Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buruk muka, restoran disegel ?

Puluhan rumah makan di jakarta disegel tim gabungan, karena dianggap menunggak pajak. beberapa pengusaha rumah makan menolak dipersalahkan begitu saja ada tuduhan aparat dispenda menyeleweng. (nas)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECARA serentak, petugas bergerak di 5 wilayah DKI Jakarta awal pekan lalu. Mereka adalah tim gabungan, antara lain dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, Biro Ketertiban, juga dari kepolisian untuk pengamanannya. Lalu terjadilah adegan itu: ketika sejumlah pengunjung restoran baru menyelesaikan makannya, dan sejumlah lainnya hendak masuk, botol-botol kecap dan saus disingkirkan dari meja. Meja dan kursi pun dikemasi. Dan pemiliknya hanya bisa berdiam diri tatkala petugas menyegel rumah makan mereka, karena dianggap menunggak pajak. Wisma Tirtasari, Coffee House Pondok Surya, Sate Bangil, dan Rumah Makan Beringin ikut merasakan penyegelan tadi. Menurut Wakil Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) DKI Jakarta Maruli Tobing, ini baru tahap pertama. Tahap berikutnya, tercatat 281 badan usaha yang kini masih dalam taraf mendapat peringatan agar segera melunasi pajak pembangunan yang ditunggaknya. Kalau dalam batas waktu yang diberikan, uang pajak belum dibayar, usaha akan disegel. Bila pajak masih tertunggak sampai 21 hari setelah penyegelan, kekayaan wajib pajak akan disita - tanpa proses pengadilan. Dalam catatan Dispenda, sejak 1983/84 ada 1.024 wajib pajak di DKI Jakarta yang menunggak pembayaran pajak pembangunan. Nilainya Rp 3,6 milyar. Dari angka itu, 70 penunggak yang merasakan penyegelan pertama mempunyai andil Rp 1,2 milyar tunggakan. Umumnya, "mereka beralasan khilaf," kata Tobing. Sekarang, sudah 17 pekhilaf yang menyetorkan pajaknya setelah disegel - Rp 242 juta. Beberapa pengusaha restoran menolak dipersalahkan begitu saja. Seorang pemilik restoran terang-terangan mengakui melakukan tawar-menawar dengan petugas untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayarnya. "Saya jujur pun mereka nggak mau percaya. Mereka minta lebih besar," katanya berkilah. Sebuah angka dari salah satu rumah makan menyebutkan: wajib pajak minta agar pajak yang harus dibayarnya Rp 50 juta dan mengajukan bon penjualan sebagai bukti. Sedang petugas pajak menentukan Rp 120 juta. Setelah pemilik rumah makan ngotot menawar, akhirnya disetujui jumlah Rp 80 juta. Pemilik restoran lain mengaku terpaksa menawar lantaran takut pada penetapan nilai pajak secara keputusan secara jabatan. Ia bahkan menuding, sebagian pajak yang telah disetorkannya tidak dimasukkan dalam pembukuan Dispenda. Ia tahu tentang hal itu setelah pertengahan Januari lalu menerima surat peringatan terakhir, bahwa pada tahun 1985 pihaknya menunggak pajak Rp 4,5 juta. Selain harus melunasi tunggakan itu, ia harus pula membayar denda Rp 2 juta. Padahal, ia sudah melunasinya. Setelah menunjukkan bukti pembayaran, ternyata restorannya urung disegel. "Jadi, selama ini, uang setoran kami dikemanakan, kalau tidak mereka makan?" Kejujuran para pemilik rumah makan memang bisa diragukan. Tapi keadaan aparat Dispenda agaknya juga tak lebih baik. Buktinya, sebelum ada penyegelan, sejumlah wajib pajak - ya, para pemilik rumah makan itu -- yang keberatan dengan ulah aparat Dispenda, melayangkan laporan ke Opstib Pusat. Leo Tampubolon, yang menandatangani laporan tersebut, menyebut nama-nama aparat Dispenda Jakarta yang dianggapnya menyeleweng dalam laporannya, lengkap dengan daftar kekayaan masing-masing dan daftar kebejatannya di luar dinas. Terutama yang menyangkut soal wanita dan ijazah palsu. Tuduhan itu ditanggapi Gubernur R Soeprapto, "Kami sudah menugaskan tim dari Itwilprov.' Sedang Tobing, mewakili kepalanya, Sudarmo, membantah anggapan bahwa penyegelan terhadap penunggak pajak adalah balas dendam lantaran pihaknya dilaporkan ke Opstib. "Ah, nggak, operasi ini sudah lama direncanakan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus