Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia Corruption Watch menemukan sejumlah kejanggalan dalam praktik pengadaan alat kesehatan masa pandemi Covid-19 yang berada di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
ICW menemukan mayoritas rencana pengadaan belanja dilakukan secara langsung.
Hanya sedikit pengadaan yang dilakukan melalui metode lelang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (CW) menemukan sejumlah kejanggalan dalam praktik pengadaan alat kesehatan di masa pandemi Covid-19 yang berada di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). ICW menemukan mayoritas rencana pengadaan belanja dilakukan secara langsung. Hanya sedikit pengadaan yang dilakukan melalui metode lelang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Dewi Anggraeni, menyatakan ada pemenang tender yang tidak memiliki pengalaman memadai di bidangnya. ICW menelusuri beberapa perusahaan yang memenangi lelang. Kenyataannya, perusahaan tersebut tidak memiliki pengalaman dalam pengadaan alat kesehatan. "Salah satunya adalah pengadaan bahan reagensia Covid-19. Dalam pengadaan tersebut, tidak ada informasi di kolom pemenang pada halaman LPSE," ucap dia, kemarin.
Namun, pada bagian hasil evaluasi, yang dibintangi adalah PT Ziya Sunanda Indonesia. Dari hasil penelusuran ICW, perusahaan tersebut lebih banyak mengikuti tender pembangunan jaringan dan kontraktor, bukan pengadaan alat kesehatan. Dalam keadaan darurat, kata Dewi, pemerintah dituntut melakukan pengadaan dengan cepat dan fleksibel. "Namun pengadaan tersebut harus tetap transparan dan akuntabel," katanya.
PT Ziya Sunanda merupakan perusahaan konstruksi yang dipimpin oleh seseorang bernama Herry Sunanda. Perusahaan itu tergabung dalam Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Dalam website Gapensi.or.id, perusahaan tersebut memiliki kualifikasi M1 atau kelompok usaha menengah dengan kekayaan bersih Rp 500 juta hingga Rp 2 miliar. Kemampuan klasifikasi M1 dalam melaksanakan pekerjaan di bidang konstruksi diukur dengan nilai 0 rupiah hingga Rp 10 miliar.
Pada tahun ini, PT Ziya tercatat mengikuti banyak lelang di sejumlah kementerian dan instansi negara. Di antaranya lelang di Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertahanan, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, hingga di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. PT Ziya mengajukan lelang belanja premi asuransi barang milik daerah dan bangunan di Badan Pengelola Aset Daerah.
PT Ziya juga tercatat mengikuti lelang di Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Kementerian Perhubungan, Pemerintah Kota Denpasar, hingga pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan. "Perusahaan ini memang lebih banyak mengikuti tender pembangunan jaringan atau kontraktor," ucap Dewi.
Tempo berupaya mengkonfirmasi PT Ziya Sunanda Indonesia dan Herry Sunanda melalui nomor telepon perusahaan yang tersedia di media sosial. Namun nomor telepon itu tak bisa tersambung. Perusahaan itu tercatat berada di Jalan Bangunan Barat No. 83 RT 05 RW 06, Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, DKI Jakarta.
ICW juga menyebutan dalam layanan LPSE ia menemukan 11 dari 74 rencana paket pengadaan langsung yang memiliki nilai melebihi ketentuan yang diperbolehkan dengan jumlah di atas Rp 200 juta per paket. "Padahal, dalam aturan disebutkan, pengadaan barang atau pekerjaan secara langsung hanya bisa dilakukan jika nilai pengadaannya tidak lebih dari Rp 200 juta," kata Dewi, kemarin.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan menganggarkan APBN dan APBN Perubahan senilai Rp 787,15 miliar untuk pengadaan paket yang berkaitan dengan Covid-19. Penganggaran juga ditambah dari alokasi Badan Layanan Umum senilai Rp 52 miliar dan dari pendapatan negara bukan pajak senilai Rp 502 juta. Dari jumlah penganggaran tersebut, secara keseluruhan dianggarkan melalui metode e-purchasing dan sisanya pengadaan dalam kondisi darurat. Selain itu, terdapat pengadaan melalui pengadaan langsung, tender cepat, dan berbagai metode lainnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Widyawati, belum bisa dimintai konfirmasi ihwal temuan ICW. Panggilan dan pesan pendek yang dikirim ke nomor ponselnya tak kunjung direspons.
Direktur Pengembangan Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik, Emin Adhy, menyatakan skema pengadaan alat kesehatan selama masa pagebluk memang dilakukan dengan berbagai cara. "Ada melalui tender langsung, pengadaan langsung, darurat, dan melalui metode e-purchasing," ucap dia.
Sejauh ini, dalam kanal belanja e-katalog, pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 31 triliun. Namun belanja itu tidak dibedakan untuk keperluan alat kesehatan atau bukan. Dari catatan dia, terdapat lima besar pemerintah daerah yang melakukan pengadaan melalui e-purchasing. Kementerian Kesehatan justru menduduki peringkat pertama dengan belanja mencapai Rp 1,9 triliun untuk produk lokal dan Rp 2,3 triliun untuk belanja impor.
FRISKI RIANA | ALEXANDRA HELENA (MAGANG) | AVIT HIDAYAT
15
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo