Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya telah memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyadapan. RUU ini akan mengatur sejumlah isu krusial, seperti syarat, teknis, jangka waktu, dan lembaga pengawas penyadapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas mengatakan, dalam pembahasan awal, sejumlah isu mengemuka, seperti penyeragaman kewenangan penyadapan yang dimiliki berbagai lembaga serta pengaturan mekanisme penyadapan agar tidak melanggar hak asasi warga negara. "Tujuan utamanya adalah sinkronisasi," kata Supratman kepada Tempo kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU Penyadapan adalah legislasi yang diusulkan DPR karena putusan Mahkamah Konstitusi. Pada 2010, MK membatalkan pasal penyadapan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dianggap melanggar hak asasi. Mahkamah juga menilai perlu ada aturan baku mengenai penyadapan.
Setelah putusan itu, selama bertahun-tahun Dewan terus mewacanakan keinginan membuat aturan baku mengenai penyadapan. Pekan lalu, untuk pertama kalinya, RUU Penyadapan dibahas Badan Legislasi bersama Badan Keahlian DPR setelah menjadi legislasi prioritas pada 2018.
Menurut Supratman, meski pembahasan masih sangat mentah, sejumlah skema dalam penyadapan akan ditentukan. Terdiri atas 13 bab dan 28 pasal, skema itu antara lain tentang perangkat penyadapan yang dibolehkan, pengawasan, penggunaan dan pemusnahan hasil penyadapan, larangan, serta pidana bagi penegak hukum yang melanggar.
Penegak hukum, misalnya, diusulkan hanya dapat menyadap pada fase penyelidikan. Adapun hasilnya bersifat rahasia dan hanya dapat disimpan selama dua tahun. Setelah itu, harus segera dimusnahkan dalam waktu 30 hari. "Itu sejumlah isu yang mengemuka dan masih terbuka untuk berkembang," kata Supratman.
Kewenangan penyadapan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi juga mencuat dalam pembahasan awal itu. Baleg menjamin kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi-penyadapan tanpa batas waktu dan tanpa perintah pengadilan-tidak akan diganggu. Adapun kewenangan yang dimiliki Badan Narkotika Nasional diusulkan bertambah menjadi mirip kewenangan KPK karena kejahatan narkotik dianggap sudah sangat meresahkan.
Anggota Baleg, Hermanto, mengatakan pengawasan terhadap aksi penyadapan yang dilakukan penegak hukum juga menjadi isu penting. Ia mengusulkan agar pengawasan dilakukan lembaga eksternal supaya standarnya jelas. "Tapi, kelemahannya, hasil penyadapan bisa bocor kalau pengawasan oleh lembaga eksternal," ucapnya.
Lalola Easter, dari Indonesia Corruption Watch, mengatakan, meski untuk sinkronisasi aturan sadap, RUU ini harus menjamin kewenangan KPK tidak tergerus. Selain itu, RUU itu mesti mengatur penyadapan yang justru dilakukan lembaga-lembaga intelijen, yakni Badan Intelijen Negara atau Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, yang selama ini belum pernah diatur atau diawasi. "Yang unregulated ini juga seharusnya diatur," tuturnya. INDRI MAULIDAR
Belum Ada Keseragaman Aturan
Pada 2010, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal penyadapan yang tertera dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. MK berpendapat tidak ada aturan baku mengenai penyadapan menyebabkan penyadapan berpotensi melanggar hak privasi warga negara. Karena itu, perlu ada undang-undang khusus yang mengatur penyadapan agar berjalan sinkron dan tidak melanggar hak konstitusi warga negara. Saat ini, sejumlah institusi memiliki aturan penyadapan yang berbeda-beda.
Penyadapan dalam Kasus Terorisme
Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang disahkan dua bulan lalu, jangka waktu penyadapan terduga teroris diperpanjang. Dari sebelumnya hanya setahun, kini penyidik kepolisian dapat melakukan penyadapan hingga dua tahun. Dalam keadaan mendesak, tanpa perintah pengadilan, penyadapan juga dapat dilakukan.
Penyadapan dalam Kasus Narkotik
Penyidik Badan Narkotika Nasional dapat menyadap terduga pelaku penyalahgunaan dan peredaran narkotik paling lama selama enam bulan. Tanpa perintah pengadilan, penyadapan juga dapat dilakukan penyidik.
Penyadapan dalam Kasus Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang melakukan penyadapan tanpa batas waktu dan tanpa izin pengadilan seperti yang tertera dalam Pasal 12 Undang-Undang tentang KPK. Namun KPK mengatakan mesin sadap pembicaraan yang mereka miliki hanya merekam target terduga koruptor selama 30 hari.
INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo