Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rencana Terowongan Silaturahmi dan Pembatasan Ibadah di Indonesia

Rencana pembangunan terowongan silaturahmi yang menghubungkan masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral menuai kritik. Masih banyak pembatasan ibadah.

9 Februari 2020 | 09.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui pembangunan Terowongan Silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral. Jokowi berharap penghubung di bawah tanah ini diharapkan menjadi simbol bagi kerukunan dan toleransi antar umat beragama.

Sementara itu, Direktur Riset Setara Institute, Halili, mengatakan Jokowi seakan melupakan hal yang lebih penting dalam membangun cita-cita kerukunan antarumat beragama. Indonesia hingga saat ini masih dihantui oleh sejumlah problem yang membuat umat beragama terbatas dalam beribadah.

Halili menyebut ada 3 persoalan yang semestinya bisa ditangani di level negara, yaitu regulasi, kapasitas aparat, dan penegakan hukum. “Ketiganya melampaui urgensi pembangunan terowongan" kata Halili kepada Tempo, Sabtu, 8 Februari 2020.

Menurut dia, pembatasan pembangunan rumah ibadah dan perusakan rumah ibadah masih menghantui Indonesia. Tempo menghimpun beberapa kejadian di antaranya.

1. Perusakan Balai Pertemuan di Tumaluntung

Baru saja tahun baru 2020 dimulai, Indonesia telah diterjang isu intoleransi. Pada akhir Januari, sebuah video beredar yang menunjukkan tindakan perusakan terhadap satu unit bangunan, dengan dalih penolakan pembangunan musala.

Belakangan, video itu terkonfirmasi terjadi di Balai Pertemuan Tumaluntung, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Balai ini rencananya akan dijadikan musala. Namun masyarakat menolak rencana itu, dengan dasar mayoritas warga adalah non muslim.

Mereka juga khawatir terhadap suara pengeras suara. Mereka juga takut dipidana menista agama jika memprotes kerasnya pelantang suara. Belakangan, polisi telah menetapkan tiga tersangka perusakan.

2. Pelarangan perayaan Natal di Dharmasraya

Menjelang akhir tahun 2019, Indonesia dihebohkan dengan kabar upaya pelarangan ibadah natal di Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat. Ibadah rencananya dilakukan di rumah pribadi dan di salah satu gedung umum di sana.

Warga di sana menolak dengan alasan adanya aturan ninik mamak yang membatasi ibadah natal. Pemerintah Daerah membantah tak menghalangi ibadah. Pemerintah mengatakan mengakomodir umat kristiani agar merayakan natal di luar wilayah mereka.

Belakangan diketahui pelarangan tak hanya dilakukan saat ibadah natal. Ibadah mingguan juga dilarang dengan dalih tak ada tempat ibadah khusus (gereja) yang dibangun di sana. Namun, izin pembangunan gereja yang diajukan, tak pernah disetujui.

3. Penolakan pembangunan Pura di Bekasi

Pada Mei 2019, penolakan pembangunan pura terjadi di Desa Sukahurip, Sukatani, Kabupaten Bekasi. Penolakan berasal dari sebagian penduduk yang kemudian membentangkan spanduk bertuliskan ancaman.

Masyarakat yang kontra beralasan pembangunan pura berdampingan dengan makam ulama. Adapun pembangunan pura diinisiasi oleh keluarga almarhum Anak Agung Oka Darmawan asal Bali yang telah lama tinggal di Desa Sukahurip. Lahan yang dipakai milik keluarga itu. Sejauh ini baru terdapat gapura ciri khas bangunan Bali di lokasi pembangunan.

4. Izin pendirian Gereja Pantekosta di Bantul dicabut

Bupati Bantul Suharsono mencabut izin pendirian Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu, dengan alasan melanggar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang tata cara pemberian IMB rumah ibadah pada Juli 2019. 

Dia mengatakan Gereja Pantekosta tersebut menjadi satu dengan rumah tinggal Pendeta Tigor Yunus Sitorus, sehingga tak bisa difungsikan untuk rumah ibadah. Gereja, kata Suharsono seharusnya tidak boleh sekaligus digunakan untuk tempat tinggal. Keputusan Bupati itu membuat pendeta dan setidaknya 50 jemaat gereja tersebut terpaksa menumpang beribadah di Gereja Kristen Jawa.

5. Pembakaran Musala Fatturahman di Jambidan, Bantul, Yogyakarta

Pada Maret 2018, Musala Fatturahman yang merupakan tempat ibadah milik pengurus cabang Muhammadiyah Banguntapan Selatan, terbakar. Pelaku diduga mengumpulkan alat-alat ibadah seperti sarung, sajadah, dan karpet musala di dekat mimbar imam di lantai dua musala. Pelaku kemudian membakarnya.

Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengatakan upaya pembakaran merupakan aksi teror, yang merusak demokrasi dan martabat Bangsa Indonesia. Hingga saat ini pelaku kasus ini masih belum terungkap.

6. Perusakan Kapel Santo Zakaria di Ogan Ilir

Kasus perusakan tempat ibadah juga terjadi di Desa Mekar Sari, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Pada 8 Maret 2018, Kapel Santo Zakaria dirusak oleh orang tak dikenal.

Belakangan, diketahui motif pelaku adalah murni karena kriminal. Kejadian ini merupakan buntut dari pemilihan kepala desa setempat.

7. Pembakaran Gereja di Aceh Singkil

Pada Oktober 2015, Indonesia digegerkan oleh kabar pembakaran Gereja Huria Kristen Indonesia di Desa Suka Makmur, Gunung Meriah, Aceh Singkil, Aceh. Perusakan ini dipicu oleh penolakan masyarakat yang tak puas pada pemerintah daerah. Sebab, pemerintah tak kunjung membongkar gereja yang dituding tanpa izin tersebut.

Akibat bentrok yang terjadi saat pembakaran terjadi satu orang meninggal. Hal ini kemudian diikuti dengan pembongkaran undung-undung Gereja Kristen Protestan Pak-pak Dairi (GKPPD) Desa Siompin, undung-undung Katolik Desa Mandumpang, dan Gereja Masehi Indonesia Injil Indonesia Desa Siompin.

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus