Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Setelah Suara Tembakan

Ketika terjadi kerusuhan di masjidil haram, jamaah indonesia dikeluarkan atas tuntutan abdurrahim. dua jamaah tewas, dua luka-luka & satu hilang. sebagian perusuh adalah orang-orang masjid sendiri. (ag)

15 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEHARUSNYA pengurusan jamaah haji Indonesia tahun in lebih baik dari sebelumnya - seperti dijanjikan Menteri Agama Alamsyah. Tapi kejadian di Masjidil Haram merusak rencana. Hampir 3.000 jamaah yang masih di Mekah waktu kejadian itu tak sempat lagi berziarah ke masjid dan makam Nabi di Madinah meski acara ini sama sekali tidak termasuk wajib. Dan hampir separuh jamaah Indonesia tak sempat menunaikan tawaf wada' (tawaf perpisahan di Ka'bah), yang juga tidak wajib, karena justru Masjidil Haram baru dibuka untuk umum bersamaan dengan waktu pemulangan jamaah Indonesia terakhir Jumat pekan lalu. Jamaah terakhir Indonesia keluar dari Masjidil Haram di hari ketiga setelah kejadian. Ke mana mereka harus pergi, sementara pertempuran makin gencar? Untung permintaan Duta Besar Hadi Thayeb kepada Menteri Urusan Haji Saudi, agar meminjamkan truk-truk tentara untuk mengangkut jamaah Indonesia keluar dari Mekah, dikabulkan. Maka siang malam berbondong-bondong para jamaah menuju tempat pemberangkatan -- sekitar 34 km dari tempat syekh mereka di sekitar Masjidil Haram. Rencana semula semua jamaah Indonesia harus telah pulang 5 Desember karena peristiwa tadi mundur menjadi 7 Desember. Abdurrahim (28 tahun) adalah seorang pekerja musiman di TPHI (Tim Pengurusan Haji Indonesia) di Mekah. Pemuda Sulawesi Selatan ini sudah 2 tahun di Saudi. Ketika Tatang Muchtar, Kepala Perwakilan KBRI di Mekah, mendapat perintah telepon dari Dubes Hadi Thayeb agar semua jamaah Indonesia dikeluarkan dari Masjidil Haram Abdurrahim inilah yang melaksanakannya. "Saya tidak sembahyang subuh di masjid pagi itu," tutur Rahim, "tapi saya segera terbangun mendengar tembakan-tembakan di masjid." Saat itulah Rahim menerima perintah itu -- dan pemuda ini segera memasuki masjid mencari saudara-saudara Indonesia. Begitu bertemu dengan kelompok-kelompok jamaah kita, Rahim yang juga turut mengaji di Masjidil Haram -- menuntun mereka keluar lewat lubang-lubang angin. "Saya suruh mereka kembali ke syekh masing-masing atau ke hotel," tuturnya. Jam 15.30, 20 November itu, Rahim mengeluarkan jamaah Indonesia terakhir -- dari yang sempat ditemuinya. Semua usahanya lancar karena ia kebetulan mengenal baik beberapa perusuh itu. "Seorang di antaranya saya kenal sebagai penjaga pintu masjid," katanya. Dan karena mereka juga mengenal Rahim yang fasih berbahasa Arab itu, para perusuh bahkan menunjukkan jalan dan menuntun jamaah yang dibawa Rahim. Seorang di antara yang dituntun Rahim keluar adalah Jenderal Satibi Darwis. "Sekitar 400 orang berhasil saya keluarkan hari itu," kata Rahim -- yang karena jasa-jasanya telah diusulkan oleh Dubes Thayeb kepada Menteri Agama Rl agar diberi penghargaan. Kemudian baru diketahuinya bahwa masih ada jamaah Indonesia yang meninggalkan masjid pada hari ke-3 -- yaitu beberapa orang jamaah Madura. Rahim sempat mengamati para perusuh itu. "Paling sedikit tiap orang memiliki 2 pucuk senjata baru," ungkapnya lebih lanjut, "dan menyandang rangkaian peluru." Dari atas asrama Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) di Jalan Falaq Mekah, yang juga jadi tempat tinggal Rahim, ia menyaksikan tentang Kerajaan Saudi pada tewas kena tembakan. Pemuda itu juga mendapat tugas mencari kalau-kalau ada jamaah Indonesia yang mati atau luka-luka. Ia hanya menemukan Ismail (asal Tangerang, Jawa Barat) yang tewas dan seorang mahasiswa Indonesia yang mukim di Mekah yang luka-luka. Ismail, kata Rahim, terkena peluru yang memantul dari tubuh tank tentara Kerajaan. Peluru mengenai mulutnya, dan inna lillah .... Selama para perusuh masih tetap bertahan di bagian bawah tanah masjid, 3 orang jamaah kita dinyatakan hilang. Baru beberapa saat, setelah masjid bebas seluruhnya, nasib 2 orang di antaranya (kakak beradik dari Serang, Jawa Barat) diketahui. Sang kakak tewas tertembak tepat di bagian kepala, sang adik luka-luka pada tangan dan kaki. Keduanya terkena tembakan ketika hendak meloloskan diri melewati Pintu Marwa. Tapi nasib Badri (60 tahun, dari Palembang) sampai hari ini belum diketahui. Padahal pihak Atase Haji di Kedubes RI telah mencari ke mana-mana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus