Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perludem Jelaskan Potensi Irisan Jadwal Pemilu dan Pilkada 2024

Perludem menilai beban berat Pemilu dan Pilkada 2024 tidak hanya bagi penyelenggara, tapi juga partai politik, perseorangan, dan pemilih.

9 Februari 2021 | 15.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyebut akan terjadi irisan tahapan pemilu anggota legislatif, pemilu presiden, dan kepala daerah bila pemungutan suara Pileg dan Pilpres digelar pada April 2024.

"Meski pemungutan suara pilkada pada November 2024 tidak berbarengan dengan pemungutan suara pemilu anggota legislatif (pileg) dan pilpres," kata Titi Anggraini mengutip Antara, Selasa, 9 Februari 2021.

Ia menjelaskan pada saat penghitungan dan rekap suara Pileg/Pilpres (April-Mei 2024) beririsan waktu dengan pembentukan panitia pemungutan suara (PPS) pilkada, pemutakhiran data pemilih, penyerahan dukungan, dan penelitian administrasi pencalonan perseorangan.

Menurut Titi, beban berat tidak hanya bagi penyelenggara, tetapi juga pada peserta (partai politik dan perseorangan) dan pemilih.

Di sisi lain, desain penjadwalan pilkada dan pemilu tidak sejalan dengan desain kelembagaan penyelenggara pemilu. Masalahnya ialah pelaksanaan pilkada dan pemilu pada tahun yang sama hanya ada satu kali aktivitas aktif kepemiluan. Namun, kelembagaan penyelenggara pemilu permanen sampai kabupaten/kota selama 5 tahun. Padahal, penyelenggara pemilu ini ada untuk menyelenggarakan pemilu.

"Kalau tidak ada aktivitas yang relevan dan signifikan, apakah masih diperlukan sifat lembaga yang permanen? Hal ini justru membebani keuangan negara dan tidak sejalan dengan asas pemilu efektif dan efisien," tutur Titi.

Ia mencontohkan pada Pemilu 2019 terdapat lima kotak pemilihan, yakni presiden/wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Rerata beban kerja petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) sangat tinggi sebelum, selama, dan sesudah hari-H pemilihan. Selain itu ditambah dengan adanya kendala bimtek, logistik, dan kesehatan berkontribusi pada kelelahan petugas yang berakibat kematian.

Ia menyebutkan hasil analisis Fisipol UGM pada Juni 2019 tentang median beban kerja petugas pemilu berkisar antara 20-22 jam pada hari-H pelaksanaan pemilu. Berikutnya 7,5-11 jam untuk mempersiapkan tempat pemungutan suara (TPS). Lalu 8-48 jam untuk mempersiapkan dan mendistribusikan undangan.

Akibat dominasi Pilpres, lanjut Titi, membuat pemilu anggota legislatif tidak mendapatkan perhatian yang sepadan dari pemilih, khususnya pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPRD. "Isu lokal tenggelam oleh isu nasional dalam penjangkauan pemilih dan diskursus kepemiluan," kata Titi.

Selain itu, meningkatnya suara tidak sah (invalid votes), terutama pemilu DPD, DPR, dan DPRD karena pemilih yang kebingungan akibat kompleksitas pemilihan yang berjalan. Hal lain, sosialisasi dan pendidikan kepemiluan tidak optimal karena isu yang terlalu banyak dan berkelindan satu sama lain. Pemilih pun kebingungan akhirnya perhatian terfokus pada pilpres.

Ia menilai pada Pemilu 2019 terjadi penurunan kualitas dan mutu profesionalisme, kinerja, dan performa penyelenggara pemilu. Di samping itu, logistik pemungutan suara tidak tersedia tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat lokasi. "Hal inilah yang menyebabkan meningkatnya jumlah kasus surat suara tertukar, kekurangan surat suara, dan lain-lain," ujar Titi.

Baca juga: Banyak Petugas KPPS Meninggal Jadi Alasan Penolakan Pilkada 2024

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus