RABU 5 Desember Masjidil Haram masih memancarkan bau tak sedap.
Terkadang tercium bau kotoran manusia dan sekali-sekali menusuk
hidung bau mayat. Tapi sejak pagi-pagi sehari sebelumnya di
masjid itu sudah tak terdapat para perusuh yang sempat
mendudukinya selam 4 hari.
Dan hari itu para petugas kebersihan terlihat membasuh hampir
seluruh bagian mesjid. Dengan sapu maupun kain pel.
Slang-slang karet sebesar kaki malang-melintang di mana-mana.
Sementara itu tentara Kerajaan Saudi terlihat
berkelompok-kelompok sambil mengusir setiap penonton yang
mencoba melewati pagar halaman masjid. Kesibukan begini lebih
terlihat lagi sampai Kamis sore, sebab menjelang magrib Raja
Khalid dengan puluhan pengiringnya akan bersembahyang di masjid
itu. Dan sejak Jumat pagi Masjidil Haram mulai dibuka untuk
umum, meskipun di setiap pintu paling sedikit 2 orang tentara
mengawasi setiap pengunjung dengan teliti.
Bekas-bekas pertempuran antara para perusuh dengan tentara
kerajaan masih terlihat hampir di seluruh sudut masjid. Sebagian
besar pintu rusak bahkan Babus Salam yang sempat didobrak tank
tentara kerajaan ketika berusaha mendesak para perusuh, rusak
berat sehingga harus diganti. Beberapa meter di kanan Pintu
Umroh, buku-buku perpustakaan yang telah hangus sebagian masih
berserakan di sela-sela permadani yang hitam bekas dimakan api.
Sebuah jendela di perpustakaan ini terkelupas.
Bagian dalam di tempat Sa'i, yaitu antara Sofa dan Marwa,
mengalami ke rusakan paling berat dibanding bagian bagian lain.
Hal ini mudah dimaklum bila diingat bahwa pos pertahanan utama
tentara kerajaan berada di Jalan Falaq dan Jalan Jiad yang
nnenghadap persis ke tempat Sa'i tadi. Ruang dalam kubah Sofa
penuh lubang, bahkan beberapa relief hiasannya remuk bekas
tembakan senjata berat.
Keadaan serupa terlihat pula pada loteng-loteng yang
menghubungkan Sofa dan Marwa, sementara pada pilar-pilar
terlihat peluru meninggalkan bekas berupa lubang-lubang sebesar
tinju Pilar-pilar masjid di ruang dalam tak luput dari sasaran
Bahkan pada 2-3 pilar masih terlihdt peluru lengket pada lubang
yang dibuatnya. Lubang angin di beberapa bagian masjid terlihat
sumbing. Semua bekas tembakan itu tampaknya berasal dari luar
masjid.
Tentara Kerajaan Saudi baru dapat menguasai seluruh Masjidil
Haram dari pendudukan para perusuh Selasa 4 Desember, jam 02.00.
Tiga hari sebelumnya, Ahad, tentara kerajaan mencoba
menggelindingkan ban-ban mobil yang sedang dibakar ke ruang
bawah tanah, tempat terakhir para perusuh bertahan. Usaha ini
rupanya tak berhasil memancing mereka keluar dan menyerah.
Demikian pula ketika pada Ahad sore dan hampir sepanjang Senin
tentara menyemprotkan gas air mata ke mulut-mulut ruang bawah
itu. Malahan angin kencang yang bertiup di Kota Mekah hari Senin
itu telah menebarkan gas air mata tadi ke rumah-rumah penduduk
sekitar masjid. Beberapa petugas haji dan pegawai di
(Perwakilan) KBRI Mekah yang berkantor tak jauh dari sana
terpaksa mengungsi ke Jeddah.
Usaha terakhir tentara kerajaan dilakukan pada Senin malam, 3
Desember. Slang-slang plastik dijulurkan ke tangga depan pintu
bawah tanah sambil menyemprotkan air. Bersamaan dengan itu para
perusuh diteriaki dengan ancaman, jika tak menyerah air yang
mulai merembes ke-270 ruang di bawah tanah itu akan diisi dengan
aliran listrik. Dan berhasil. Tak lama setelah itu, sebanyak 40
orang yang telah berhari-hari bertahan di lantai paling bawah
itu mengangkat tangan.
MESKI sebagian besar di antara para perusuh itu berkebangsaan
Arab Saudi, beberapa di antara mereka dikenal sebagai orang
Pakistan, Mesir, Sudan, Kuwait dan Yaman. "Tapi tindakan mereka
tak ada hubungan dengan negara asal masing-masing," kata
pernyataan resmi pemerintah Saudi. Sebagian masih muda-muda,
bahkan diperkirakan ada yang masih 16 atau 17 tahun. Menurut
Mayor Mohammed Zowayed, komandan pembebasan masjid, beberapa di
antara mereka adalah wanita dan anak-anak yang menjadi
penghubung para perusuh dengan orang-orang mereka di luar
masjid.
Melalui Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Pangeran Nayef Ibn
Abdul Aziz, Pemerintah Saudi mengumumkan sampai Masjidil Haram
direbut kembali seluruhnya dari tangan para perusuh, telah jatuh
korban mati 60 orang di pihak tentara kerajaan, 75 orang di
pihak perusuh, dan 200 orang di pihak sipil yang mati maupun
luka terkena peluru nyasar. Disebut juga para perusuh yang
menyerah seluruhnya berjumlah 170 orang. Mereka dipimpin oleh
Muhammad Ibn Abdullah Al-Qahtani Al-Quraisyi dan Jahiman
Al-Utaibah. Muhammad disebutkan meninggal dalam tembak-menembak
beberapa hari sebelumnya, sedang Jahiman termasuk di antara yang
menyerah paling akhir dan langsung dibawa ke rumah sakit "karena
jiwanya terganggu. "
Pemerintah Saudi selalu menutup rapat informasi -- bahkan bagi
rakyat di dalam negeri. Kejadian di Masjidil Haram mulanya
hendak dianggap kejadian kecil, sehingga semua koran (yang
semuanya pro pemerintah) baru pada hari ke-3 memberitakannya
dalam kolom kecil. Itupun tak lengkap.
Baru setelah tentara kerajaan berhasil mendesak para perusuh ke
tingkat bawah tanah seminggu kemudian, TV Saudi menyiarkannya
dengan kesan seakan-akan masjid telah terkuasai seluruhnya.
Sementara itu halaman koran penuh dengan ucapan selamat dan
dukungan untuk kebijaksanaan Raja Khalid terhadap para perusuh
--mulai dari perorangan biasa, para bangsawan sampai
pemimpin-pemimpin dunia -- termasuk Presiden Marcos dari
Filipina.
Tetapi secara besar-besaran Pemerintah Saudi mensuplai hampir
seluruh jaringan televisi terkenal di dunia dan terutama
negara-negara Islam yang menggambarkan pembebasan masjid itu
pekan lalu. Tanpa diminta oleh stasiun TV bersangkutan, dan
dengan gratis pula -- meskipun tiap copy film berharga 5.000
dollar AS. Tetapi sampai begitu jauh tak dijelaskan siapa
sebenarnya para perusuh itu (kecuali menyebut mereka
"orang-orang fanatik") dan apa tujuan mereka sebenarnya. Karena
itu tak heran di seluruh negara tersebar berbagai desas-desus.
Misalnya, ada yang mengaitkan kejadian itu dengan Pangeran
Abdullah, Wakil Perdana Menteri II dan Panglima Tentara
Nasional, dengan menyebut seakan-akan ia ingin mendapat posisi
lebih baik dalam pemerintahan. Padahal Abdullah (yang berasal
dari ibu yang lebih tua dari ibu Fahd, Putra Mahkota, juga
duduk sebagai anggota yang disegani di Majlis Menteri.
Ada pula yang menghubungkan kejadian itu dengan peristiwa
akhir-akhir ini di Iran, yang menginginkan Khomeini ditampilkan
sebagai pemimpin Islam seluruh dunia. Hal ini misalnya
dibuktikan dengan usaha sebagian jamaah Iran yang memunculkan
spanduk-spanduk dan teriakan-teriakan memuji Khomeini ketika
melakukan upacara jumrah di Mina, beberapa hari sebelum kejadian
di Masjidil Haram.
Tapi berbagai kalangan umumnya membantah kemungkinan-kemungkinan
di atas, terutama pihak-pihak yang mengikuti perkembangan di
Saudi secara cermat. Kalangan ini pada dasarnya berpendapat,
para perusuh terdiri dari mereka yang tak puas melihat negara
Islam itu akhir-akhir ini. Yaitu mereka yang merasa resah akan
adanya kepincangan sosial, sekaligus gelisah melihat pri
kehidupan sebagian penduduk muslim negara ini yang dikatakan
sudah jauh menyimpang dari ajaran agama Islam sebenarnya.
MUHAMMAD Ibn Abdullah Al-Qahtani Al-Quraisyi, pemimpin para
perusuh, adalah mahasiswa drof out Fakultas Syari'ah
Universitas Raja Abdul Aziz. Sejak beberapa waktu lalu bersama
teman-temannya ia membentuk semacam kelompok diskusi di sebuah
masjid kecil di tengah Kota Jeddah -- dan masjid ini langsung
diduduki tentara kerajaan setelah mengetahui hal itu. Hampir
setiap hari Jumat peserta diskusi yang tinggal di berbagai kota
berkumpul dan membahas berbagai hal, terutama soal perbedaan
sosial yang semakin menyolok dan penyimpangan hidup.
Misalnya disebut-sebut kehidupan beberapa kabilah di selatan
negeri yang masih mengembara dan miskin. Menurut para pejabat
Saudi sendiri, usaha pemukiman suku pengembara memang belum
seluruhnya berhasil. Ada maksimum 15% yang masih ogah hidup
teratur, menyekolahkan anak dan semacamnya, walaupun fasilitas
telah disediakan gratis. Tetapi kehidupan para pangeran (amir)
yang mewah, foya-foya mereka di Eropa atau Mesir dengan wanita
cantik setiap musim panas, bahkan bukan hanya para pangeran
melainkan juga golongan menengah ke atas yang makin mudah saja
mendapat rezeki, memang makin banyak dibicarakan.
Jumlah orang yang memutar film cabul dari video tape yang
diselundupkan dari luar negeri juga makin banyak. Di Jeddah (dan
juga Mekah) puluhan tempat pertunjukan film cabul setiap malam
secara gelap mengundang peminat dengan bayaran antara 10 sampai
15 rial.
Sumber-sumber keresahan itu dikaitkan dengan usaha Bani Kasim
(satu suku tak jauh dari Ibukota Riyadh) yang sejak beberapa
tahun lalu secara terang-terangan menuntut ganti rugi atas tanah
mereka yang entah bagaimana telah tergusur oleh pembangunan
kota. Padahal pemerintah Saudi biasanya sangat murah hati
memberi uang tebusan -- misalnya dalam hal penggusuran di Kota
Mekah.
Tujuh pimpinan kabilah -- yang merasa pernah berjasa atas
pembentukan negara ini di zaman Raja Abdul Aziz (ayah Faisal,
Khalid, Abdullah dan Fahd), tapi kemudian menganggap pemerintah
menyia-nyiakan mereka dalam pada itu beberapa waktu yang lalu
juga menyatakan semacam penentangan.
Benih ketakpuasan terhadap mereka yang dianggap telah
menyeleweng dari ajaran Islam sebenarnya bukan hal baru. Jauh
sebelum Khomeini di Iran muncul dengan gagasannya untuk
memenangkan agama menurut pahamnya, pembunuhan terhadap Raja
Faisal adalah salah satu akibat dari protes terhadap usaha
pembaruan hidup yang dianggap tak sesuai dengan Islam. Paling
sedikit 2 di antara 5 orang ulama (dari seluruh 120 ulama yang
pernah diundang Faisal untuk menyetujui modernisasi yang
dilakukannya) yang menolak modernisasi sampai sekarang masih
mendekam dalam penjara di Riyadh. Pikiran mereka yang fanatik
dan tetap hendak "memurnikan" agama Islam, ternyata tidak mati
-- dan diduga juga di sebagian kalangan muda Saudi.
Ajaran Wahabi (dari Imam Muhammad Ibn Abdul Wahhab), yang tetap
dipatuhi Pemerintah Saudi, adalah ajaran yang keras pada diri
sendiri dan sederhana dalam pelahiran hidup. Bahkan tinggi
kuburan tak boleh lebih 30 cm, dan di masa-masa awalnya Wahabi
dikenal mengharamkan rokok. Gaya hidup seperti itulah, seperti
dicerminkan dengan kuat oleh bangunan masjid mereka yang
bersahaja dan lugu, yang makin sulit dijumpai sekarang.
Selama satu tahun belakangan ini berkali-kali terjadi protes
langsung kepada Raja Khalid sehubungan dengan itu. Terakhir
sekali, sehari sebelum kerusuhan di Masjidil Haram, sekelompok
pemuda berusaha menemui Raja di Riyadh sambil membawa protes.
Entah unsur demonstrasinya yang dikedepankan, tapi usaha
kelompok itu 'gagal mereka konon diusir sebelum mendekati pagar
istana. Padahal Raja Khalid di waktu-waktu tertentu membuka
pintu untuk mereka yang ingin mengajukan petisi.
YANG jelas, para perusuh kemudian melakukan aksi di Masjidil
Haram Tak seorang percaya bahwa dari tempat ini dan dengan
kekuatan yang kecil mereka akan berhasil mencapai buah. Untuk
apa? Tapi menduduki masjid dengan demikian memang sama artinya
dengan mati. Dan mati bagi orang yang saleh (yang "fanatik"),
sama sekali bukan perkara besar, bukan?
Apalagi dengan memilih cara itu, di tempat yang paling
dihormati, gerakan mereka bergema dan didengar seluruh dunia --
tidak seperti usaha mereka selama ini yang bahkan rakyat Saudi
pun banyak yang tak tahu.
Walaupun Masjidil Haram telah dibebaskan seluruhnya dari tangan
para perusuh dan dalam waktu dekat mereka akan menjalani hukum
pancung, tapi buntut persoalan agaknya masih akan
berkepanjangan. Pemerintah Kerajan Saudi selama ini seperti
teramat percaya pada aparatnya yang memiliki intelijen amat jeli
terhadap setiap pembicaraan (apalagi tindakan) yang
menjelek-jelekkan pemerintah.
Tapi bila kejadian di masjid suci itu terlepas dari intaian
mata-mata pemerintah, banyak kalangan menduga tidak lain karena
usaha kelompok yang tak puas itu juga telah memasuki aparat
pemerintahan, bahkan kalangan angkatan bersenjata. Ini terbukti
misalnya dengan senjata yang dipakai para perusuh yang adalah
senjata resmi tentara kerajaan dan terdapatnya beberapa orang
militer di antara mereka.
TAPI, terdapatnya jenis senjata -- resmi memang tidak usah
hanya berarti terdapatnya para prajurit (kalau benar) yang
"agamawan fanatik". Kenyataan bahwa para perusuh itu bekerja
dengan cukup cermat dan berencana, menunjukkan bahwa mereka
telah dilatih. Tidak aneh bila orang cenderung menebak-nebak
kekuatan yang mungkin berdiri di belakangnya -- yang telah
mengedepankan para pemuda fanatik yang siap "mati syahid" itu.
Bergabungnya beberapa motif tentunya tidak mustahil terjadi,
walaupun faktor keresahan sosial-keagamaan diduga berada di
atas.
Yang menyedihkan ialah justru kerusakan Masjidil Haram. Lepas
dari kesalahan besar para perusuh yang betapapun juga merupakan
pembangkit petaka, orang memperkirakan bahwa bangunan milik
rohani umat Islam sedunia itu toh tidak harus cidera kalau saja
tentara kerajaan -- yang teiah berhati-hati -- menggunakan lebih
banyak keahlian daripada senapan.
Kerajaan Saudi sekarang (yang merupakan penggalan ketiga dari
Dinasti Sa'ud yang berkuasa secara terhenti-henti sejak abad 18
Masehi), dibangun oleh para prajurit padang pasir yang gagah
berani. Orang mengingat bagaimana di awal abad 20 ini Abdul Aziz
As Sa'ud, dengan kira-kira 40 pengiring, memanjat benteng malam
hari secara diam-diam dan merebut Riyadh. Tetapi tentara yang
sekarang agaknya warganegara yang hidup senang. Dan dari
maksimum 50.000 personilnya, hanya sebagian kecil yang telah
mengalami pendidikan militer modern. Mereka misalnya tidak
memiliki pasukan komando terlatih yang sebenarnya mampu merebut
Masjidil Haram dalam waktu jauh lebih singkat -- bahkan tanpa
letusan senjata.
Setidak-tidaknya, mereka agaknya tak pernah menduga akan
diharuskan "berperang" di dalam masjid -- dan bukan di padang
terbuka seperti nenek moyang dahulu. Cukup banyak barangkali
yang bisa diambil hikmah dari peristiwa ini -- bagi sebuah
negeri yang dalam percaturan dunia selama ini dikenal moderat
dan tak suka bertengkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini