Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Satu Tapi Tersebar

Rencana pemerintah menggabungkan akademi-akademi kesenian negeri menjadi satu institut, untuk mengkoordinasikan & mengefisiensikan biaya. Masing-masing tetap di tempatnya & pusatnya di Jakarta. (pdk)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMINAR Seni Rupa di Yogya barusan itu diselenggarakan STS RI sebagai sub-proyek pengembangan Institut Kesenian Indonesia (IKI). Pemerintah sudah sejak 1971 merencanakan menggabungkan akademi-akademi kesenian negeri menjadi satu institut. Menurut Doddy Tisna Amidjaja, salah satu sebabnya "untuk mengkordinasikan dan mengefisienkan biaya." Tujuh perguruan tinggi kesenian akan tergabung dalam IKI: Akademi Seni Tari Indonesia di Yogya, Denpasar dan Bandung, Akademi Seni Karawitan Indonesia di Solo dan Padang Panjang, Akademi Musik Indonesia di Yogya dan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia Asri di Yogya. Tapi meski akan dijadikan satu, menurut rencana, masing-masing akan tetap di tempatnya sekarang, dan pusamya telah dipilih di Jakarta. Menurut Edhie Kartasubarna, Kepala Proyek Pengembangan IKI: "Hal itu diharapkan agar akademi-akademi itu tetap menghasilkan kesenian khas daerahnya. Kecuali itu, kita juga tak mungkin mewujudkan satu kampus komplit dalam waktu singkat. " Dirjen Doddy, yang merasa mendapat "Warisan IKI" bercerita "Pertama-tama mungkin yang harus dijelaskan ialah pemindahan akademi kesenian itu dari Ditjen Kebudayaan ke Ditjen Pendidikan Tinggi. Itu keputusan Menteri P&K lewat SK 20 Maret 1976. Dan itu dilakukan untuk memperoleh corak universiternya. Nah, karena sejenis, semuanya tentang kesenian, ada ide untuk digabung jadi satu dengan nama Institut Kesenian Indonesia. Agar saling membuahi. " Tapi, dengan masih mangkalnya akademi-akademi itu di kota masing-masing, apakah saling membuahi itu bisa dicapai? "Yang penting aspek polcynya. Kalau akademi-akademi itu berdiri sendiri-sendiri sulit memandang masalahnya secara keseluruhan. Dengan adanya IKI, itu gampang dilakukan. Tentu saja, kondisi tersebar itu tidak ideal. Pusat ada di Jakarta, jurusan tersebar di daerah. Jelas kalau belum ada akademi-akademi kesenian itu, IKI akan lebih mudah diselenggarakan." Dosen Seniman Masalah lain yang timbul ialah soal dosen. Tapi ini bukan masalah yang baru ada karena IKI. Tapi soal lama: tentang dosen yang seniman. Dosen seniman itu memang ahli di bidangnya, tapi ijasahnya biasanya hanya SD atau SLP saja. "Di perguruan tinggi memang ada dua jenis pengajar: yang keilmuan dan yang keahliannya diperoleh dari jalan non-formal. Ketika masih di bawah Ditjen Kebudayaan itu sudah jadi persoalan. Tentu, kami ingin mengangkat orang yang mendapat keahlian secara non-formal itu sesuai dengan keahliannya. Ini memang tidak gampang," kata Doddy. Atau menurut Edhie Kartasubarna: "Soal pengajar yang seniman memang sedang dicari kriterianya. Akan dimasukkan ke mana mereka. Ada yang usul disamakan saja dengan sarjana. Tapi ada yang protes. " Di ASKI Solo, yang berdiri sejak 1964, pada 1974 ketika Sedyono Humardani menjabat direkturnya sudah memperjuangkan soal dosen seniman itu. Olehnya diusulkan supaya mereka dimasukkan saja ke golongan III. Sampai sekarang memang belum dikabulkan. Barangkali masih menunggu terwujudnya IKI. Lalu, tentang IKI itu, apakah para direktur akademi kesenian sudah menyetujuinya? Kata Abdul Kadir, Ketua STSRI: "Itu sudah jadi keputusan pemerintah, jadi ya, tentu Asri setuju saja. Bagaimanapun, toh akan mengundang makin terasa? "Tidak harus seperti yang dilakukan Sardono dengan mengtungkan Asri secara oranisatoris." Kata Soedarsono, direktur ASTI Yogyakarta:- "Pokoknya untungnya banyak. Salah satunya adalah tentang pengadaan dosen. Masalah pengelolaan anggaran menjadi jelas, status lulusan juga jadi jelas. Sekarang ini 'kan namanya akademi, jadi meluluskan sarjana tidak boleh. Padahal dibutuhkan di sini. Dengan IKI akan ada sarjana tari." Itu sejalan dengan yang dikatakan Suhastjarja, Ketua AMI Yogya: "Jadi nanti bisa meluluskan sarjana. Program seniman tetap jalan. Kalau sekolah kesenian tidak menghasilkan seniman 'kan janggal. Untungnya lagi, fasilitas penelitian akan bertambah. Juga kerja sama bisa lebih ditingkatkan." Menurut Sedyono Humardani, itu memang banyak untungnya. Tapi kalau berbicara soal mutu, katanya "tergantung anggaran nantinya." Dan apakah IKI nantinya akan mempengaruhi perkembangan kesenian kita, misalnya saling pengaruh antara cabang keseniadakan pertunjukan yang interdisipliner sifatnya (Yellow Submarine) karena adanya LPKJ yang mempunyai jurusan bermacam cabang kesenian," jawab Sedyono. Yellow Submarine adalah sebuah pertunjukan panggung yang melibatkan banyak cabang kesenian seni tari, drama, film, musik, seni rupa dan pembacaan puisi, yang dipentaskan pertama kali sebagai ucapan perpisahan kepada Ali Sadikin menjelang turun sebagai Gubernur DKI. Lalu kapan IKI yang sudah banyak disebut-sebut ini akan terwujud? Menurut Menteri P&K Daoed Joesoef baru-baru ini, perguruan tinggi negeri yang ke-41 itu akan segera diwujudkan. Dia tak bilang kapan ancer-ancernya. Tapi kata Dirjen Doddy, "perlu ada seminar atau lokakarya secepatnya untuk membicarakan segala sesuatunya." Dan salah satunya adalah Seminar Seni Rupa kemarin itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus