Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahasiswi UNJ yang menolak ajakan DA, seorang dosen UNJ, akan mendapat nilai mata kuliah yang jelek.
Dosen UNJ, DA, diduga berkali-kali menggoda mahasiswinya lewat pesan WhatsApp.
Pihak kampus berencana memanggil DA, dosen UNJ.
JAKARTA – AS, 24 tahun, masih mengingat isi rayuan dosen kimia Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berinisial DA kepadanya pada Agustus 2019. Saat itu DA mengirim pesan bernada menggoda kepada SA, mahasiswi UNJ, padahal keduanya baru saling mengenal secara kebetulan. Pesan dari DA itu diduga merupakan bagian dari bentuk pelecehan seksual secara verbal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AS mengatakan semula DA mengirim ucapan selamat berakhir pekan kepadanya. Tapi, pada pesan berikutnya, ia lantas mengajak AS untuk kencan bersama. “Beliau tanya apa sudah punya pacar atau belum dan ingin menemani saya bermalam mingguan,” kata AS kepada Tempo, Rabu, 8 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Isi pesan dari DA itu membuat AS selalu waswas setiap kali melewati gedung Islamic Development Bank atau IDB II UNJ. DA berkantor di bangunan yang juga disebut Gedung Raden Dewi Sartika itu.
DA sebenarnya tidak pernah mengajar AS karena berbeda jurusan. Pertemuan pertama keduanya justru terjadi ketika AS menemani temannya yang tengah menjalani bimbingan skripsi dengan DA pada awal Agustus 2019. Setelah bimbingan skripsi itu, AS menemukan sebuah kalung yang diduga milik mahasiswi yang juga dibimbing oleh DA.
Esok harinya, AS menghubungi DA untuk meminta nomor mahasiswi yang diduga pemilik kalung tersebut. Bukannya memberikan nomor kontak yang diminta, DA justru menanyakan hal pribadi kepada AS. Bahkan DA mengajak AS bertemu, saling berkenalan, serta ajakan berakhir pekan bersama.
Aksi damai meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menindak tegas pelaku kekerasan seksual dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan kampus, di depan kantor Kemendikbud, Jakarta. ANTARA/Sigid Kurniawan
Kasus dugaan pelecehan seksual secara verbal ini sebelumnya viral di media sosial Twitter. Seorang warganet mengirimkan tangkapan layar percakapannya dengan dosen tersebut. Tangkapan layar itu dikirim dalam kolom balasan cuitan akun @AREAJULID yang sedang membahas mengenai chat bernada mesum seorang dosen kepada mahasiswinya.
Dalam tangkapan layar itu, misalnya, DA mengucapkan “I Love U” kepada seorang mahasiswi bimbingannya. DA juga bahkan terang-terangan mengajak mahasiswi tersebut menikah.
Pesan mesum DA kepada mahasiswinya diduga cukup banyak dan berulang kali terjadi. Misalnya, seorang alumnus UNJ berinisial NA mengaku pernah menjadi korban DA.
Ia menceritakan, DA pernah menuliskan nomor ponselnya di kertas ujian pada 2006. Lalu DA meminta NA menghubungi nomor kontak tersebut. Karena tak kunjung dihubungi, DA lantas memberi nilai jelek atas ujian tersebut.
Dalam kesempatan lain, saat antre mengambil revisi skripsi, nama NA tak kunjung dipanggil oleh DA. Ia pun menghampiri DA dan menanyakan hasil revisi skripsinya. “Dia jawab, ‘Punya kamu ada di mobil saya. Ayo ikut’,” ujar NA.
NA mengikuti pelaku ke area parkir sambil mengirim pesan ke temannya agar segera menghampirinya. DA lantas berubah sikap begitu mengetahui NA disusul temannya. DA kemudian menyampaikan bahwa revisi skripsi NA sangat banyak. Karena itu, NA diminta menemui DA di rumahnya.
Skripsi NA juga sempat terbengkalai selama dua tahun karena ia berhenti ke kampus setelah mengetahui DA pernah mau mengelus perut temannya yang sedang hamil. ”Akhirnya saya stop ke kampus sejak itu,” katanya.
Pada 2013, NA menjalani sidang skripsi sambil disaksikan ibunya dari luar ruangan. Ibunya melihat pelaku memperhatikan anaknya dari atas ke bawah. Tapi ibu NA terus memberi dukungan ke putrinya agar tidak takut.
EM, alumnus UNJ, pernah menyaksikan langsung kelakuan genit DA saat mengajar. EM mengatakan DA kerap memanggil "sayang" kepada mahasiswinya dengan nada menggoda. Ia bahkan terang-terangan mengajak seorang mahasiswi untuk umrah bersama dan menikah di Arab Saudi. Ajakan itu disampaikan di dalam ruangan yang terdapat banyak mahasiswa.
“Beberapa teman lain juga pernah diajak pulang kampung bersama, satu mobil. Juga ajakan lainnya, seperti bertandang ke rumah mahasiswa,” kata EM.
EM dan teman-temannya sudah melaporkan kelakuan DA ke dosen lainnya dan kepala program studi sejak 2017 hingga 2019. Namun laporan itu tak ditanggapi. Pihak program studi hanya meminta mahasiswa bersabar dan memaklumi perilaku DA karena masih melajang. Padahal kejadian yang dialami rekan-rekannya terulang di angkatan berikutnya.
Koordinator Space UNJ, Aprilia Resdini, mengatakan, sejak 2019 hingga kini, ada tujuh mahasiswi berbagai angkatan yang melaporkan dugaan pelecehan seksual dengan pelaku yang sama, yaitu DA. Dari laporan yang masuk, bentuk pelecehan yang dialami korban serupa, yaitu merayu atau menggoda lewat pesan WhatsApp. Misalnya, DA mengajak menikah, melamar, mau menjemput, mengundang mahasiswi ke ruangannya, hingga mengajak bimbingan di luar jam kampus.
“Ini sudah enggak wajar karena ada beberapa orang yang bilang perilaku dosen ini hanya bercanda, wajar karena belum nikah. Tapi, menurut kami, ini di luar hal wajar dari hubungan dosen dan mahasiswa,” kata April.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkategorikan perilaku tersebut sebagai kekerasan psikis karena terdapat unsur pemaksaan. Selain itu, ada pola relasi tidak seimbang. “Sudah laki-laki dan perempuan, mahasiswi dan dosen pula. Itu, kan, pola relasi tidak seimbang,” kata Abdul.
Menurut Abdul, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu mengatur orang yang secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Selain itu, Abdul berpendapat perbuatan DA termasuk kategori kekerasan seksual yang termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Pasal 5 Peraturan Menteri itu mengatur bahwa kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk kekerasan seksual itu, antara lain, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban.
DA tidak menjawab permintaan konfirmasi Tempo melalui pesan WhatsApp. Ia juga tak mengangkat telepon saat dihubungi.
Kepala Media Humas UNJ, Syaifudin, mengatakan pihak kampus berencana memanggil dekan, ketua program studi, dan DA. Mereka akan dimintai keterangan atas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Ia mengatakan, jika DA terbukti bersalah, pihak UNJ akan memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan.
Adapun Sekretaris Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Paristiyanti, mengatakan masih berkoordinasi dengan pihak UNJ mengenai kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Ia juga menegaskan bahwa pihak kampus harus melindungi korban dan segera melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 30 Tahun 2021 tersebut.
“Kementerian akan mengawal dan mengakselerasi serta memonitor dan mengevaluasi ketat agar (kasus ini) tuntas sekaligus mencegah kasus yang akan datang,” katanya.
FRISKI RIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo