Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belum disahkannya Rancangan Undang-Undang atau RUU Masyarakat Adat menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Nasional ke-VII Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pemerintahan yang dianggap makin sentralistik membuat masyarakat adat khawatir tanahnya bakal diambil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perjalanan kita saat ini sangat berat," kata Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam pembukaan Rakernas AMAN ke-VII, di Rejang Lebong, Bengkulu, Jumat, 17 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMAN dan koalisi masyarakat sipil sebenarnya telah menginisiasi pembahasan RUU Masyarakat Adat sejak 2009. RUU ini diharapkan bisa menjadi payung hukum bagi pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.
Namun, sudah dua dekade RUU tersebut tak kunjung disahkan atau bahkan dibahas. RUU tersebut hanya bolak-balik masuk Program Legislasi Nasional, namun tidak pernah disahkan untuk dibahas di tingkat paripurna.
Kosongnya aturan tingkat nasional mengenai pengakuan masyarakat adat inilah yang membuat Rukka ketar-ketir. Dia mengatakan selama ini pengakuan terhadap masyarakat adat dan wilayahnya hanya disahkan melalui peraturan tingkat daerah seperti peraturan daerah atau keputusan gubernur.
Mekanisme itupun butuh waktu yang panjang, karena pengesahan terhadap pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat. AMAN mencatat hingga awal 2022 baru ada 158 peraturan tingkat daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat di seluruh Indonesia.
Rukka mewanti-wanti masyarakat adat belum bisa bernapas lega meskipun dengan adanya aturan-aturan daerah tersebut. Dia menilai kebijakan di Indonesia belakangan ini makin sentralistik. Misalnya dengan pengesahan Undang-Undang atau UU Cipta Kerja yang banyak menarik wewenang penerbitan izin dari daerah ke pusat.
Rukka khawatir kecenderungan penerbitan izin yang sentralistik itu akan menyebabkan keberadaan peraturan daerah tentang masyarakat adat bakal mudah dikesampingkan. Dalih Proyek Strategis Nasional, kata dia, akan mudah digunakan untuk mengambil alih tanah adat yang bahkan sudah disahkan melalui peraturan daerah.
"Sifat sentralistik dari UU Ciptaker ini yang menjadi musuh kita bersama," ujar dia.
AMAN menggelar Rapat Kerja Nasional ke VII di Kabupaten Rejang Lebong selama 3 hari pada 17-19 Maret 2023. Acara akan berpusat di Kutei Lubuk Kembang yang merupakan salah satu kawasan adat yang telah diakui melalui surat keputusan Gubernur Bengkulu.
Rakernas ini merupakan tindak lanjut dari Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Papua pada Oktober 2022. Dalam Rakernas ini akan dibahas rancangan kerja organisasi untuk 5 tahun ke depan. Dibuka dengan kirab budaya, Rakernas juga akan diisi oleh panggung budaya dan ditutup dengan pembacaan hasil Rakernas pada Ahad, 19 Maret 2023.