Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

19 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pejabat Badan Keamanan Laut Tersangka Suap

KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut Eko Susilo Hadi karena menerima suap Rp 2 miliar terkait dengan pengadaan satelit monitoring, Rabu pekan lalu. Selain membekuk Eko, yang merupakan seorang jaksa, penyidik meringkus pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, sebagai pemberi suap, serta seorang anggota Tentara Nasional Indonesia, Danang Sri Radityo.

Keesokan harinya, komisi antikorupsi menetapkan Eko dan dua pegawai PT Melati sebagai tersangka. "Setelah pemeriksaan dan gelar perkara, diputuskan menetapkan empat tersangka," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo. KPK juga menetapkan Direktur PT Melati Technofo Fahmi Darmawansyah sebagai tersangka. Ia kini buron. Sedangkan untuk anggota TNI, KPK berkoordinasi dengan Pusat Polisi Militer TNI.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, duit suap itu pemberian pertama karena biaya komitmennya 7,5 persen dari nilai proyek yang mencapai Rp 200 miliar. Semula nilai proyek satelit monitoring itu sekitar Rp 402 miliar. Tapi, menurut Syarif, belakangan ada penghematan anggaran. "Jadi suap itu (Rp 2 miliar) pemberian pertama," katanya.

Eko tidak mau berkomentar saat ditanyai soal kasusnya. Ia memilih bungkam ketika keluar dari gedung KPK untuk menuju mobil yang akan membawanya ke Rumah Tahanan Kepolisian Resor Jakarta Pusat. Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya TNI Angkatan Laut Ari Sadewo mengatakan akan mempelajari kasus itu sebelum memberikan sanksi kepada Eko. "Kami dalami dulu kasusnya," ujarnya.

Operasi Satu Jam

PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Eko Susilo Hadi dan tiga orang lainnya pada Rabu pekan lalu dalam waktu satu jam. Berikut ini kronologi operasi itu.

12.30

» Penyidik memantau penyerahan uang kepada Eko Susilo Hadi di kantor Badan Keamanan Laut, Jalan Dr Soepomo, Jakarta Pusat. Uang diberikan Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

13.00

» Penyidik menangkap Hardy dan Adami di halaman parkir kantor Badan Keamanan Laut. Tim lain membekuk Eko di ruangannya. Dari tangan Eko, KPK menyita uang senilai Rp 2 miliar dalam pecahan dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.

13.30

» Tim KPK lalu menangkap Danang Sri Radityo di kantor PT Melati Technofo Indonesia, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Keempat orang itu dibawa ke kantor KPK.

Mohamad Sanusi Dituntut 10 Tahun

TERDAKWA kasus dugaan suap rancangan peraturan daerah reklamasi pesisir utara Jakarta dan perkara tindak pidana pencucian uang, Mohamad Sanusi, dituntut 10 tahun penjara. Jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi juga meminta majelis hakim Pengadilan Pidana Tindak Korupsi mencabut hak politiknya.

"Menuntut supaya majelis hakim memutuskan terdakwa bersalah," kata jaksa Ronald Worotikan saat membacakan surat tuntutan, Selasa pekan lalu. Menurut jaksa, Sanusi terbukti menerima suap Rp 2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja untuk memuluskan raperda reklamasi. Sanusi juga disebut terbukti melakukan pencucian uang Rp 45 miliar.

Sanusi akan melawan tuntutan itu pada sidang pembacaan nota pembelaan. Ia berjanji membawa bukti dirinya tidak bersalah dalam kasus itu. "Tapi saya tetap menghargai tuntutan itu," ujarnya.

Konflik PKS dan Fahri Hamzah Berlanjut

MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perdata Fahri Hamzah atas keputusan pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera. Tiga hakim perkara itu menilai keputusan petinggi PKS tersebut tidak sah.

"Dengan ini kami memutuskan tidak sah surat pemecatan Fahri Hamzah," kata ketua majelis hakim Made Sutrisna di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Hakim juga mengabulkan tuntutan ganti rugi yang diajukan Fahri. Mereka memerintahkan Dewan Pimpinan Pusat PKS membayar kerugian materi sebesar Rp 30 miliar kepada Fahri.

Fahri Hamzah bersyukur atas putusan tersebut. "Ini pelajaran penting bagi PKS supaya menjadi partai yang modern," ujarnya. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan keputusan pemecatan Fahri sudah final. "Dewan Pimpinan Tingkat Pusat sudah memutuskan banding," katanya.

Setya Novanto Diperiksa dalam Korupsi e-KTP

KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri 2011-2012, Selasa pekan lalu. Ia diperiksa sebagai saksi dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang menjadi tersangka kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi ini, yaitu mantan Direktur Administrasi Kependudukan Sugiharto serta mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pemeriksaan Setya untuk mengorek pertemuan-pertemuan pembahasan KTP elektronik di DPR. Setya ketika itu menjabat Ketua Fraksi Golkar. Sebelumnya, kepada penyidik KPK, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menuding koleganya di DPR itu menerima imbalan 10 persen dari anggota konsorsium pemenang tender proyek senilai Rp 6 triliun tersebut. Setya disebut membantu mereka mendapatkan tender. Menurut Febri, semua informasi itu sedang didalami. "Termasuk melakukan klarifikasi dan pendalaman informasi terkait dengan aliran dana," katanya.

Setya mengatakan, dalam pemeriksaan itu, ia mengklarifikasi isu-isu miring yang beredar mengenai dirinya terkait dengan proyek e-KTP. "Substansinya silakan saja tanya kepada pemeriksa," ujar Ketua Umum Golkar itu.

Revisi Undang-Undang MD3 Disepakati

RAPAT Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati usul revisi terbatas pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Undang-Undang MD3), Kamis pekan lalu. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan revisi akan dibahas pada masa reses.

"Revisi ini masuk Program Legislasi Nasional 2017. Tapi kalau memang perlu dibahas di masa reses akan disampaikan ke Badan Musyawarah untuk penjadwalan," kata Fahri, yang memimpin rapat paripurna itu. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebagai pengusul, akan melakukan rapat dengan Badan Legislatif untuk mengharmonisasi usul revisi.

Revisi aturan ini kemungkinan besar hanya menambah satu pasal. Pasal tersebut terkait dengan penambahan satu kursi pemimpin DPR yang akan dialokasikan untuk PDI Perjuangan. Menurut anggota Badan Legislatif dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima,partainya selaku pemenang pemilihan umum dan peraih kursi DPR terbanyak berhak mendapatkan kursi pemimpin Dewan. Saat ini lima pemimpin DPR diwakili Golkar, Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Demokrat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus