Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Setelah Seluruh Lantai Dibersihkan

Perusuh yang menduduki masjidil haram menyerah pada hari ke-14. pemimpinnya muhammad ibn abdullah al-qahtani al-quraisyi meninggal. tindakan kelompok ini karena resah akan kepincangan sosial. (ag)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RABU 5 Desember Masjidil Haram masih memancarkan bau tak sedap. Terkadang tercium bau kotoran manusia dan sekali-sekali menusuk hidung bau mayat. Tapi sejak pagi-pagi sehari sebelumnya di masjid itu sudah tak terdapat para perusuh yang sempat mendudukinya selam 4 hari. Dan hari itu para petugas kebersihan terlihat membasuh hampir seluruh bagian mesjid. Dengan sapu maupun kain pel. Slang-slang karet sebesar kaki malang-melintang di mana-mana. Sementara itu tentara Kerajaan Saudi terlihat berkelompok-kelompok sambil mengusir setiap penonton yang mencoba melewati pagar halaman masjid. Kesibukan begini lebih terlihat lagi sampai Kamis sore, sebab menjelang magrib Raja Khalid dengan puluhan pengiringnya akan bersembahyang di masjid itu. Dan sejak Jumat pagi Masjidil Haram mulai dibuka untuk umum, meskipun di setiap pintu paling sedikit 2 orang tentara mengawasi setiap pengunjung dengan teliti. Bekas-bekas pertempuran antara para perusuh dengan tentara kerajaan masih terlihat hampir di seluruh sudut masjid. Sebagian besar pintu rusak bahkan Babus Salam yang sempat didobrak tank tentara kerajaan ketika berusaha mendesak para perusuh, rusak berat sehingga harus diganti. Beberapa meter di kanan Pintu Umroh, buku-buku perpustakaan yang telah hangus sebagian masih berserakan di sela-sela permadani yang hitam bekas dimakan api. Sebuah jendela di perpustakaan ini terkelupas. Bagian dalam di tempat Sa'i, yaitu antara Sofa dan Marwa, mengalami ke rusakan paling berat dibanding bagian bagian lain. Hal ini mudah dimaklum bila diingat bahwa pos pertahanan utama tentara kerajaan berada di Jalan Falaq dan Jalan Jiad yang nnenghadap persis ke tempat Sa'i tadi. Ruang dalam kubah Sofa penuh lubang, bahkan beberapa relief hiasannya remuk bekas tembakan senjata berat. Keadaan serupa terlihat pula pada loteng-loteng yang menghubungkan Sofa dan Marwa, sementara pada pilar-pilar terlihat peluru meninggalkan bekas berupa lubang-lubang sebesar tinju Pilar-pilar masjid di ruang dalam tak luput dari sasaran Bahkan pada 2-3 pilar masih terlihdt peluru lengket pada lubang yang dibuatnya. Lubang angin di beberapa bagian masjid terlihat sumbing. Semua bekas tembakan itu tampaknya berasal dari luar masjid. Tentara Kerajaan Saudi baru dapat menguasai seluruh Masjidil Haram dari pendudukan para perusuh Selasa 4 Desember, jam 02.00. Tiga hari sebelumnya, Ahad, tentara kerajaan mencoba menggelindingkan ban-ban mobil yang sedang dibakar ke ruang bawah tanah, tempat terakhir para perusuh bertahan. Usaha ini rupanya tak berhasil memancing mereka keluar dan menyerah. Demikian pula ketika pada Ahad sore dan hampir sepanjang Senin tentara menyemprotkan gas air mata ke mulut-mulut ruang bawah itu. Malahan angin kencang yang bertiup di Kota Mekah hari Senin itu telah menebarkan gas air mata tadi ke rumah-rumah penduduk sekitar masjid. Beberapa petugas haji dan pegawai di (Perwakilan) KBRI Mekah yang berkantor tak jauh dari sana terpaksa mengungsi ke Jeddah. Usaha terakhir tentara kerajaan dilakukan pada Senin malam, 3 Desember. Slang-slang plastik dijulurkan ke tangga depan pintu bawah tanah sambil menyemprotkan air. Bersamaan dengan itu para perusuh diteriaki dengan ancaman, jika tak menyerah air yang mulai merembes ke-270 ruang di bawah tanah itu akan diisi dengan aliran listrik. Dan berhasil. Tak lama setelah itu, sebanyak 40 orang yang telah berhari-hari bertahan di lantai paling bawah itu mengangkat tangan. MESKI sebagian besar di antara para perusuh itu berkebangsaan Arab Saudi, beberapa di antara mereka dikenal sebagai orang Pakistan, Mesir, Sudan, Kuwait dan Yaman. "Tapi tindakan mereka tak ada hubungan dengan negara asal masing-masing," kata pernyataan resmi pemerintah Saudi. Sebagian masih muda-muda, bahkan diperkirakan ada yang masih 16 atau 17 tahun. Menurut Mayor Mohammed Zowayed, komandan pembebasan masjid, beberapa di antara mereka adalah wanita dan anak-anak yang menjadi penghubung para perusuh dengan orang-orang mereka di luar masjid. Melalui Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Pangeran Nayef Ibn Abdul Aziz, Pemerintah Saudi mengumumkan sampai Masjidil Haram direbut kembali seluruhnya dari tangan para perusuh, telah jatuh korban mati 60 orang di pihak tentara kerajaan, 75 orang di pihak perusuh, dan 200 orang di pihak sipil yang mati maupun luka terkena peluru nyasar. Disebut juga para perusuh yang menyerah seluruhnya berjumlah 170 orang. Mereka dipimpin oleh Muhammad Ibn Abdullah Al-Qahtani Al-Quraisyi dan Jahiman Al-Utaibah. Muhammad disebutkan meninggal dalam tembak-menembak beberapa hari sebelumnya, sedang Jahiman termasuk di antara yang menyerah paling akhir dan langsung dibawa ke rumah sakit "karena jiwanya terganggu. " Pemerintah Saudi selalu menutup rapat informasi -- bahkan bagi rakyat di dalam negeri. Kejadian di Masjidil Haram mulanya hendak dianggap kejadian kecil, sehingga semua koran (yang semuanya pro pemerintah) baru pada hari ke-3 memberitakannya dalam kolom kecil. Itupun tak lengkap. Baru setelah tentara kerajaan berhasil mendesak para perusuh ke tingkat bawah tanah seminggu kemudian, TV Saudi menyiarkannya dengan kesan seakan-akan masjid telah terkuasai seluruhnya. Sementara itu halaman koran penuh dengan ucapan selamat dan dukungan untuk kebijaksanaan Raja Khalid terhadap para perusuh --mulai dari perorangan biasa, para bangsawan sampai pemimpin-pemimpin dunia -- termasuk Presiden Marcos dari Filipina. Tetapi secara besar-besaran Pemerintah Saudi mensuplai hampir seluruh jaringan televisi terkenal di dunia dan terutama negara-negara Islam yang menggambarkan pembebasan masjid itu pekan lalu. Tanpa diminta oleh stasiun TV bersangkutan, dan dengan gratis pula -- meskipun tiap copy film berharga 5.000 dollar AS. Tetapi sampai begitu jauh tak dijelaskan siapa sebenarnya para perusuh itu (kecuali menyebut mereka "orang-orang fanatik") dan apa tujuan mereka sebenarnya. Karena itu tak heran di seluruh negara tersebar berbagai desas-desus. Misalnya, ada yang mengaitkan kejadian itu dengan Pangeran Abdullah, Wakil Perdana Menteri II dan Panglima Tentara Nasional, dengan menyebut seakan-akan ia ingin mendapat posisi lebih baik dalam pemerintahan. Padahal Abdullah (yang berasal dari ibu yang lebih tua dari ibu Fahd, Putra Mahkota, juga duduk sebagai anggota yang disegani di Majlis Menteri. Ada pula yang menghubungkan kejadian itu dengan peristiwa akhir-akhir ini di Iran, yang menginginkan Khomeini ditampilkan sebagai pemimpin Islam seluruh dunia. Hal ini misalnya dibuktikan dengan usaha sebagian jamaah Iran yang memunculkan spanduk-spanduk dan teriakan-teriakan memuji Khomeini ketika melakukan upacara jumrah di Mina, beberapa hari sebelum kejadian di Masjidil Haram. Tapi berbagai kalangan umumnya membantah kemungkinan-kemungkinan di atas, terutama pihak-pihak yang mengikuti perkembangan di Saudi secara cermat. Kalangan ini pada dasarnya berpendapat, para perusuh terdiri dari mereka yang tak puas melihat negara Islam itu akhir-akhir ini. Yaitu mereka yang merasa resah akan adanya kepincangan sosial, sekaligus gelisah melihat pri kehidupan sebagian penduduk muslim negara ini yang dikatakan sudah jauh menyimpang dari ajaran agama Islam sebenarnya. MUHAMMAD Ibn Abdullah Al-Qahtani Al-Quraisyi, pemimpin para perusuh, adalah mahasiswa drof out Fakultas Syari'ah Universitas Raja Abdul Aziz. Sejak beberapa waktu lalu bersama teman-temannya ia membentuk semacam kelompok diskusi di sebuah masjid kecil di tengah Kota Jeddah -- dan masjid ini langsung diduduki tentara kerajaan setelah mengetahui hal itu. Hampir setiap hari Jumat peserta diskusi yang tinggal di berbagai kota berkumpul dan membahas berbagai hal, terutama soal perbedaan sosial yang semakin menyolok dan penyimpangan hidup. Misalnya disebut-sebut kehidupan beberapa kabilah di selatan negeri yang masih mengembara dan miskin. Menurut para pejabat Saudi sendiri, usaha pemukiman suku pengembara memang belum seluruhnya berhasil. Ada maksimum 15% yang masih ogah hidup teratur, menyekolahkan anak dan semacamnya, walaupun fasilitas telah disediakan gratis. Tetapi kehidupan para pangeran (amir) yang mewah, foya-foya mereka di Eropa atau Mesir dengan wanita cantik setiap musim panas, bahkan bukan hanya para pangeran melainkan juga golongan menengah ke atas yang makin mudah saja mendapat rezeki, memang makin banyak dibicarakan. Jumlah orang yang memutar film cabul dari video tape yang diselundupkan dari luar negeri juga makin banyak. Di Jeddah (dan juga Mekah) puluhan tempat pertunjukan film cabul setiap malam secara gelap mengundang peminat dengan bayaran antara 10 sampai 15 rial. Sumber-sumber keresahan itu dikaitkan dengan usaha Bani Kasim (satu suku tak jauh dari Ibukota Riyadh) yang sejak beberapa tahun lalu secara terang-terangan menuntut ganti rugi atas tanah mereka yang entah bagaimana telah tergusur oleh pembangunan kota. Padahal pemerintah Saudi biasanya sangat murah hati memberi uang tebusan -- misalnya dalam hal penggusuran di Kota Mekah. Tujuh pimpinan kabilah -- yang merasa pernah berjasa atas pembentukan negara ini di zaman Raja Abdul Aziz (ayah Faisal, Khalid, Abdullah dan Fahd), tapi kemudian menganggap pemerintah menyia-nyiakan mereka dalam pada itu beberapa waktu yang lalu juga menyatakan semacam penentangan. Benih ketakpuasan terhadap mereka yang dianggap telah menyeleweng dari ajaran Islam sebenarnya bukan hal baru. Jauh sebelum Khomeini di Iran muncul dengan gagasannya untuk memenangkan agama menurut pahamnya, pembunuhan terhadap Raja Faisal adalah salah satu akibat dari protes terhadap usaha pembaruan hidup yang dianggap tak sesuai dengan Islam. Paling sedikit 2 di antara 5 orang ulama (dari seluruh 120 ulama yang pernah diundang Faisal untuk menyetujui modernisasi yang dilakukannya) yang menolak modernisasi sampai sekarang masih mendekam dalam penjara di Riyadh. Pikiran mereka yang fanatik dan tetap hendak "memurnikan" agama Islam, ternyata tidak mati -- dan diduga juga di sebagian kalangan muda Saudi. Ajaran Wahabi (dari Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhab), yang tetap dipatuhi Pemerintah Saudi, adalah ajaran yang keras pada diri sendiri dan sederhana dalam pelahiran hidup. Bahkan tinggi kuburan tak boleh lebih 30 cm, dan di masa-masa awalnya Wahabi dikenal mengharamkan rokok. Gaya hidup seperti itulah, seperti dicerminkan dengan kuat oleh bangunan masjid mereka yang bersahaja dan lugu, yang makin sulit dijumpai sekarang. Selama satu tahun belakangan ini berkali-kali terjadi protes langsung kepada Raja Khalid sehubungan dengan itu. Terakhir sekali, sehari sebelum kerusuhan di Masjidil Haram, sekelompok pemuda berusaha menemui Raja di Riyadh sambil membawa protes. Entah unsur demonstrasinya yang dikedepankan, tapi usaha kelompok itu 'gagal mereka konon diusir sebelum mendekati pagar istana. Padahal Raja Khalid di waktu-waktu tertentu membuka pintu untuk mereka yang ingin mengajukan petisi. YANG jelas, para perusuh kemudian melakukan aksi di Masjidil Haram Tak seorang percaya bahwa dari tempat ini dan dengan kekuatan yang kecil mereka akan berhasil mencapai buah. Untuk apa? Tapi menduduki masjid dengan demikian memang sama artinya dengan mati. Dan mati bagi orang yang saleh (yang "fanatik"), sama sekali bukan perkara besar, bukan? Apalagi dengan memilih cara itu, di tempat yang paling dihormati, gerakan mereka bergema dan didengar seluruh dunia -- tidak seperti usaha mereka selama ini yang bahkan rakyat Saudi pun banyak yang tak tahu. Walaupun Masjidil Haram telah dibebaskan seluruhnya dari tangan para perusuh dan dalam waktu dekat mereka akan menjalani hukum pancung, tapi buntut persoalan agaknya masih akan berkepanjangan. Pemerintah Kerajan Saudi selama ini seperti teramat percaya pada aparatnya yang memiliki intelijen amat jeli terhadap setiap pembicaraan (apalagi tindakan) yang menjelek-jelekkan pemerintah. Tapi bila kejadian di masjid suci itu terlepas dari intaian mata-mata pemerintah, banyak kalangan menduga tidak lain karena usaha kelompok yang tak puas itu juga telah memasuki aparat pemerintahan, bahkan kalangan angkatan bersenjata. Ini terbukti misalnya dengan senjata yang dipakai para perusuh yang adalah senjata resmi tentara kerajaan dan terdapatnya beberapa orang militer di antara mereka. TAPI, terdapatnya jenis senjata -- resmi memang tidak usah hanya berarti terdapatnya para prajurit (kalau benar) yang "agamawan fanatik". Kenyataan bahwa para perusuh itu bekerja dengan cukup cermat dan berencana, menunjukkan bahwa mereka telah dilatih. Tidak aneh bila orang cenderung menebak-nebak kekuatan yang mungkin berdiri di belakangnya -- yang telah mengedepankan para pemuda fanatik yang siap "mati syahid" itu. Bergabungnya beberapa motif tentunya tidak mustahil terjadi, walaupun faktor keresahan sosial-keagamaan diduga berada di atas. Yang menyedihkan ialah justru kerusakan Masjidil Haram. Lepas dari kesalahan besar para perusuh yang betapapun juga merupakan pembangkit petaka, orang memperkirakan bahwa bangunan milik rohani umat Islam sedunia itu toh tidak harus cidera kalau saja tentara kerajaan -- yang teiah berhati-hati -- menggunakan lebih banyak keahlian daripada senapan. Kerajaan Saudi sekarang (yang merupakan penggalan ketiga dari Dinasti Sa'ud yang berkuasa secara terhenti-henti sejak abad 18 Masehi), dibangun oleh para prajurit padang pasir yang gagah berani. Orang mengingat bagaimana di awal abad 20 ini Abdul Aziz As Sa'ud, dengan kira-kira 40 pengiring, memanjat benteng malam hari secara diam-diam dan merebut Riyadh. Tetapi tentara yang sekarang agaknya warganegara yang hidup senang. Dan dari maksimum 50.000 personilnya, hanya sebagian kecil yang telah mengalami pendidikan militer modern. Mereka misalnya tidak memiliki pasukan komando terlatih yang sebenarnya mampu merebut Masjidil Haram dalam waktu jauh lebih singkat -- bahkan tanpa letusan senjata. Setidak-tidaknya, mereka agaknya tak pernah menduga akan diharuskan "berperang" di dalam masjid -- dan bukan di padang terbuka seperti nenek moyang dahulu. Cukup banyak barangkali yang bisa diambil hikmah dari peristiwa ini -- bagi sebuah negeri yang dalam percaturan dunia selama ini dikenal moderat dan tak suka bertengkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus