Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Rahmat Bagja, memperkirakan perkara pelanggaran administrasi pemilihan kepala daerah 2018 akan muncul setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan calon kepala daerah yang akan bertarung pada pilkada 2018. Dia mengatakan masih banyak komisioner Bawaslu daerah yang belum mengetahui tata cara persidangan untuk menangani pelanggaran administrasi pilkada 2018.
"Beberapa yang megang palu sidang pun banyak yang baru pertama kali seumur hidup," ucap Rahmat di D'Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, Ahad 11 Februari 2018.
Baca juga: Coklit Pilkada, KPU Curhat Soal Respons Masyarakat
Rahmat mengatakan Bawaslu sebenarnya telah melakukan pelatihan/bimbingan teknis (pimtek) untuk mengajarkan hal tersebut. Namun pimtek itu dinilai kurang efektif karena banyak yang tidur saat pembelajaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk itu, Bawaslu telah melakukan simulasi dari awal sampai penutupan persidangan. "Insya Allah, semua sekarang sudah berubah," ujarnya.
Selain permasalahan teknis persidangan, tutur Rahmat, masih ada masalah lain yang ada pada anggota Bawaslu. Masalah itu berkaitan dengan mental menghadapi tekanan massa di persidangan.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Bawaslu memiliki kewenangan baru. Salah satunya memutuskan perkara administratif secara langsung. Pasal 461 ayat 1 UU tersebut berbunyi: Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutuskan pelanggaran administrasi pemilu.
Bawaslu bukan lagi hanya lembaga pengawas, tapi juga lembaga peradilan. Penyelesaian pelanggaran administrasi pilkada 2018 akan mengikuti model persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini