Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Timbang-timbang Jokowi di Puncak Koalisi

Anggota KIM membuka peluang Jokowi memimpin koalisi partai penyokong Prabowo-Gibran. Dikhawatirkan muncul dualisme kepemimpinan.

15 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah) dan Ketua Umum Parta Gerindra Prabowo Subianto (kedua kanan) menghadiri perayaan HUT Partai Golkar ke-59 di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (6/11/2023). HUT ke-59 Partai Golkar mengusung tema Golkar Menang Rakyat Sejahtera. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) membuka peluang Presiden Joko Widodo memimpin koalisi besar yang akan mengawal pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jika pasangan nomor urut 02 ini memenangi pemilihan presiden 2024. Tapi mereka perlu pertimbangan matang sebelum bersikap terhadap ide tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi mengatakan ide menjadikan Jokowi pemimpin koalisi yang disebut barisan nasional itu berasal dari Partai Solidaritas Indonesia. PAN dan PSI serta Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai Gelora, dan Partai Garuda merupakan anggota KIM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Viva mengatakan PSI belum pernah mengusulkan ide itu di lingkup internal KIM. Karena itu, kata dia, sebelum bersikap, PAN perlu mengetahui lebih dulu dasar pemikiran ide tersebut. “Koalisi juga belum membahasnya. Kami belum ada keputusan,” katanya, Kamis, 14 Maret 2024.

Ia menduga ide PSI tersebut bertujuan agar Jokowi tetap berperan dalam pemerintahan mendatang meski mantan Wali Kota Solo itu tak lagi menjadi presiden. Sebab, keberadaan Jokowi dibutuhkan untuk membantu pemerintahan Prabowo-Gibran nanti. Misalnya, Jokowi dapat membantu pemerintah membangun swasembada pangan, air, dan energi. “Saya rasa Jokowi mampu merealisasi itu,” kata Viva.

Menurut Viva, anggota KIM memang tengah mempertimbangkan untuk melanjutkan koalisi mereka setelah Pemilu 2024. Koalisi itu akan direalisasi dalam pemilihan kepala daerah serentak pada November tahun ini. Tapi kesolidan KIM di konteks pilkada belum tentu berjalan baik karena konfigurasi politik nasional berbeda dengan situasi politik di daerah. 

“Tak mungkin seratus persen terjadi karena konfigurasi politik nasional itu berbeda dengan di daerah,” ujar Viva.

Awal bulan ini, elite PSI menggelindingkan ide untuk mendorong Jokowi menjadi pemimpin koalisi besar partai politik pendukung Prabowo-Gibran. Koalisi itu akan mengawal pemerintahan Prabowo-Gibran pada periode mendatang.

Ketua Dewan Pembina PSI Jeffrie Geovanie menyebutkan Jokowi pantas menjadi ketua "barisan nasional" yang memimpin semua partai politik pengusung Prabowo-Gibran. Ide Jeffrie itu diungkapkan saat wawancara di kanal YouTube Podcast Zulfan Lindan Unpacking pada 1 Maret lalu.

Ketua Umum Pro Jokowi (Projo) Budie Arie Setiadi di Kantor DPP Projo, Jakarta, 6 Juli 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis

Ketua Umum Pro-Jokowi (Projo)—kelompok pendukung Jokowi dalam Pemilu 2014 dan 2019— Budi Arie Setiadi juga mewacanakan Jokowi menjadi pemimpin koalisi besar partai politik. Menteri Komunikasi dan Informatika itu mengatakan agenda tersebut akan berjalan ketika Jokowi bergabung ke Partai Golkar.

“Dulu saja ditanyain Gibran jadi cawapres mungkin apa enggak? Ya, mungkin,” kata Budi Arie di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Maret lalu.

Budi menilai konsep tersebut patut dipertimbangkan. Sebab, Jokowi juga masih menjabat presiden hingga tujuh bulan mendatang. 

Hasil rekapitulasi sementara pemilu anggota legislatif di Komisi Pemilihan Umum, perolehan suara Partai Golkar berada di posisi kedua. Partai berlambang beringin itu hanya kalah oleh PDI Perjuangan. Hampir pasti, di antara semua anggota KIM, Golkar akan meraih kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat. 

Selanjutnya, hasil sementara pemilihan presiden menunjukkan kemenangan Prabowo-Gibran. Pasangan nomor urut 02 ini unggul di semua provinsi, kecuali Aceh, Sumatera Barat, dan Jakarta. Jagoan Koalisi Indonesia Maju ini mengalahkan dua rivalnya, yaitu Anies Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Pemenang pemilihan presiden ini akan dilantik pada 20 Oktober mendatang. Mereka akan menggantikan Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Ketua DPP Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan partainya belum dapat menilai usulan Jokowi menjadi pemimpin koalisi partai penyokong Prabowo-Gibran tersebut. Alasannya, Golkar masih berkonsentrasi mengawal rekapitulasi suara. Di samping itu, Golkar belum membahas ide dari elite PSI tersebut. 

Dave mengatakan Golkar mesti melihat alasan dan argumentasi dari ide tersebut. Meski begitu, kata Dave, pemikiran Jokowi tetap dibutuhkan di masa mendatang. "Alasannya, Jokowi berhasil memimpin Indonesia selama dua periode," katanya, Kamis kemarin. 

Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) didampingi Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kanan), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kantor DPP PAN, Jakarta, 2 April 2023. ANTARA/Aprillio Akbar

Sekretaris Jenderal DPP PBB Afriansyah Noor tidak mempermasalahkan usulan tersebut. Ia mengatakan PSI seharusnya menawarkan idenya itu ke anggota KIM, lalu dibahas bersama-sama.

“Tapi (pembahasannya) harus menunggu pengumuman hasil pilpres lebih dulu,” kata Afriansyah. 

Ia juga mengingatkan anggota koalisi untuk mempertimbangkan potensi dualisme kepemimpinan antara Jokowi dan presiden terpilih nantinya. Karena itu, Afriansyah menyarankan presiden terpilih yang memutuskan pemimpin koalisi partai penyokong pemerintah. 

Wakil Menteri Ketenagakerjaan itu yakin pemerintahan mendatang akan memberi peran penting kepada Jokowi, khususnya dalam memberi masukan dan arahan kepada pemerintah. 

Juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra tak bersedia mengomentari ide elite PSI tersebut. Adapun Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman belum membalas pertanyaan Tempo mengenai hal ini.  

Wakil Ketua Umum Gerindra Irfan Yusuf Hasyim enggan mengomentari ide tersebut. Ia berdalih tidak mengikuti perkembangan politik nasional karena tengah berada di Jawa Timur. “Sudah lama tidak berkomunikasi dengan kawan-kawan Jakarta,” katanya. 

Adapun Sekretaris Jenderal Partai NasDem Hermawi Taslim serta juru bicara Partai Persatuan Pembangunan Usman M. Tokan tidak bersedia mengomentari rencana tersebut. Berbeda dengan keduanya, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera justru menolak ide tersebut. Mardani berpendapat presiden terpilih yang seharusnya memimpin koalisi partai pendukung pemerintah. Mardani khawatir partai politik akan mengultuskan Jokowi, yang berpotensi berdampak buruk terhadap demokrasi. “Menurut saya, biarkan Jokowi pensiun,” ujarnya. 

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan ide tersebut sangat berbahaya bagi sistem berpolitik, bernegara, dan berkonstitusi Indonesia. Sebab, ide itu akan membuka jalan seorang figur untuk memimpin banyak partai politik. 

“Kita bisa kembali ke Orde Baru yang otoriter,” ucapnya, kemarin.

Ia berpendapat konsep Jokowi menjadi pemimpin koalisi besar partai politik itu akan menutup ruang berdemokrasi. Sebab, partai pendukung pemerintah akan mendominasi parlemen. Dampaknya, DPR dapat saja membuat undang-undang secara ugal-ugalan untuk kepentingan pemerintah. “Penyeimbang jadi tak jalan,” katanya.

Agung melanjutkan, dampak buruk lainnya, peran masyarakat berpeluang direduksi. Masyarakat sipil bisa saja tak diberi ruang untuk mengawasi proses pembentukan undang-undang. “Ada kekhawatiran muncul undang-undang seperti omnibus law yang tak melibatkan partisipasi publik.”

HENDRIK YAPUTRA | DANIEL A. FAJRI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus