Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERTEMUAN dengan sepuluh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara, Maret lalu, masih membekas dalam ingatan Gatot Pujo Nugroho. Bertempat di salah satu ruangan lantai dasar Hotel Saudara Syariah, Medan, Gubernur Sumatera Utara ini diundang membahas santernya wacana penggunaan hak interpelasi atas pemakaian dana talangan.
Mewakili sejawatnya, Ketua DPRD Sumatera Utara Ajib Shah mengatakan siap meredam hak interpelasi itu sepanjang Gatot punya "pengertian". "Kode 'pengertian' itu artinya harus ada uang," kata Gatot menceritakan kembali pertemuan itu kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Khawatir interpelasi berujung pada pemakzulan, Gatot menyanggupi permintaan tersebut. Peserta pertemuan malam itu sepakat membentuk koalisi strategis, dan berjanji mencari dukungan ke fraksi masing-masing. Dari kalkulasi yang ditulis whiteboard, para anggota Dewan menjanjikan sedikitnya 55 dari 100 suara akan menolak interpelasi. Sekitar pukul 22.30, pertemuan itu usai dan mereka meninggalkan hotel.
Gatot mengaku lupa nama-nama peserta pertemuan, tapi ia ingat asal partainya, yakni Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Amanat Nasional. Saat diperiksa penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi, dia memastikan peserta yang hadir setelah diperlihatkan masing-masing anggota Dewan.
Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara Japorman Saragih mengakui ada anggotanya yang hadir dalam pertemuan itu. Dari laporan anggota fraksinya, yang hadir Ajib Shah dan beberapa orang dari PAN, Gerindra, serta PKS. "Saya mendengar informasi itu," ujarnya. Ajib Syah belum bisa dimintai komentar tentang pertemuan itu. Namun, saat diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 7 September lalu, dia membantah pernah menerima uang dari Gatot. "Tidak ada bagi-bagi uang," kata politikus Golkar ini
Dalam Sidang Paripurna DPRD Sumatera Utara, 20 April lalu, upaya interpelasi kepada Gatot mental. Dari 88 anggota yang hadir, 52 menolak interpelasi. Tidak lama setelah itu, Gatot mengaku menyebar Rp 10 juta untuk setiap orang yang mendukungnya. Aliran duit inilah yang belakangan masuk radar komisi antikorupsi yang berkantor di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Dugaan suap ini terendus dari pengakuan Gatot ketika ia beberapa kali diperiksa sebagai tersangka atas dua kasus di KPK. Pertama, kasus dugaan suap kepada tiga hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan terkait dengan gugatan keabsahan pengusutan kasus bantuan sosial dan hibah Sumatera Utara 2012-2013 di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung. Adapun satu kasus lagi adalah dugaan suap ke Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella sehubungan dengan pengaturan kasus bansos di Kejaksaan Agung. Gatot kini ditahan KPK di Rumah Tahanan Cipinang dan berstatus gubernur nonaktif.
Dari pengakuan Gatot ke KPK sepanjang Agustus-September lalu, terungkap ia telah menggelontorkan miliaran rupiah ke puluhan anggota DPRD Sumatera Utara untuk mengamankan sejumlah kebijakannya di Dewan sepanjang 2012-2015. Pada 2012, Gatot adalah pelaksana tugas gubernur. Kebijakan yang diamankan Gatot itu adalah persetujuan laporan pertanggungjawaban gubernur 2012-2014, persetujuan perubahan APBD 2013-2015, dan pengesahan APBD 2014-2015.
Selasa pekan lalu, KPK menetapkan Gatot sebagai tersangka suap untuk pengamanan interpelasi 2015 dan beberapa kebijakannya di Dewan itu. Komisi juga menetapkan lima anggota DPRD Sumatera Utara 2009-2014 sebagai tersangka. Selain Ajib Shah yang saat itu menjadi anggota, mereka adalah Saleh Bangun, ketua dari Fraksi Demokrat; Kamaludin Harahap, wakil ketua asal PAN; Sigit Pramono Asri dari PKS; dan Chaidir Ritonga, wakil ketua dari Golkar. Kelimanya juga terpilih sebagai anggota DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dengan Ajib Shah sebagai ketua dan empat lainnya anggota.
Menurut Gatot, KPK sudah memegang 89 nama anggota DPRD 2009-2014 dan periode 2014-2019 sebagai penerima aliran dana dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Daftar panjang suap ke Dewan itu dicatat dalam file berformat Microsoft Excel. "Lengkap, berapa yang diterima tahap pertama, tahap kedua, sekaligus dicantumkan pula sumbernya dari mana," tuturnya. Nama paling atas adalah Ketua DPRD Sumatera Utara 2009-2014 Saleh Bangun.
Modus pencairan dana oleh anggota Dewan itu, menurut Gatot, tidak langsung melalui tangannya. Ketika sudah meloloskan kebijakan atau meredam interpelasi, mereka langsung meminta kepada para pejabat SKPD yang ditunjuk Gatot. "Sejak sebelum saya menjabat gubernur, penggelontoran uang SKPD untuk DPRD sering terjadi," katanya. Sebelum menjadi orang nomor satu di Sumatera Utara, Gatot pernah menjabat pelaksana tugas gubernur dan wakil gubernur.
Aliran duit dari pejabat SKPD ini biasanya diserahkan ke koordinator untuk selanjutnya disebar ke tiap pimpinan atau anggota DPRD. Dalam hal pembatalan interpelasi 2015, misalnya, Gatot menyebutkan nama politikus Golkar, Indra Alamsyah, sebagai operator. Pemilik Hotel Saudara Syariah ini kemudian membagikan uang itu ke 45 anggota Dewan. Dihubungi Tempo pada Rabu pekan lalu, Indra mengaku tak tahu soal itu.
Sebagian anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 sudah mengembalikan duit dari Gatot itu ke KPK. Salah satunya anggota DPRD periode 2014-2019, Brilian Moktar, asal Fraksi PDI Perjuangan. "Saya mengembalikan uang sekitar Rp 195 juta ke KPK," kata Brilian.
Pengembalian dana ke KPK juga dilakukan Evi Diana Sitorus, anggota DPRD periode 2009-2014. Evi adalah istri Tengku Erry Nuradi, saat ini wakil Gatot di pemerintahan dan Ketua Partai NasDem Sumatera Utara. Menurut Erry, istrinya itu mengembalikan duit Rp 100 juta dari Gatot ke KPK. "Dia itu hanya anggota biasa yang tidak punya kapasitas menentukan, dan punya niat baik untuk mengembalikan, jadi tolong dilihat dari situ," katanya.
Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan dugaan suap ke pimpinan dan anggota DPRD periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini terbilang sangat besar. "Banyak sekali dan masif, dilihat dari jumlah pelaku ataupun jumlah dananya," ujarnya.
Adapun untuk pihak yang sudah mengembalikan dana ke KPK, menurut Wakil Ketua KPK yang lain, Johan Budi Sapto Pribowo, mereka belum tentu lepas dari jeratan hukum. "Perlu diuji kembali apakah pengembalian uang menghilangkan tindak pidananya atau tidak," katanya. "Itu tidak dapat digeneralisasi."
Wakil Sekretaris Partai Golkar Sumatera Utara Horas Sitompul mengatakan tidak tahu-menahu soal dugaan suap yang menjerat sejumlah kader Golkar di Medan itu. Dia meminta KPK tidak tebang pilih mengusut tuntas anggota DPRD yang diduga menerima sogokan dari Gatot. "KPK jangan tebang pilih," tuturnya.
Anggota Fraksi Gerindra di DPRD Sumatera Utara, Ramses Simbolon, membantah tudingan bahwa fraksinya kerap mendukung kebijakan Gatot karena mendapat uang. Termasuk penolakan fraksinya terhadap interpelasi Gatot. "Itu karena ada instruksi dari pusat," katanya.
Muhamad Rizki (Jakarta), Sahat Simatupang (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo