Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perjalanan gelap paspor calon guru

Kisah paspor shunsuke kikuchi, warga jepang, yang di copet di india, kemudian digunakan oleh orang yang meluncurkan roket ke kedubes jepang dari hotel president. kikuchi sebenarnya mendadak tenar. (nas)

24 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Shunsuke Kikuchi mendadak sontak tenar, tapi sekaligus tercemar, setelah tiga ledakan beruntun di Jakarta, pekan lalu. Lelaki muda itu memang tengah luas diberitakan di berbagai media massa, bahkan alamat rumah serta universitas tempat ia belajar lengkap dicantumkan. Tapi fotonya tak dimunculkan. "Itu pun sudah cukup menyusahkan saya." katanya memelas. Sebab, calon guru inilah yang disebut-sebut sebagai pelaku tiga peledakan itu. Betulkah calon guru itu pelakunya? Kikuchi membantah keras, dan punya alibi kuat. Di hari ledakan terjadi ia berada di rumahnya di Yokohama. Lalu, siapakah Kikuchi yang menginap di President Hotel, dan disebut-sebut sebagai pelaku utama teror itu? Semua itu bermula dari kejahatan yang dilakukan tujuh perempuan India pada suatu hari di bulan September 1984. Ketika itu, Shunsuke Kikuchi, kini 23, lelaki Jepang yang ketiban sial tersebut, berkeliling di suatu pasar di Kota New Delhi. Sewaktu ia hendak memasuki sebuah toko suvenir, para wanita itu beserta beberapa anak kecil turut berkerubut ikut masuk. "Saya mengira mereka adalah pengemis," kata Kikuchi pada Seiichi Okawa dari TEMPO. Kala berdesak-desakan di, pintu masuk itulah rupanya, para "pengemis" India itu berhasil membuka tas tangan Kikuchi, dan menjarah paspor, tiket pesawat ke Jepang, serta uang tunai 20 ribu yen. Entah bagaimana, setelah jatuh ke tangan seseorang, paspor yang dikeluarkan pada 26 Juli 1984 di Provinsi Kanagawa, Jepang, itu berkelana, dan membawa riwayat yang Panjang lagi gelap. Itulah paspor yang dipakai sebagai bukti diri oleh seorang laki-laki yang pada 7-14 Mei menginap di kamar 827 President Hotel, Jakarta. Ceritanya, pada 6 Mei, seseorang yang menyebut diri Shunsuke Kikuchi, melalui telepon memesan kamar. "Suaranya di telepon jelas, dan dia memesan satu kamar single untuk tanggal 7 dan 8 Mei," ujar sebuah sumber TEMPO di President Hotel. Menilik suaranya, yang didengar sangat jelas itu, ia diduga menelepon dari suatu tempat yang tak terlalu jauh dari hotel tersebut. Esok harinya, sekitar pukul 11.46 WIB, datanglah pria itu. Ia muncul di resepsionis mengenakan kaca mata rayban warna merah bata. Tubuhnya tinggi kurus (sekitar 170 cm), berambut pendek berwarna kemerahan, dan tanpa kumis. Ia menulis namanya sebagai Shunsuke Kikuchi, berkebangsaan Jepang, lahir 10 Februari 1963, dan pekerjaannya sebagai engineer - ahli mesin. Alamat rumahnya: 3-5 Shinurashima Kanagawa-ku, Yokohama. Paspornya bernomor MG 7392228, dan punya masa berlaku lima tahun sejak 26 Juli 1984. "Sudah kami cek, wajahnya sesuai dengan foto yang tertera di paspor," ujar sumber tadi. Memang paspor yang berlaku untuk semua negara kecuali Korea Utara itu cocok dengan paspor yang hilang di New Delhi itu. Yang tidak jelas ialah bagaimana paspor yang dijarah tujuh wanita India itu sampai jatuh ke tangan teroris. Menurut sumber TEMPO, orang yang menyaru sebagai Kikuchi ini berkulit agak kehitaman. Boleh jadi, ia sudah agak lama tinggal di sini, hingga kulitnya terpanggang matahari. Atau, adakah ia seorang pribumi? Entahlah. Yang pasti, tokoh yang masih diselimuti misteri ini ingin kamar single di lantai 11, dan menghadap ke Jalan Thamrin. Tapi, semua kamar di lantai itu penuh. "Lantas, kami menawarkan kamar di lantai 8," ujar seorang petugas President Hotel. Mengapa kamar di lantai 8? Dari pengalaman, petugas itu tahu bahwa turis asing lazim gemar kamar di lantai 8, karena letaknya tak terlalu tinggi. Tapi dari 50 kamar di lantai itu hanya tinggal kamar 827 yang kosong. Ketika ditawari kamar itu, tamu yang mengaku dari Yokohama ini tak keberatan. "Jendela kamar 827 itu menghadap ke Jalan Thamrin," ujar sumber TEMPO. Dan, di seberang hotel ini, terletak gedung Kedutaan Besar Jepang dan Kedutaan Besar Uni Soviet. Setelah tiga hari menginap, sang tamu memperpanjang hingga 14 Mei. Dari sewa kamar Rp 72.442 sehari, karena mendapat rabat, ia cuma membayar Rp 62.720 per hari. Tapi, pada Rabu 14 Mei itu, sejak pagi di pintu kamar 827 tersebut dipasang tanda Don't Disturb, dan terkunci. Seperti diketahui pada Rabu pukul 11.30 WIB sebuah roket melesat dari kamar 827, dan lantas meledak di Kedubes Jepang. Tak ada kerusakan berarti, apalagi korban jiwa. Sejak itu penghuni kamar 827, yang mengaku bernama Shunsuke Kikuchi, buron - kabar terakhir menyebutnya telah lolos ke luar negeri. Tinggal kini yang menerima getahnya adalah Shunsuke Kikuchi asli. Pemilik paspor yang sebenarnya ini berbeda dengan yang gadungan - tak suka memakai kaca mata rayban, dan tingginya pun hanya 165 cm, sekalipun berperawakan atletis, dan punya penampilan sebagaimana umumnya pemuda Jepang "Apa yang teriadi di Jakarta tidak ada kaitannya dengan saya," ujar Kikuchi, mahasiswa tingkat 4 Jurusan Sejarah Timur Fakultas Sastra, Universitas Kokugakuin, Yokohama. Anak muda ini masih tinggal bersama orangtuanya. Alamatnya: 4681, Kamiiida, Distrik Totsuka, Yokohama, Provinsi Kanagawa. Ini kawasan elite di provinsi itu, dan berbeda dengan alamat orang yang mengaku Kikuchi di President Hotel itu. Sejak peristiwa ledakan di Jakarta, Kikuchi, yang dulu cuma dikenal keluarga dan teman-teman sekampus, mendadak jadi incaran para wartawan. Tapi ia tidak suka publikasi itu, karena khawatir pemberitaan tersebut akan merusakkan masa depannya. Shunsuke Kikuchi, yang akan lulus Maret tahun depan, sekarang berencana mengikuti program latihan menjadi guru. "Masa ini penting bagi saya. Saya sedang mencari pekerjaan," katanya. Kikuchi, anak teknisi sinar rontgen di sebuah rumah sakit ini, memang, menurut polisi Jepang, tak terdapat dalam daftar kelompok ekstrem kiri mana pun di Negeri Sakura itu . SH Laporan Seiichi Okawa (Tokyo) & Happy S. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus