Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENDERU dan terbang rendah, helikopter TNI Angkatan Udara itu bergerak seperti capung mabuk: oleng dan menukik. Sarmin, pencari rumput, tiba-tiba melihat bunga api menyembur. Capung besi itu menyeret kabel listrik, meledak, lalu menyuruk ke kebun tebu Desa Wanasari, Cipunagara, Subang, Jawa Barat.
Pada Selasa siang yang mendung pekan lalu itu, Sarmin bersama dua rekannya, Jojo dan Wanda, bergegas ke tempat kecelakaan. Seorang tentara terlihat berlari dan berteriak minta tolong. Belakangan diketahui ia bernama Prajurit Dua Rindi W., satu di antara dua awak heli. "Badan dan pakaiannya terbakar. Hanya kulit punggungnya yang selamat," kata Sarmin.
Ketiga pencari rumput itu berusaha mematikan api yang membakar tubuh Rindi. Sang prajurit justru berteriak, "Di dalam masih ada orang!" Kemudian ia pingsan. Sejurus kemudian,ledakan kembali mengagetkan para penolong. Heli itu hancur berkeping-keping. Sarmin dan dua temannya kemudian menemukan jasad Letnan Satu Penerbang Hengky Saputra Jaya, sang pilot, tertelungkup di tanah.
Heli jenis Bell-47 G Soloy itu milik Skuadron 7 yang bermarkas di Pangkalan Udara Suryadharma, Kalijati, Subang. Menurut Marsekal Pertama Chaerudin Ray, juru bicara Markas Besar Angkatan Udara, heli itu jatuh sekitar 30 kilometer dari pangkalan saat terbang latihan.
Letnan Kolonel Penerbang Ras Rendro Bowo, Komandan Pangkalan Udara Suryadharma, mengatakan usia tua bisa jadi adalah penyebab jatuhnya heli. Capung besi itu buatan Swiss pada 1976. Dibeli dari Amerika Serikat 30 tahun lalu, heli itu pernah dimodifikasi pada 1984 di Australia. Termasuk yang jatuh, Angkatan Udara memiliki satu skuadron (12 unit) heli jenis ini.
Ini kecelakaan kedua sepanjang 2008 yang menimpa helikopter milik Angkatan Udara. Januari lalu, heli TwinPack jatuh di Pekanbaru dan menewaskan seorang pengusaha Singapura. Angkatan Laut kehilangan satu panser amfibi yang tenggelam saat latihan di perairan Situbondo, Jawa Timur, 2 Februari lalu. Enam prajurit Marinir tewas dalam insiden ini.
Setelah kecelakaan ini, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan akan melihat kembali kondisi alat utama sistem persenjataan milik tentara. Ia berjanji akan mengumpulkan Panglima TNI dan para kepala staf angkatan pada pekan-pekan ini. "Kita akan susun peta jalan sistem persenjataan kita," ujarnya Rabu pekan lalu.
Tentara Nasional Indonesia kini memang bersandar pada peralatan tua. Rata-rata kesiapan ketiga angkatan hanya sekitar 60 persen. Artinya, dari setiap 10 alat persenjataan, hanya enam yang bisa dipakai. Sisanya rusak dimakan usia. Menurut catatan Departemen Pertahanan, tingkat kesiapan 74 pesawat tempur milik Angkatan Udara bahkan hanya 42 persen.
Sebagian besar peralatan yang masih siap dipakai pun tak muda lagi. Contohnya, 50 peluru kendali Rapier milik Angkatan Darat sudah berusia 28 tahun. Lalu, dari 756 tank milik Angkatan Darat, 435 di antaranya rusak. Usia kapal perang Angkatan Laut pun rata-rata di atas 25 tahun. Kendaraan-kendaraan tempur milik Marinir juga sudah mendekati 40 tahun (lihat "Loyo di Darat, Laut, Udara").
Yuddy Chrisnandi, anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, menilai terbatasnya anggaran pertahanan mempengaruhi kondisi persenjataan itu. Mestinya, kata dia, anggaran minimal untuk pertahanan negara Rp 70 triliun per tahun. "Tahun ini hanya separuhnya. Itu pun masih dipotong 15 persen," ujar politikus Partai Golkar itu. Pemotongan 15 persen itu adalah inisiatif pemerintah dengan alasan penghematan anggaran negara.
Dengan dana terbatas, menurut Yuddy, alokasi untuk pemeliharaan persenjataan yang sudah uzur pun jadi kurang. Begitu pula dana untuk membeli suku cadang. "Yang terjadi sekarang ini kanibalisme: mencopot suku cadang satu alat untuk dipasangkan ke alat lain," kata Yuddy, yang oleh Kaukus Politisi Muda Parlemen ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan Bayangan.
Juwono Sudarsono mengatakan belum ada rencana untuk membuang alat-alat tua itu. Ia menyadari anggaran pertahanan bukan prioritas tertinggi pemerintah. "Kita harus sadar, peningkatan anggaran pertahanan akan berarti tertundanya pembangunan-pembangunan sekolah dan rumah sakit," katanya.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso pun meminta anak buahnya merawat alat persenjataan dengan sabar dan teliti. "Dengan begitu, usia pakainya semakin panjang dan selalu siap beroperasi," katanya saat meresmikan tiga kapal perang baru milik Angkatan Laut.
Sistem yang ringkih ini membuat Indonesia sebenarnya sangat rawan dari serangan. "Negara ini terjaga bukan oleh sistem pertahanan yang andal, tapi karena dilindungi Tuhan," kata Yuddy Chrisnandi. "Juga karena tetangga-tetangga kita tak menyerang."
Budi Setyarso, Nanang Sutisna (Subang), Adi Mawardi (Surabaya)
Loyo di Darat, Laut, Udara
Sebagian besar peralatan militer Indonesia sudah uzur. Ini sebagian di antaranya.
TNI Angkatan Laut
Peralatan Kritis | Jumlah | Keterangan |
---|---|---|
Kapal Perang | 56 | Usia > 25 Tahun |
Pesawat | 63 | Usia > 25 Tahun |
Marinir | 439 | Mendekati 40 Tahun |
Tingkat Kesiapan | Unit | Kelayakan |
---|---|---|
Kapal Perang | 143 | 65% |
Kapal | 312 | 82% |
Pesawat Udara | 64 | 52% |
TNI Angkatan Darat
Peralatan Kritis | Jumlah | Keterangan |
---|---|---|
Rudal Rapier | 50 | Buatan 1980 |
Rudal Pertahanan Udara | 13 | Buatan 1980 |
Tank | 756 | Rusak 435 |
Panser | 540 | Buatan 1950-1992 |
Meriam | 476 | Rusak 272 |
TNI Angkatan Udara
Peralatan Kritis | Jumlah | Keterangan |
---|---|---|
Pesawat F-5 E-F | 1 Skuadron | 2010 |
Pesawat Hawk MK-53 | 1 Skuadron | 2011 |
OV-10 Bronco | 1 Skuadron | 2007 |
Hercules C-130 B | 2 Skuadron | Upgrade |
Pesawat Fokker-27 | 1 Skuadron | 2008 |
Tingkat Kesiapan | Unit | Kelayakan |
Pesawat Tempur | 74 | 42% |
Pesawat Angkut | 49 | 62% |
Pesawat Intai | 3 | 33% |
Helikopter | 49 | 70% |
Pesawat Latih | 57 | 58% |
Satuan Radar | 17 | 94% |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo