendekatan keamanan dengan baik.

Namun demikian, Moeldoko membantah soal pelanggaran HAM yang terjadi di Papua pada era Jokowi lebih banyak. Sebab prajurit TNI yang dikerahkan ke Papua sebenarnya bukan pendekatan militer, namun polisional. Panglima TNI 2013-2015 ini menyebut keadaan di Papua menyulitkan bagi tentara. Sebab di satu sisi banyak prajurit tewas, tapi mereka juga tidak bisa banyak berbuat karena ada batasan. 

“TNI sudah cukup bisa mengendalikan situasi. Setidaknya tidak ada lagi prajurit yang membabi buta. Walaupun banyak yang meninggal di sana. Tetapi masih bisa menahan diri dengan baik,” kata Moeldoko ditemui di Gedung Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Kamis, 17 Oktober 2024.

Penggantian istilah kembali Kelompok Separatis Teroris dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diberlakukan oleh Panglima TNI Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada April 2024, pun dianggap bisa memicu peningkatan eskalasi kekerasan di Papua. Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim, misalnya, menilai penggunaan istilah OPM oleh TNI memiliki implikasi terhadap pengakuan terhadap eksistensi OPM sebagai entitas politik yang berusaha untuk mendirikan negara sendiri. 

Sementara Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf perubahan istilah dapat menimbulkan stigma negatif terhadap masyarakat Papua.”Perubahan nama itu sesungguhnya hanya upaya pemerintah dalam meningkatkan eskalasi pendekatan penyelesaian (konflik),” kata Al-Araf pada April lalu.


Janji Prabowo soal Papua

 
Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP), Yan Christian Warinussy, masih mengingat pertemuan tokoh perdamaian asal Papua Neles Tebay dan kawan-kawan dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Agustus 2016. Yan, yang mengaku ikut dalam persamuhan tertutup tersebut menyatakan, bahwa Neles Tebay menyampaikan kepada Jokowi soal pendekatan kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur memang baik. Tapi, kata dia, penting sekali Jokowi menyentuh pendekatan dialog dengan seluruh elemen rakyat Papua.

“‘Dialog senantiasa mendesak penyelesaian pelanggaran HAM dan kesempatan menentukan nasib sendiri’,” kata Yan pada Kamis, 17 Oktober 2024 yang menirukan pesan Neles Tebay kepada Jokowi saat itu. 

Yan mengatakan pendekatan Pemerintah Jokowi saat ini lebih cenderung represif dengan mengedepankan kekerasan aparat keamanan. Pendekatan keamanan Jokowi, justru tidak sama sekali membuat Papua menjadi Tanah Damai sebagai diciptakan semua pihak dan khususnya rakyat Papua.  

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Moeldoko membela pendekatan kesejahteraan Presiden Jokowi dalam mengatasi masalah Papua. Ia menilai Jokowi banyak sekali membangun berbagai hal. Bukan hanya infrastruktur, tapi membenahi persoalan sosial. 

Kantor Staf Kepresidenan, yang dipimpin Moeldoko, mengklaim pembangunan di Papua diharapkan menjadi legacy atau warisan Jokowi yang memberikan dampak signifikan. Termasuk pada bidang infrastruktur seperti Pekan Olahraga Nasional Papua, Jembatan Youtefa, hingga Pos Lintas Perbatasan Indonesia-Papua Nugini.

Moeldoko mengklaim pemerintah mendorong basis ekonomi di Papua dengan satuan tutorial yang di bangun pada wilayah tersebut. Ia menyebut pemerintah juga sempat punya konsep TNI Manunggal Pertanian dalam skala besar, tapi tidak dilanjutkan karena alasan logistik. Namun ia meyakini presiden terpilih Prabowo punya komitmen melakukan penguatan baru dalam aspek mobilitas. “Memperbanyak kesatuan helikopter di sana,” katanya.

Dalam debat perdana calon presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum, 12 Desember 2024, Prabowo menyampaikan gagasannya mengenai Papua. Menteri Pertahanan ini mengatakan kelompok teroris Papua kerap kali menyerang warga Papua sendiri. Mantan menantu Presiden Soeharto ini berjanji untuk melindungi rakyat Papua jika terpilih jadi Presiden. Salah satu caranya, dengan memperkuat aparat keamanan.

Prabowo, yang akan dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024, juga mengatakan akan mempertahankan percepatan pembangunan ekonomi di Bumi Cenderawasih yang sudah digeber era Jokowi. “Keadilan harus ada. Tetapi saya mau mengatakan, tidak sesederhana itu. Ada faktor geopolitik, ada faktor ideologi, ini lah yang (membuat) masalahnya tidak gampang,” kata eks Panglima Komando Cadangan Strategis 

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional, Cahyo Pamungkas, menilai tidak akan ada banyak pergantian kebijakan mengenai Papua setelah kekuasaan beralih dari Jokowi ke Prabowo. Ia menduga konflik bersama masalah sosial dan krisis kemanusiaan di Papua akan tetap berlanjut selama lima tahun ke depan.

Seharusnya, kata Cahyo, Prabowo bisa belajar dari pembebasan Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens dari KKB Papua. Mehrtens disandera pada 7 Februari 2023 sesaat setelah mendaratkan pesawat di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Pilot asal Selandia baru bebas pada 21 Oktober 2024 setelah terjadi negosiasi 1,5 tahun.

“Konflik kekerasan itu  bisa diselesaikan dengan cara negosiasi,” kata, Cahyo, peneliti yang kerap mengkaji isu Papua melalui telepon dengan Tempo pada Jumat, 18 Oktober 2024. “Meskipun itu lama ya, tapi itu pelajaran bahwa konflik dengan orang Papua itu bisa diselesaikan dengan cara dialog.”

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus