Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden belum mengizinkan kepolisian memeriksa hakim konstitusi.
Istana menunggu hasil pemeriksaan internal yang dilakukan MKMK.
Hari ini MKMK membacakan hasil pemeriksaan terhadap dugaan pemalsuan putusan uji materi UU MK.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo belum mengizinkan penyidik kepolisian memeriksa hakim konstitusi dalam dugaan pemalsuan putusan uji materi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Penolakan Presiden itu tertuang dalam surat Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menjawab permohonan yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo melalui tim pengacaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bahwa permohonan Saudara tidak dapat ditindaklanjuti karena saat ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap hakim konstitusi dan panitera yang berkaitan dengan perkara dimaksud,” demikian petikan surat yang ditandatangani oleh Mensesneg Pratikno pada 15 Maret 2023 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zico menyayangkan jawaban dari Presiden atas permohonannya itu. Sebab, menurut dia, penanganan pidana di kepolisian bisa berjalan beriringan dengan proses administrasi di lingkup internal Mahkamah Konstitusi. “Penyelidikan di kepolisian kan lama, makanya saya ajukan bersamaan prosesnya dengan di lingkup internal MK,” kata Zico, kemarin. “Karena belum tentu proses pidana ini selesai sebelum putusan di MK.”
Dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Konstitusi itu terjadi pada uji materi Pasal 23 ayat 1 dan 2 serta Pasal 27 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Uji materi ini diajukan sebagai respons atas pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi pada 29 September 2022.
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. TEMPO/Subekti
Zico menemukan kejanggalan pada putusan MK atas uji materi tersebut. Sebab, putusan yang dibacakan berbeda dengan salinan yang ia terima. Pada putusan yang dibacakan terdapat frasa “dengan demikian”, sedangkan dalam salinan frasa itu berubah menjadi “ke depan”. Dia menduga perubahan itu memang disengaja sehingga patut diduga telah melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat.
Kejanggalan itu telah dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk diperiksa. Sedangkan untuk dugaan tindak pidana, Zico telah melapor ke Polda Metro Jaya. Bahkan, pada 7 Februari 2023, dia telah mengirim surat permohonan kepada Presiden melalui Mensesneg. Dalam surat itu, ia memohon agar Presiden memberikan persetujuan kepada penyidik untuk memeriksa hakim konstitusi. Permohonan inilah yang kemudian ditolak oleh Presiden melalui surat Mensesneg Pratikno yang ditandatangani pada 15 Maret lalu.
Zico mengatakan telah memberikan keterangan kepada MKMK. Keterangannya juga telah dikonfrontasi dengan sejumlah saksi. Salah satu keterangan yang telah dikonfrontasi adalah salinan putusan MK yang frasa “dengan demikian” telah dicoret dengan goresan tinta merah dan diubah menjadi “ke depan”. Dalam pemeriksaan itu, kata Zico, MKMK menunjukkan salinan yang berbeda dengan yang telah dilihatnya.
“Yang ditunjukkan justru salinan putusan yang terdapat tiga titik di bawah frasa ‘dengan demikian’,” katanya. “Saya sampaikan bahwa salinan itu berbeda dengan yang saya lihat sebelumnya, bahwa frasa ‘dengan demikian’ telah dicoret menggunakan pulpen merah dan diganti frasa ‘ke depan’.”
Zico menegaskan tidak akan menyerah jika putusan MKMK ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sejumlah upaya hukum sudah disiapkan, termasuk mengajukan kembali permohonan kepada Presiden. “Karena buktinya sudah nyata, bahkan ada rekaman CCTV yang memperlihatkan pergerakan panitera yang diduga meminta izin hakim konstitusi untuk mengubah putusan itu,” ucapnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi, Aswanto. Dok. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Tempo kemarin telah berupaya meminta tanggapan dari Mensesneg Pratikno serta Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan Hak Asasi Manusia, Jaleswari Pramodharwardani. Namun, hingga semalam, mereka tidak menjawab panggilan telepon dan pertanyaan yang dikirim melalui pesan pendek.
Sedangkan Staf Ahli Madya Kedeputian V Bidang Hukum, Ade Irfan Pulungan, mengatakan belum mengetahui surat Mensesneg yang menjawab permohonan Zico tersebut. “Saya cari tahu dulu,” ucapnya. Adapun Sekretaris Utama Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, mengatakan tidak menangani surat tersebut.
Tiga sumber Tempo yang dekat dengan Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyebutkan dua hakim konstitusi dan seorang panitera diduga berada di balik perubahan substansi putusan uji materi dengan nomor perkara 103/PUU-XX/2022 itu. Mereka mengatakan satu dari dua hakim konstitusi menyadari bahwa frasa “dengan demikian” akan membuka peluang putusan penggantian Aswanto digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. “Hakim konstitusi itu lalu berkoordinasi dengan panitera dan hakim konstitusi lainnya,” kata seorang sumber Tempo pada Februari lalu.
Setelah berkoordinasi, kata dia, seorang panitera diperintahkan mengubah frasa “dengan demikian” menjadi “ke depan”. Pergerakan panitera dari dua ruangan hakim konstitusi yang berbeda selama proses penggantian frasa tersebut terekam kamera CCTV di gedung Mahkamah Konstitusi. Rekaman CCTV ini sudah dipegang oleh MKMK.
Ketua MKMK, I Gede Dewa Palguna, membenarkan bahwa Majelis Kehormatan sudah memperoleh rekaman CCTV yang berhubungan dengan perubahan substansi putusan MK tersebut. Ia mengatakan rekaman CCTV itu menjadi petunjuk penting selain keterangan saksi-saksi. “Sejauh ini (rekaman CCTV dan keterangan saksi) masih sinkron. Belum ada pertentangan,” kata Palguna.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo