Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TUJUH puluh orang itu datang menumpang tiga bus Metromini. Mereka memakai rompi berwarna hijau bertulisan ”PKB Berbaur, Bekerja, dan Berbagi untuk Rakyat”. Tiba di Kalibata, Jakarta Timur, Jumat pekan lalu itu, mereka langsung tumplek di ruang rapat.
Di situ Muhaimin Iskandar, Ketua Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa, sudah menunggu. Di hadapan massa pendukungnya itu, dia menegaskan, ”Saya tidak akan mundur selangkah pun.” Muhaimin memastikan dia masih menduduki jabatan ketua partai.
Muhaimin mengklaim disokong banyak kiai dan pengurus daerah. Para kiai, kata Muhaimin, memintanya bertahan di kursi ketua. Setelah satu jam mendengarkan ceramah, para penyokong itu pulang menjelang petang.
Muhaimin didesak mundur oleh rapat pleno Dewan Syura dan Dewan Tanfidz PKB, Rabu dua pekan lalu. Dari 28 pengurus pusat yang ikut rapat, 20 orang mendesak Muhaimin segera meninggalkan Kalibata, tempat partai berlambang bintang sembilan itu berpusat.
Desakan mundur kepada Ketua Dewan Tanfidz itu adalah puncak dari kisruh internal di lingkaran elite partai ini: Abdurrahman Wahid alias Gus Dur versus Muhaimin. Gus Dur, yang juga paman Muhaimin, menilai keponakannya itu tidak pantas lagi menjadi pemimpin.
Di mata Gus Dur, daftar kesalahan Muhaimin sudah mengular. Dari gagal mengatur organisasi, bermain mata dengan pemerintah, berambisi menjadi wakil presiden 2009, sampai berkonspirasi dengan seorang jenderal yang dekat dengan pemerintah untuk menggulingkan Gus Dur dari kursi Ketua Dewan Syura.
Jika Muhaimin benar-benar terpental, nasibnya sama dengan dua ketua sebelumnya. Matori Abdul Djalil dipecat karena dituding dekat dengan Megawati Soekarnoputri. Alwi Shihab dipecat karena merapat ke Presiden Yudhoyono. Muhaimin dipaksa mundur karena dituduh main sendiri ke Istana.
Dari Jakarta, kisruh ini merambat ke daerah. Setelah mendesak mundur Muhaimin, Gus Dur cepat bergerak. Sejumlah pendukung Muhaimin di daerah juga dicopot. Merasa nasibnya di tubir jurang, pendukung Muhaimin merapatkan barisan.
Rupa-rupa cara ditempuh. Dari perang kata-kata di media massa, mengirim massa turun ke jalan, menggalang kekuatan di sejumlah daerah, hingga melobi sejumlah kiai berpengaruh.
Kamis pekan lalu, Muhaimin bertemu dengan sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur. Di antaranya Nashirudin Sobari, kiai yang dihormati warga di sana.
Selain menggalang dukungan kiai, Muhaimin menggalang sokongan pengurus partai di daerah. Saat berkunjung ke Jawa Timur, dia menggelar rapat tertutup dengan sejumlah pengurus partai tingkat kabupaten di Surabaya. Pengurus sejumlah daerah juga terus didekati.
Selasa pekan lalu, 15 pengurus provinsi merapatkan barisan di belakang Muhaimin. Mereka menyebut diri Kaukus 15. Syamsudin Pai, juru bicara kaukus itu, menuding sejumlah pengurus pusat mendalangi penggulingan Muhaimin. ”Orang-orang itu segera digusur,” kata Syamsudin. Kaukus ini dianggap kaki terkuat Muhaimin dalam melawan keputusan rapat pleno Rabu dua pekan lalu itu.
Tapi belum lagi bergerak jauh, formasi Kaukus 15 sudah rontok. Pengurus sejumlah wilayah yang diklaim kaukus itu membantah menyokong Muhaimin.
Pengurus partai itu di Jawa Tengah, misalnya, membantah keras bahwa mereka berdiri di belakang Muhaimin. ”Kalau ada yang mengklaim Jawa Tengah mendukung Muhaimin, itu tidak benar,” kata Yusuf Chudlori, Ketua Dewan Tanfidz provinsi itu.
Pengurus partai itu di Riau dan Kalimantan Barat, yang ikut diklaim, juga membantah keras. ”Kami bukan pendukung Kaukus 15,” ujar Syarif Abdullah Alkadrie, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kalimantan Barat.
Yang berantakan adalah kader partai itu di Jawa Timur. Ada yang mendukung Muhaimin dan banyak pula yang menyokong pemecatan Muhaimin.
Lihatlah apa yang terjadi Senin pekan lalu. Dewan Pimpinan Cabang Bondowoso, Jember, Situbondo, dan beberapa daerah lain berikrar setia di belakang Gus Dur.
Mereka tidak percaya pemecatan Muhaimin bisa menurunkan perolehan suara dalam Pemilihan Umum 2009. ”Keputusan pleno partai di Jakarta justru akan membuat kader partai solid,” kata Syaiful Bahri, ketua partai itu di Situbondo.
Kediri lain lagi. Jumat pekan lalu, puluhan kader partai itu turun ke jalan membela Muhaimin. Mereka juga mendesak Ali Masykur Musa menolak jika ditunjuk menggantikan Muhaimin.
Sembari meneriakkan yel-yel, mereka membentangkan spanduk berbunyi ”Cak Ali Masykur jangan mau jadi tumbal”. Ali Masykur adalah Wakil Ketua Dewan Tanfidz yang berpeluang menggantikan Muhaimin. ”Kelak dia juga akan diperlakukan sama dengan Muhaimin,” kata Arief Rahman, koordinator unjuk rasa itu.
Sementara Muhaimin mengklaim didukung 15 pengurus provinsi, kubu Gus Dur mengklaim didukung 32 daerah. Artinya, dukungan datang dari semua provinsi. Semua daerah itu, begitu kata pendukung Abdurrahman, setia kepada Ketua Dewan Syura ini.
”Jadi, kalau ada yang bilang mayoritas daerah tidak mendukung Gus Dur, itu aneh. PKB tanpa Gus Dur bukan PKB,” kata Moeslim Abdurrahman, Ketua Dewan Tanfidz partai itu untuk wilayah DKI Jakarta. Jadi berapa wilayah yang benar-benar membela Muhaimin tidak jelas juga.
Selain saling klaim, kedua kubu saling membabat kader lawan di sejumlah daerah. Moeslim, yang sekuat tenaga membela Gus Dur, dipecat barisan Muhaimin. Pemecatan itu diputuskan dalam rapat pleno Dewan Syura dan Dewan Tanfidz DKI, Kamis pekan lalu.
Jakarta memang menjadi salah satu titik terpanas pertempuran kedua kubu. Tahun lalu, Nursyahbani Katjasungkana dipecat kubu Gus Dur dari kursi Ketua Dewan Tanfidz. Posisi itu kemudian diduduki Moeslim Abdurrahman. Kini giliran pasukan Muhaimin yang mencopot Moeslim.
Alasan pemecatan Moeslim? ”Dia menyalahgunakan jabatan. Itu makar,” kata Zaenal Arifin, Sekretaris Dewan Tanfidz DKI Jakarta. Para pendukung dari Jakarta inilah yang beramai-ramai menyambangi kantor pusat partai di Kalibata pada Jumat pekan lalu itu.
Selain memecat pengurus daerah yang memihak Abdurrahman, Muhaimin juga menyasar sejumlah musuh di tingkat pusat. Untuk itu dia membentuk tim investigasi yang bertugas melacak pengurus yang menjadi biang keladi keributan. Investigasi itu dipimpin Nursyahbani Katjasungkana.
Lima hari bekerja, tim itu mengumumkan ada tujuh orang yang menjadi biang kerok. Muhaimin Iskandar memastikan, ”Motif tujuh orang itu untuk mencari kekuasaan, uang, dan motif pribadi.” Mereka inilah yang membenturkan Gus Dur dengan Muhaimin.
Walau tim itu tidak menyebut nama, santer disebutkan bahwa salah satunya adalah Moeslim Abdurrahman. Moeslim membantah dirinya menjadi penyebab kekisruhan partai itu.
Abdurrahman Wahid terlihat tenang-tenang saja dengan manuver kubu Muhaimin itu. Jumat pekan lalu, Gus Dur menggelar rapat di kantor pusat di Kalibata. Calon yang dia siapkan adalah Ali Masykur Musa. Gus Dur memastikan pergantian ketua akan dilakukan secepatnya.
Mengapa Gus Dur begitu percaya diri? Sebab, ”Muhaimin bohong besar,” katanya. Gus Dur mengklaim sudah mengantongi dukungan 420 dari 427 pengurus cabang di seluruh Indonesia. Jadi, ”Cuma tujuh yang dukung Muhaimin.”
Wenseslaus Manggut, Gabriel Titiyoga, Sinta, Dwidjo Maksum (Jember)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo