Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah masalah menjadi sebab tersendat rekapitulasi penghitungan suara KPU.
Keberatan para saksi dan kericuhan menjadi salah satu sebab tersendatnya rekapitulasi.
KPU optimistis rekapitulasi rampung pada Selasa, 19 Maret 2024.
EKO Suherman Rasyid menyatakan tidak terima atas sikap dan keputusan Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat dalam rapat pleno terbuka penghitungan suara pemilihan presiden, Senin, 18 Maret 2024. Saksi tim calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, itu menilai KPU Jawa Barat tidak mengoreksi adanya selisih antara penghitungan suara sah dan tidak sah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eko dan sejumlah saksi dari kubu 01 melakukan aksi walk out alias meninggalkan ruang rapat. “Kami memutuskan walk out dari forum pleno ini karena mengganggap hasilnya tidak valid,” ujar Eko saat ditemui setelah rapat pleno di gedung KPU Jawa Barat pada Senin, 18 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum meninggalkan ruang rapat, Eko menyerahkan formulir kejadian khusus kepada KPU. Isinya, saksi 01 berkeberatan atas sikap KPU Jawa Barat karena tidak mengoreksi selisih suara. KPU Jawa Barat seharusnya mengoreksi elemen data yang masih ditemukan, yakni selisih antara hasil penjumlahan suara sah dan tidak sah di empat kabupaten/kota di Jawa Barat.
Eko meminta koreksi tersebut saat pembacaan rekapitulasi penghitungan suara pemilihan presiden, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, serta DPRD tingkat provinsi. Rekapitulasi dimulai sekitar pukul 16.00. Menurut dia, koreksi perlu dilakukan karena adanya perbedaan antara jumlah penghitungan manual dan yang tercantum di aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Empat daerah yang disebut terjadi adanya selisih penghitungan suara adalah Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Majalengka. Selisih antara yang tercatat di Sirekap dan penjumlahan manual untuk di Cimahi berjumlah 109.589 suara, di Cianjur 1 suara, di Kabupaten Bekasi 40 suara, serta di Majalengka 8.849 suara. “Total suara sah dan tidak sah antara form D tingkat kabupaten dan provinsi, kami temukan selisihnya sekitar 9.000 suara,” ujar Eko.
Komisioner KPU Jawa Barat Ahmad Nur Hidayat, yang memimpin rapat pleno terbuka itu, meminta pendapat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua Bawaslu Jawa Barat Zaky Muhammad Zam Zam mengatakan ada dua opsi yang bisa dilakukan KPU.
Pertama, KPU mencermati kembali data penghitungan dengan diawasi lembaganya. Kedua, saksi bisa mencantumkan keberatannya dalam formulir kejadian khusus yang berisi keberatan yang nantinya dibacakan dalam rapat pleno terbuka di KPU. “Kedua opsi sangat terbuka dilakukan,” kata Zaky.
Walhasil, Ahmad Nur memutuskan menolak merevisi hasil pemungutan suara pemilihan presiden yang tinggal ditetapkan. Ia meminta semua keberatan dari para saksi dituliskan secara rinci agar diselesaikan dalam rapat pleno KPU.
Menurut dia, kesempatan untuk mengoreksi data sudah berkali-kali diberikan KPU Jawa Barat. Ia menegaskan opsi untuk mencatatkan keberatan dalam formulir kejadian khusus atau keberatan saksi tersebut tidak dimaksudkan mengabaikan koreksi. Menurut dia, KPU Jawa Barat seharusnya sudah menuntaskan penghitungan suara untuk pemilihan presiden di tingkat Jawa Barat dengan menerbitkan sertifikat pemilihan presiden-wakil presiden (PPWP) yang tinggal diteken para saksi.
Saksi dari partai politik mengikuti lanjutan sinkronisasi hasil rapat pleno rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 tingkat kabupaten dan kota di aula KPU Provinsi Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, 17 Maret 2024. TEMPO/Prima Mulia
Eko Suherman Rasyid berkukuh sikap KPU Jawa Barat yang menolak mengoreksi elemen data yang kasatmata itu dinilainya sebagai cacat hasil rekapitulasi suara di Jawa Barat. Sirekap dinilai hanya menjadi pembenaran adanya kesalahan manusia atau human error saat menginput data dari lapangan. Dia menilai aplikasi Sirekap tidak bisa mengoreksi kesalahan yang ada di lapangan. Akibatnya, data mentah masuk begitu saja ke sistem. "Ketika kami mengoreksi, ternyata lebih valid menghitung manual,” katanya.
Ketua KPU Jawa Barat Ummi Wahyuni mengatakan saksi boleh menolak menandatangani sertifikat form D hasil rekapitulasi suara di tingkat Jawa Barat. “Dalam regulasi, ketika ada saksi yang tidak menandatangani, maka tidak ada masalah. Tetap itu menjadi sah,” ujarnya.
KPU Jawa Barat sudah menyelesaikan hasil penghitungan suara. Ummi mengatakan, setelah seluruh pembacaan tuntas dan hasilnya ditandatangani oleh semua saksi, semua anggota KPU Jawa Barat langsung berangkat ke Jakarta untuk menghadiri rekapitulasi suara tingkat nasional di KPU.
Hingga tadi malam, sekitar pukul 23.00 WIB, hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Jawa Barat dimenangi pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan perolehan 11.826.677 suara. Disusul pasangan nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 5.768.509 suara. Adapun pasangan nomor 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., memperoleh 1.772.351 suara.
Selain soal keberatan dari para saksi, masalah lain adalah belum semua data masuk ke Sirekap. Agus Yunanto, saksi pasangan calon Anies-Muhaimin, mengatakan menemukan masalah tersebut dalam sidang pleno rekapitulasi suara di luar negeri pada 28 Februari sampai 4 Maret 2024.
Dia menuturkan awalnya 127 panitia pemilihan luar negeri (PPLN), kecuali PPLN Kuala Lumpur, membacakan hasil rekapitulasi suara tiap kota. PPLN menyajikan hasil rekapitulasi berjenjang melalui aplikasi Sirekap. “Mereka menyajikan data yang sudah diunggah ke Sirekap,” kata Agus saat dihubungi, kemarin.
Para saksi menyetujui data hasil rekapitulasi itu untuk dimasukkan ke Sirekap. Namun, kata Agus, hasil rekapitulasi penghitungan suara Kota Kairo tak kunjung dimasukkan ke Sirekap hingga 29 Februari 2024. Agus khawatir, apalagi adanya isu ada pemotongan jumlah perolehan suara terhadap salah satu pasangan calon. Agus melaporkan masalah itu kepada PPLN. Untungnya, PPLN segera memasukkan hasil penghitungan suara di Kairo ke Sirekap.
KPU tampaknya terus menggeber rekapitulasi penghitungan suara. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022, rekapitulasi suara nasional Pemilu 2024 dijadwalkan berlangsung mulai 15 Februari sampai 20 Maret 2024.
Pada Senin kemarin, KPU merekapitulasi untuk PPLN Kuala Lumpur. Komisioner KPU August Mellaz mengatakan hasil rekapitulasi itu digabungkan dengan rekapitulasi 127 PPLN lain yang sudah disahkan dalam rapat pleno. Dia menjelaskan, hasil rekapitulasi luar negeri akan digabungkan dengan penghitungan suara dari Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Sebab, rekapitulasi luar negeri masuk penghitungan daerah pemilihan DKI Jakarta II.
August mengatakan rekapitulasi Jawa Barat sedianya dijadwalkan pada Senin pagi kemarin. Namun KPU Jawa Barat disebut belum siap merekapitulasi suara. August menyebutkan rapat pleno rekapitulasi suara nasional dihentikan sampai pukul 20.30. August mengatakan KPU Jawa Barat harus menindaklanjuti penanganan pelanggaran sesuai dengan rekomendasi dari Bawaslu. “Mau tak mau harus diselesaikan lebih dulu,” ujar August. Dia mengatakan, untuk rekapitulasi Jawa Barat, perlu ada proses pencermatan lebih lanjut sehingga baru bisa dilakukan rekapitulasi pada Senin malam.
KPU juga melakukan rapat pleno rekapitulasi hasil perolehan suara untuk Papua Barat Daya. Ketua KPU Papua Barat Daya Andarias Daniel Kampu mengatakan tidak ada catatan kejadian dalam rekapitulasi. “Nihil,” ujar Andrias di gedung KPU, Jakarta, Senin malam.
Hasil rekapitulasi, pasangan Prabowo-Gibran di Provinsi Papua Barat Daya mendapat 209.403 suara; pasangan Anies-Muhaimin 48.405; dan pasangan Ganjar-Mahfud memperoleh 99.899 suara. Andrias mengatakan total pemilih tetap 440.826 orang.
Berbagai kendala di daerah membuat rekapitulasi nasional disebut molor. Pada Selasa pagi ini, 19 Maret 2024, KPU menjadwalkan rekapitulasi penghitungan suara untuk Provinsi Maluku, Papua Pegunungan, dan Papua. Di Maluku dan Maluku Utara sempat terjadi kericuhan saat rekapitulasi suara tingkat provinsi. Protes dan keberatan yang mewarnai rekapitulasi membuat penghitungan suara tingkat provinsi belum tuntas dan harus diperpanjang.
August optimistis semua rekapitulasi hasil penghitungan suara akan selesai pada Selasa, 19 Maret 2024. Setelah rekapitulasi selesai, KPU akan membahas dalam rapat pleno untuk menetapkan hasil penghitungan suara sebagai hasil resmi Pemilu 2024. "Pokoknya kami punya ruang gerak sampai 20 Maret," ujar August.
Saksi pasangan calon presiden dan wakil presiden mengikuti rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional pada pemungutan suara ulang (PSU) Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia di Gedung KPU, Jakarta, 18 Maret 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KPU Dinilai Inkonsisten
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan memantau langsung rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU Jawa Barat pada Ahad, 17 Maret 2024. Menurut dia, masih ditemukan adanya perbedaan C salinan yang dipegang saksi dengan C hasil yang ditayangkan Sirekap untuk beberapa wilayah di Jawa Barat. Neni menilai keadaan ini membuat bingung, apakah penghitungan mengacu pada C salinan atau C hasil. “Mereka jadi bingung acuannya apa?” ujar Neni, kemarin.
Hal lain, Neni melanjutkan, yang membuat molor adalah karena ditemukan dugaan politik uang terhadap KPU Jawa Barat. Ditemukan pula adanya dugaan penggelembungan suara calon legislator di Majalengka dan Kabupaten Tasikmalaya. Di Karawang ditemukan adanya dugaan penggelembungan suara oleh lima panitia pemilih kecamatan (PPK). "Nah, ke-5 PPK itu sekarang sudah diberhentikan karena kasus tersebut,” kata Neni.
Neni menilai masalah utama KPU molor merekapitulasi penghitungan suara karena ketidakkonsistenan KPU pusat. KPU provinsi sebetulnya sudah diinstruksikan KPU pusat agar menyelesaikan rekapitulasi penghitungan suara sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Namun, di tengah proses itu, KPU pusat malah mengeluarkan surat edaran. Isinya, membolehkan rekapitulasi tidak sesuai dengan jadwal bila ada force majeure atau keadaan kahar. “Niatnya untuk menyesuaikan jadwal. Tapi yang terjadi malah bikin molor,” ujar Neni.
Menurut dia, inkonsistensi tersebut melanggar peraturan KPU soal tahapan jadwal dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Neni mengatakan KPU terancam pidana bila belum selesai merekapitulasi suara nasional sampai 20 Maret 2024. “Lebih dari itu, KPU bisa terancam pidana 5 tahun kurungan dengan denda paling banyak Rp 60 juta,” kata Neni.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan lambatnya KPU merekapitulasi suara tingkat nasional akibat banyaknya dugaan kecurangan pemilu yang terjadi bertahap dari tingkat tempat pemungutan suara hingga PPK. Berbagai kecurangan tersebut sebetulnya belum diselesaikan di tiap jenjang. Ketika dilakukan rapat pleno rekapitulasi suara tingkat provinsi, masalah itu muncul. “Ada residu-residu masalah yang tidak terselesaikan yang muncul di tahapan selanjutnya,” kata Kaka, kemarin.
KIPP memantau di beberapa daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Tengah. Dari pemantauan itu, kata Kaka, masalahnya dimulai karena hasil Sirekap yang tak sesuai dengan C1-hasil dan dugaan pengelembungan suara. Dari situ, muncul ketidakpuasan saksi sehingga KPU diminta bertanggung jawab. “Sayangnya, beberapa KPU tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu untuk melakukan pencermatan suara,” kata Kaka.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ahmad Fikri dari Bandung, Yohanes Maharso Joharsoyo, dan Desty Luthfiani berkontrubusi dalam penulisan artikel ini.