Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) mengeluarkan rekomendasi sanksi terhadap promotor dan ko-promotor disertasi Bahlil Lahadalia yang merupakan mahasiswa program doktoral di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI. Keputusan ini diambil setelah sidang etik yang menilai adanya pelanggaran dalam proses pembimbingan dan penyusunan disertasi Bahlil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor:Bagaimana Dua Anak Megawati Berseteru di Depan Jokowi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahlil sebelumnya diketahui menulis disertasi bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Bekerkelanjutan di Indonesia”. Disertasinya itu membawa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu maju dalam sidang terbuka promosi doktoral pada 16 Oktober 2024.
Akan tetapi berdasarkan dokumen risalah hasil rapat pleno DBG UI yang diperoleh Tempo, keputusan ini bersifat rekomendasi, sehingga sanksinya berada di tangan rektor.
Ketua DGB UI Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, rekomendasi tersebut telah diserahkan kepada tiga organ kampus lainnya, yaitu majelis wali amanat (MWA) UI, senat akademik, dan rektor, pada 14 Januari 2025, empat hari setelah rapat pleno digelar.
Namun hingga saat ini belum ada kepastian kapan rapat dari keempat organ kampus untuk memutuskan rekomendasi dari DGB.
"Rekomendasi sudah kami serahkan ke organ UI lain, yakni rektor, MWA, dan senat akademik. Memang notulensi hanya untuk internal DGB karena rapat empat organ yang akan memutuskannya," ujar Harkristuti melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo pada Ahad, 2 Maret 2025.
Rekomendasi Sanksi untuk Promotor dan Ko-Promotor Bahlil
Dokumen risalah tersebut mengungkap bahwa promotor dan ko-promotor memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Bahlil Lahadalia saat menjabat sebagai pejabat negara. Bahlil juga diduga mendapatkan perlakuan istimewa, mulai dari proses pembimbingan hingga kelulusan, termasuk perubahan penguji yang dilakukan secara mendadak.
Adapun sanksi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
Pertama, sosok yang menjadi promotor saat sidang tersebut adalah Chandra Wijaya. DGB UI merekomendasikan sanksi bagi promotor, yaitu larangan mengajar, membimbing, dan menguji selama minimal tiga tahun, penundaan kenaikan pangkat atau golongan selama tiga tahun, serta pengunduran diri dari jabatan strukturalnya sebagai Dekan.
Kemudian, ada Teguh Dartanto, selaku ko-promotor satu. Ia disarankan menerima teguran keras dan surat peringatan, serta penundaan kenaikan pangkat atau golongan selama maksimal dua tahun.
Selanjutnya Athor Subroto yang merupakan ko-promotor dua. DGB mekomendasikan sanksi berupa larangan mengajar, membimbing, dan mengujiselama tiga tahun, penundaan kenaikan pangkat atau golongan selama tiga tahun, serta pengunduran diri dari jabatannya sebagai Direktur SKSG.
"Kasus ini mencoreng reputasi akademik UI dan memberikan persepsi bahwa UI memberikan perlakuan istimewa bagi pejabat negara," tertulis dalam dokumen tertanggal 10 Januari itu. Tempo sudah meminta izin kepada Harkristuti untuk mengutip dokumen tersebut.
Respons Pihak Promotor dan Ko-Promotor
Ketika ditanya soal rekomendasi sanksi dari Dewan Guru Besar, Teguh Dartanto tidak berkomentar banyak. Ia sendiri menunggu keputusan dari UI.
"Saya menunggu keputusan resmi dari rektorat UI," ujar dia kepada Tempo saat dimintai konfirmasi pada Ahad, 2 Maret 2025.
Athor Subroto juga belum bisa berkomentar apa-apa sehubungan dengan keputusan dari sidang etik DGB tersebut. "Saya belum bisa berkomentar apa-apa dari risalah rapat DGB UI itu," ujar dia saat dihubungi secara terpisah, Ahad sore, 2 Maret 2025.
Secara terpisah, Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI Arie Afriansyah masih belum bisa memberikan konfirmasi sehubungan dengan rekomendasi dari hasil sidang etik DGB.
M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.