DALAM usaha pertanian satu traktor tangan sanggup menggarap
sehektar sawah dalam tempo 3 hari. Bila dikerjakan dengan tenaga
manusia selama waktu tersebut untuk luas areal yang sama,
diperlukan 40 tenaga. Maka Sesdalopbang, Solichin GP, dua pekan
lalu mengunjungi beberapa desa di Jawa Barat. Maksudnya:
menjajagi reaksi warga desa kalau saja usaha penggunaan traktor
itu lebih digalakkan.
Satu di antara 3 desa yang dikunjungi Solichin adalah Desa
Sukatani di Kecamatan Cilamaya Kabupaten Karawang. Desa ini
memiliki 45 dari 215 buah traktor tangan yang ada di kabupaten
tersebut. Menurut petani pemilik traktor maupun kepala desa
Mansyur kegunaan traktor besar sekali. Diperhitungkan ongkos
penggarapan sawah dengan traktor lebih murah Rp 10 ribu
dibanding ongkos untuk tenaga manusia. Itu sebabnya mereka
menganggap penggunaan traktor bagi usaha pertanian perlu
diteruskan.
Masdepi, pemilik 3 hektar sawah di Desa Jatinom Kecamatan
Susukan Kabupaten Cirebon menunjang pendapat tadi. Namun satu
masalah yang kemudian timbul adalah semakin produksi meningkat
semakin diperlukan pula kecepatan memproses selanjutnya.
Kesimpulannya: petani perlu pula diberi kredit alat pengeringan
dan perontokan padi, kata Masdepi.
Penganggur
Lain jawaban petani pemilik traktor atau petani pemilik sawah,
lain pula jawaban petani yang bergelimang di sawah semata-mata
sebagai buruh. "Sejak adanya traktor banyak orang yang
menganggur di desa ini," ucap Mintra, 43 tahun, seorang petani
Sukatani. Menurut Mintra ia ingin mengemukakan banyak hal
tentang itu kepada Sesdalopbang Solichin. Tapi "saya takut sama
Mantri Pertanian," katanya.
Lurah Sukatani Mansyur membantah cerita Mintra. Untuk menggarap
sawah seluas 1315 hektar di desanya menurut Mansyur tak sedikit
digunakan penggarap dari luar daerah: Pemalang, Brebes, Tegal,
Indramayu. Kesimpulannya, tenaga penggarap di Desa Sukatani
kurang.
Masalahnya memang menarik. Keterangan seorang pejabat kabupaten
hampir sama dengan cerita Mansyur. Yakni digunakannya traktor di
Karawang selama ini untuk mengisi kekurangan tenaga. Sebab sejak
1976 tak kurang dari 400 kepala keluarga penduduk hijrah ke luar
Jawa sebagai transmigran.
Namun lain pula cerita Garjito Wignyo Wardoyo SH dari Kantor
Resor Tenaga Kerja Kabupaten Karawang. Menurut Garjito, pada
saat-saat sawah di Karawang hanya tinggal menunggu panen
tercatat jumlah penganggur 39 ribu orang. Itu sebabnya ia tak
setuju kalau penggunaan traktor di daerahnya disorong-sorongkan
terus. Sebab hal itu katanya akan menambah jumlah penganggur
tadi. "Memang penganggur musiman, tapi mereka tetap
memusingkan," kata Garjito.
Tak adakah usaha pemerintah menyalurkan tenaga penganggur tadi
ke bidang lain? Tak kurang dari 363.310 orang pada 1977 dan
161.960 orang pala 1978 ditampung dalam beberapa proyek padat
karya. Karena usaha semacam itu hanya sewaktu-waktu saja, usaha
lain tetap harus dipikirkan.
Bagaimana komentar Sesdalopbang Solichin sendiri? Menurut dia,
menggarap sawah dengan cangkul sudah tidak efektif lagi. Namun
perlu tidaknya penggunaan traktor di sawah-sawah petani terus
digalakkan, katanya tergantung tanggapan petani secara
keseluruhan. Maksudnya, "jangan sampai kemajuan ini mematikan
para petani kecil."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini