Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komisi XIII DPR Minta Pemerintah Jangan Sampai Tabrak Konstitusi soal Transfer Napi Bali Nine

Anggota Komisi XIII DPR, Pangeran Khairul Saleh, meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan transfer of prisoners napi Bali Nine.

13 Desember 2024 | 18.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XIII DPR, Pangeran Khairul Saleh, meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan transfer of prisoners napi Bali Nine. Usai pemerintah memutuskan untuk memindahkan narapidana kasus narkoba Mary Jane Veloso ke negara asalnya Filipina, sejumlah negara juga meminta hal serupa, termasuk Australia untuk napi anggota Bali Nine.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Permintaan pemindahan narapidana oleh berbagai negara dapat menciptakan tantangan bagi penegakan hukum di Indonesia,” kata Pangeran dalam keterangan tertulis, pada Jumat, 13 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan, pemindahan tahanan asing ke negara asalnya bisa menjadi permasalahan baru dalam sistem hukum Indonesia, bila tanpa dasar hukum yang rigid. Bahkan, kata dia, bisa memperburuk ketimpangan sistem peradilan.

“Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan dalam sistem peradilan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum,” tutur dia.

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, sebelumnya mengatakan proses pemindahan terpidana Bali Nine ada di tangan otoritas Australia. “Bali Nine ini, sekarang bola ada di tangan pemerintah Australia,” kata Yusril di Gedung Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, pada Jumat, 6 Desember 2024.

Yusril sudah menyodorkan draf berisi syarat-syarat pemulangan terpidana Bali Nine kepada Australia. Draf tersebut, kata dia, sedang didalami oleh otoritas Australia.

“Kalau sekiranya sudah tidak ada perubahan, pun ada perubahan, ayo kita diskusi lagi. Jika (mereka) sudah sepakati, kami akan transfer Bali Nine itu ke Australia,” kata dia.

Yusril menyebut, pemindahan dapat dilakukan pada Desember ini jika pemerintah Australia segera menyepakati syarat yang diberikan Indonesia. Pemerintah menyatakan transfer of prisoners dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Namun, Pangeran mengingatkan bahwa proses pemindahan tahanan asing seharusnya memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi.

Terlebih lagi, di dalam UU itu juga harus ada aturan-aturan turunannya. “Kami berharap pemerintah lebih hati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai menabrak konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi,” ujar Pangeran. 

Dia juga menyoroti pertanyaan pakar soal pendekatan yang dilakukan pemerintah terkait keputusan transfer of prisoners. Pasalnya, Indonesia hingga saat ini belum memiliki undang-undang pemindahan narapidana.

Keputusan pemindahan tahanan asing dinilai berpotensi menimbulkan diskriminasi Indonesia dalam hukum. Sebab, pemerintah Indonesia pernah menolak transfer of prisoners untuk narapidana dari Australia, Schapelle Corby, dengan alasan ketiadaan undang-undang pemindahan narapidana di era pemerintahan sebelumnya. 

Pangeran khawatir akan ada anggapan bahwa Indonesia punya standar ganda dalam penegakan hukum. “Hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat dan komunitas internasional terhadap sistem hukum di Indonesia," kata dia.

Bali Nine sendiri merupakan julukan untuk sembilan narapidana asal Australia yang ditangkap di Bali karena tersangkut kasus sindikat narkoba pada 2005. Mereka terbukti menyelundupkan 8,2 kilogram heroin.

Sembilan narapidana itu adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrance, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, dan Martin Stephens. Kini tersisa sebanyak lima orang narapidana Bali Nine di Indonesia, yaitu Si Yi, Michael, Matthew, Scott, dan Martin.

Andrew dan Myuran telah dieksekusi mati pada 2015 dan Renae bebas pada 2018. Sementara Tan Duc meninggal dunia pada 2018 saat menjalankan pidana penjara seumur hidup.

Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus