Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NASI tumpeng menandai perayaan ulang tahun Andika Hazrumy pada Kamis malam pekan lalu. Ketika itu, calon Wakil Gubernur Banten ini sedang bertatap muka dengan warga Desa Mekarsari, Kabupaten Serang. Andika sebenarnya persis berumur 31 tahun pada 16 Desember, Jumat pekan lalu. Namun Jumhuri, tokoh masyarakat Mekarsari, memaksanya menerima tumpeng ulang tahun itu sehari lebih cepat. "Selamat ulang tahun, Pak Andika," kata Jumhuri.
Tumpeng Jumhuri masuk ke kerumunan orang ketika Andika sedang menyampaikan materi kampanye di depan ratusan orang. Andika pun menghentikan pidato untuk menerima tumpeng. Bersamaan dengan itu, sejumlah orang melantunkan selawat Nabi. Warga Mekarsari, yang semula takzim mendengarkan pidato Andika, menjadi cair. Andika jadi rebutan untuk bersalaman dan swafoto. "Ini semacam minuman suplemen buat saya untuk terus bergerak dan sukses di pemilihan Gubernur Banten," ujarnya.
Andika adalah sulung dari tiga anak mantan Gubernur Banten Atut Chosiyah dan suaminya, Hikmat Tomet. Dinasti Atut menyiapkan Andika untuk meneruskan kepemimpinan di provinsi yang berbatasan dengan Jakarta ini. Andika maju sebagai calon wakil gubernur berpasangan dengan Wahidin Halim sebagai calon gubernur. Wahidin mundur dari keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 asal Partai Demokrat. Ia pernah menjabat Wali Kota Tangerang dua periode, 2003-2013.
Wahidin-Andika mendaftar sebagai calon kepala daerah Banten ke Komisi Pemilihan Umum Banten di Serang pada September lalu. Pasangan ini mendapat dukungan tujuh partai: Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Wahidin-Andika bertarung dengan pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief, yang dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai NasDem. Dua pasangan ini akan berebut suara sekitar 7,7 juta pemilih Banten dalam pemilihan yang berlangsung pada 15 Februari 2017.
Andika menamatkan pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Bandung. Ia melanjutkan studi ke Monash University, Melbourne, Australia, pada 2003. Sepulang dari Australia pada 2005, Andika melanjutkan kuliah di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan. Andika mendirikan beberapa perusahaan, di antaranya PT Andikapradana Utama, PT Pelayaran Sinar Ciomas Pratama, dan PT Ratu Hotel. Ia anggota DPR dari Partai Golkar periode 2009-2014.
Ibunda Andika, Atut Chosiyah, kini menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tangerang. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis hukuman penjara empat tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan kepada Atut, yang ketika itu Gubernur Banten nonaktif, pada September 2014. Atut dinyatakan terbukti bersama-sama menyuap Akil Mochtar—ketika itu menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi.
Besel Atut disalurkan melalui advokat Susi Tur Andayani untuk memenangkan gugatan yang diajukan pasangan Amir Hamzah dan Kasmin dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak, Banten. Mahkamah Agung memperberat hukuman Atut dari empat tahun menjadi tujuh tahun penjara pada Februari tahun lalu.
Bergabungnya Wahidin dengan Andika sempat mengejutkan karena selama ini Wahidin berseberangan. Beno Novitneang, Koordinator Forum Banten Bersih, menyatakan, ketika menjabat Wali Kota Tangerang, Wahidin adalah wali kota yang tak mudah diatur oleh Atut, yang ketika itu menduduki kursi Gubernur Banten. "Wahidin ini musuh politik Atut, sekarang menggandeng Andika, anaknya," kata Beno. Banten Bersih merupakan kelompok masyarakat yang telah lama mengawasi sepak terjang Atut dan keluarganya dalam pemerintahan.
Wahidin pun pernah secara terang-terangan menyatakan ketat membentengi Kota Tangerang agar dinasti Atut tak masuk ke proyek-proyek di kota itu. Ia mengatakan hal itu kepada Tempo tak lama setelah melepas jabatannya pada 2013. Ketika Wahidin menjabat Wali Kota Tangerang, Atut adalah Gubernur Banten. Dia menerapkan sistem tender secara online sehingga membatasi ruang permainan proyek yang terindikasi melibatkan keluarga itu.
Wahidin menyatakan, selama sepuluh tahun memimpin Kota Tangerang, dia sangat ketat dan memperingatkan Atut agar tidak merecoki pembangunan di Kota Tangerang. Bahkan Kota Tangerang menolak bantuan dana hibah di berbagai bidang, di antaranya di bidang kesehatan. "Sejak awal kami membentengi supaya mereka (Atut) tidak masuk," ujarnya.
Tak ada yang abadi dalam politik, Wahidin pun menerima ajakan anak Atut untuk berpasangan. Wahidin memiliki alasan memilih Andika. "Saya pilih dia (Andika) sebagai anak muda yang punya komitmen untuk Banten lebih baik," ucap Wahidin. Ia menyatakan Banten ke depan harus lebih baik. Pemerintahan, kata dia, juga harus bersih. Wahidin berjanji tidak melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme. "Saya akan berfokus di bidang kesehatan dan pendidikan," ujarnya.
Safril Elaine, juru bicara tim pemenangan Wahidin-Andika, mengatakan pasangan ini terbentuk karena mendapat restu keluarga besar Atut. "Ini memang keinginan Atut dan keluarga," kata Safril. Kepada Tempo, Wahidin mengakui pernah mengunjungi Atut ketika masih ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta. Ia membesuk Atut berdalih sebagai kawan. Menurut Wahidin, Banten harus dibangun dengan rasa saling mengasihi dan saling menyayangi. "Saya tidak ingin Banten ditaburi rasa kebencian dan permusuhan," ujar Wahidin.
Kemenangan Airin Rachmi Diany dalam pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan menjadi pendorong majunya Andika dalam pilkada Banten. Airin adalah istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik kandung Atut. Mahkamah Agung memperberat hukuman kepada Wawan menjadi tujuh tahun dari semula lima tahun di pengadilan tingkat pertama pada Februari 2015. Wawan terbukti menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar untuk pengurusan sengketa pilkada Lebak, Banten.
Meski diterpa isu korupsi yang dilakukan suaminya, Airin menang telak dalam pemilihan kepala daerah pada Desember 2015. Airin mengalahkan dua calon pesaingnya dengan mendapatkan 305 ribu suara atau hampir 60 persen dari total suara. "Kemenangan Airin membuat keluarga Atut bersemangat memajukan Andika," ujar Safril. Andika, kata dia, memposisikan Wahidin sebagai mentor untuk menjadi pemimpin yang bersih.
Dalam kampanye, Andika juga secara terbuka "menjual" nama Atut dan kakeknya, Tubagus Chasan Sochib. Masyarakat Banten cukup mengenal Chasan. Ia adalah pengusaha kaya sekaligus jawara di Banten. Andika tak memungkiri pengaruh Atut dan Chasan masih sangat kuat di kalangan masyarakat pemilih tradisional di Provinsi Banten. Andika memanfaatkan nama ibu dan kakeknya itu untuk mendulang dukungan dari masyarakat bawah Banten. "Saya adalah cucu dari Abah Chasan Sochib dan putra dari Bunda Ratu Atut Chosiyah," kata Andika.
Menghadapi dinasti Atut, Rano Karno berusaha menarik pemilih dengan menampilkan diri sebagai calon gubernur bersih dan antikorupsi. Ia "menjual" keberhasilannya menata anggaran Provinsi Banten sejak ia ditetapkan menjadi gubernur pengganti Atut pada Agustus tahun lalu. Dalam hampir setiap kampanye, Rano memperlihatkan keberhasilan lepas dari opini disclaimer Badan Pemeriksa Keuangan dalam laporan keuangannya, menjadi "wajar dengan pengecualian". "Meski belum mencapai opini 'wajar tanpa pengecualian', ini pencapaian yang patut diapresiasi," kata Rano.
Rano mengatakan Banten merupakan satu dari enam provinsi yang dipantau langsung Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena itu, ia berjanji membawa Banten keluar dari predikat provinsi korup. Rano mengambil calon wakil gubernur dari kalangan ulama Islam dan jawara Banten, Embay Mulya Syarif. Rano ingin menunjukkan politik Banten harus memperhatikan dua kekuatan, yakni kelompok nasionalis dan Islam. Embay adalah salah satu ketua di Majelis Ulama Indonesia Provinsi Banten.
Embay memiliki sejarah berseberangan dengan Chasan, ayah Atut. Misalnya, Embay merupakan tokoh yang bergerak aktif memperjuangkan berdirinya Provinsi Banten lepas dari Jawa Barat pada 2000. Sedangkan Chasan menolak lepasnya Banten dari Jawa Barat. Sebelum berpasangan dengan Rano, Embay adalah pendukung Wahidin Halim. Begitu Wahidin mengambil Andika sebagai pasangan, Embay sempat putus harapan pada Banten.
Menurut Embay, Banten telah rusak dan memiliki citra buruk akibat suburnya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia sedih melihat Banten selama dipimpin Atut. "Ada guyon, di Banten ada politik ampibi. Itu singkatan dari anak, mantu, paman, ibu, dan bibi jadi pemimpin," ujar Embay. Ia merujuk pada sejumlah anggota keluarga besar Atut yang memiliki jabatan politik penting di Banten. Juru bicara tim pemenangan Wahidin-Andika, Safril Elaine, menanggapi enteng tudingan politik dinasti ini. "Tidak ada undang-undang dan peraturan yang melarang politik dinasti," katanya.
SUNUDYANTORO, JONIANSYAH, WASI'UL ULUM, AYU CIPTA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo