Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAMA tak terdengar kasusnya, Kejaksaan Tinggi Papua tiba-tiba menahan bekas Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Marthen Luther Rumadas, Kamis dua pekan lalu. Tersangka pembobol Rp 23 miliar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 dan 2011 provinsi termuda itu meringkuk di penjara Abepura di Jayapura, ibu kota Papua.
Sejatinya, Rumadas ditahan bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua Barat Yosef Johan Auri dan Direktur Utama PT Papua Doberai Mandiri, Mamad Suhadi. Tapi, baru sepekan menghuni sel, keduanya disergap serangan jantung. Yosef dirawat di ruang super-VIP Rumah Sakit Daerah II Jayapura dan Mamad di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. "Mereka pelaku utama kasus ini," kata Nikolaus Kondomo, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua, seusai eksekusi.
Pelaku lain bikin kening berkerut: 43 anggota DPRD Papua Barat. Artinya, semua anggota legislatif di Manokwari ini menjadi tersangka, dikurangi satu orang yang meninggal tahun lalu. Kejaksaan Tinggi mengumumkan penyidikan dengan status tersangka untuk 44 orang itu pada 2011. Dengan alasan penahanan saat itu bisa mengganggu jalannya pemerintahan Papua Barat, eksekusi baru dilaksanakan setelah Rumadas pensiun.
Menurut jaksa, mereka menikmati uang Rp 22 miliar yang ditarik Rumadas dari kas operasional PT Papua Doberai, perusahaan daerah yang didirikan pada 2007, ketika provinsi ini terbentuk. Dibangun untuk menarik investasi, jangkauan bisnis perusahaan ini sangat luas: dari usaha pertambangan minyak dan gas serta nonmigas, percepatan infrastruktur, pengelolaan aset, hingga penjaringan investor dalam dan luar negeri.
Modal pertama Rp 100 miliar disisihkan dari dana otonomi khusus sebesar Rp 1,7 triliun. Setahun berikutnya, APBD Papua Barat kembali menyuntikkan modal operasional, sebanyak Rp 25 miliar. Di sinilah Rumadas dan anggota DPRD mulai memain-mainkan uang perusahaan. Modusnya terekam dalam kesaksian para anggota Dewan di depan penyidik Kejaksaan Tinggi.
Menurut Nikolaus, setahun setelah dilantik menjadi anggota DPRD provinsi baru, 44 anggota Dewan periode 2009-2014 itu mengeluh tak punya "dana operasional" untuk bekerja. Maksudnya adalah mereka tidak punya rumah dan mobil. "Tolong Bapak Ketua cari uang buat kami," ujar Nikolaus mengutip kesaksian anggota Dewan.
Ketua DPRD Yosef Auri, yang tergerak oleh rengekan anggotanya, lalu menemui Rumadas. Ia dianggap sebagai orang yang tepat. Selain sekretaris daerah, ia anggota direksi PT Papua Doberai dan Ketua Tim Anggaran Papua Barat. Untuk urusan uang, Rumadas yang pegang. Rumadas menjadi orang kepercayaan Gubernur Abraham Oktavianus Atururi menghela birokrasi provinsi bekas Kabupaten Irian Jaya Barat ini.
Keduanya mendiskusikan cara memberi upeti kepada para anggota Dewan. Pinjam ke bank awalnya dijadikan opsi, tapi gugur karena para politikus ini tak punya jaminan. Cara terakhir ditempuh, yakni mengajukan pinjaman kepada PT Papua Doberai.
Rumadas pun meneken surat nomor 900/937/GPB/2010 pada 17 September 2010, yang berisi pengajuan pinjaman Rp 15 miliar. Yosef Auri lalu menyetujuinya. Rupanya, uang itu tak cukup memenuhi " kebutuhan" semua anggota DPRD. Pengajuan berikutnya dilayangkan setelah APBD 2011 diketuk dan disahkan legislatif. Besarnya Rp 7 miliar.
Selain memuluskan izin pencairan, Rumadas membuat surat kepada Direktur Utama PT Papua Doberai, Mamad Suhadi, memerintahkan pengeluaran uang tersebut. Menurut Nikolaus, Mamad mengantarkan sendiri uang itu kepada Rumadas dua kali, 15 November 2010 dan 7 Februari 2011. "Semuanya tunai," kata Nikolaus.
Dari Rumadas, uang itu diberikan kepada Yosef, yang meneruskannya ke semua anggota Dewan melalui ketua fraksi. Setiap anggota mendapat Rp 400-500 juta. Karena pinjaman, uang tersebut harus dikembalikan kepada PT Papua Doberai pada bulan yang ditentukan: Juli 2011.
Skenario dan pencairan ini tak diberitahukan kepada Gubernur Abraham Atururi. Rumadas beralasan saat itu pemerintahan dalam masa transisi karena baru terbentuk. "Sehingga Sekretaris Daerah yang menjadi kuasa anggaran," ujar pria 62 tahun ini.
Rumadas beralasan ia menyetujui skenario Yosef Auri itu karena, saat mendiskusikan pencarian uang, ia diyakinkan tak akan terkena kasus hukum. Dan surat yang ditekennya, kata Rumadas, hanya berisi persetujuan atas permintaan Yosef Auri, bukan ia yang mengajukan lalu Yosef menyetujuinya sebagai Ketua DPRD.
Apa pun alasannya, jaksa menganggap pembagian uang tersebut sebagai korupsi. Soalnya, bancakan dana operasional itu sudah direncanakan secara matang. Pencairan uang oleh Mamad Suhadi dari rekening PT Doberai dilakukan hanya beberapa jam setelah kas pemerintah provinsi mentransfernya.
Selain itu, tak ada pengembalian uang oleh anggota Dewan sampai hari yang ditentukan. Karena itu, jaksa mengumumkan status tersangka untuk semua anggota DPRD pada Juli 2011. Setelah penyidikan dimulai, anggota Dewan ini jeri juga. Secara bertahap mereka mengembalikan uang hingga terkumpul Rp 19 miliar.
Nasi sudah jadi bubur, uang sudah jadi rumah dan mobil. Kejaksaan Tinggi Papua, yang menangani hukum di Provinsi Papua dan Papua Barat, tetap mengusut kasus ini hingga melakukan penahanan. "Pengembalian uang tak menghilangkan tindak pidana," ujar Elieser Hutagalung, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua. "Dua bulan dari sekarang mudah-mudahan sampai penuntutan."
Masalahnya, jika semua anggota DPRD ditahan, badan legislatif Provinsi Papua Barat bakal kolaps. Karena itu, Elieser memutuskan hanya menahan tiga tersangka. Adapun 42 anggota DPRD lainnya dibiarkan bebas sampai pemilihan umum legislatif digelar pada April 2014. "Setelah itu, mereka kami tahan," kata Elieser.
Rumadas tak terima dengan alasan Elieser. Menurut dia, 42 anggota Dewan itu mesti masuk penjara seperti dirinya. "Mereka yang makan uangnya," ujar Rumadas. "Saya hanya mengeluarkan disposisi bahwa uang itu bisa dipinjam." Ia kini menggantikan Mamad Suhadi sebagai Direktur Utama PT Papua Doberai. Ia dilantik awal Juli sebelum ditahan.
Menurut Elieser, kasus korupsi berjemaah ini mencatatkan sejarah kasus paling besar secara nilai dan jumlah tersangka di Papua. "Kami sedang mengerjakan beberapa kasus korupsi, ini yang paling besar," kata Elieser. Ia menduga ada penyelewengan lebih besar dalam pengucuran anggaran untuk PT Doberai.
Soalnya, sejak didirikan, perusahaan ini tak pernah memberikan laporan pertanggungjawaban kegiatan ataupun keuangan, di luar hasil nyata atas usahanya. Padahal setiap tahun kas daerah Papua Barat tak pernah absen memberi modal. "Memang belum pernah dibuat laporan pertanggungjawaban," ujar Albert Macpal, juru bicara pemerintah Papua Barat.
Maria Hasugian, Jerry Omona (Jayapura)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo