KETUKLAH pintu rumah penduduk Desa Tegalsari, Pemalang, Jawa Tengah, dan kerbau akan melenguh. Didesa itu, tepatnya di Dukuh Dampit, kerbau memang berkandang di ruang tamu. Dari situ, bau pesing dan kotoran menyebar dengan sengit. Itu dulu. Penduduk dukuh di Kecamatan Ampelgading itu kini sudah tidak lagi kumpul dengan kerbaunya. Ternak itu kini sudah mempunyai "asrama" sendiri yang terawat baik, dan populasinya meningkat dengan cepat. Wajar bila akhir tahun lalu dukuh ini meraih juara I dalam lomba kelompok tani kerbau tingkat nasional. Hadiahnya lumayan: tropi dan piagam dari Presiden, serta uang Rp 1 juta. Dukuh yang rindang, dengan penduduk tak sampai 1.000 jiwa, itu kini naik daun. Bupati Pemalang, Slamet Hariyanto, merencanakan menjadikan dukuh itu sebagai Pusdiklat (pusat pendidikan dan latihan). Kelompok tani ternak di kabupaten itu akan diundang ke dukuh itu untuk belajar, hingga bisa mengembangkan peternakan di daerahnya. Peternakan yang dikelola Kelompok Tani Kerbau Ceblung ini memang masih berskala kecil, tapi besar menurut ukuran desa. Di Dampit kini ada 231 ekor kerbau, yang ditempatkan bersama dalam kandang yang memanjang di tepi Sungai Comal. Jumlah itu berarti hampir dua kali lipat dibanding 3 tahun lampau, saat kerbau masih menginap di ruang tamu. Ketika itu, Kepala Desa Tegalsari Amin Sujitno hampir putus asa. Sarannya agar penduduk pisah kebo, kurang mendapat sambutan. Penduduk mulai tertarik ketika Amin mengemukakan gagasan mendirikan barak panjang bagi kerbau. Kebetulan, di wilayah Dampit yang cukup subur itu - dan sepanjang tahun bisa ditanami padi, tebu, jeruk, dan palawija - terdapat tanah desa 1,5 hektar, persis di tepi sungai. Dibuatlah kandang memanjang beratap ilalang dengan konstruksi bambu. Dibuat juga semacam barak tempat istirahat dan tidur para penggembala. Para pemilik, yang kini berjumlah 97 orang, ditugasi mengawasi dan memelihara kebersihan kandang secara bergilir. Dinas Peternakan Pemalang pun aktif memberi penyuluhan dan, sejak pertengahan 1986, membantu melakukan inseminasi - kawin suntik. "Alhamdulillah, kini tak pernah ada anak kerbau yang mati," ujar Cariwan, Ketua Kelompok Ceblung, yang juga Kepala Dukuh Dampit. Kerbau pun kini gemukgemuk, dan bisa beranak setahun sekali. Sebelumnya, dua atau tiga tahun sekali. Dan selalu ada saja anak kerbau yang mati. Selain diternakkan, kerbau-kerbau itu juga dikaryakan. Untuk membajak, atau disewakan untuk menarik lori yang mengangkut tebu yang baru ditebangi. Dan masih ada lagi: kotorannya bisa dijual. Per kantung (40 kg) laku Rp 200. Satu kantung dihasilkan oleh kira-kira 2-3 ekor kerbau sehari. Dari penjualan kompos dan iuran para anggota, kini terkumpul Rp 2,2 juta. Dana itu dimanfaatkan untuk kegiatan simpan pinjam. Dukuh Dampit, agaknya, ingin membuktikan bahwa pisah kebo memang lebih baik ketimbang kumpul kebo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini