SIAK, sungai yang terpanjang, dalam, dan punya arus lalulintas
cukup ramai di Riau itu, bulan Maret lalu kembali minta korban.
Memang tak sebesar kisah tabrakan Km Selangat Indah yang menelan
37 nyawa lebih setahun lalu. Pun bukan satu-satunya kejadian di
sungai itu setahun terakhir ini. Cuma, musibah sungai yang
terjadi penghujung Maret itu, sedikit mengundang perhatian.
Soalnya, yang jadi korban waktu itu adalah petinggi urusan
sungai itu benar. Yaitu R. Sutrisno, kepala Inspeksi Daerah Vl
Lalu Lintas Angkutan Sungai Danau dan Feri (LLASDF) Riau.
Tak kurang dari 2 hari 2 malam, baru R. Sutrisno ditemukan dalam
keadaan meninggal. Sementara 4 penumpang speedboat lainnya,
berhasil menyelamatkan diri beberapa jam setelah kecelakaan.
Mengharukan memang. Sebab, ba,gaimana pun alm Sutrisno adalah
pejabat pertama yang ditunjuk selaku Kepala Inspeksi LLASDF
Riau, sejak instansi itu resmi berdiri di daerah itu. Apalagi,
kemalangan itu terjadi justru ketika almarhum kembali dari
perjalanan inspeksi ke beberapa proyek LLASDF di Teluk Kiambang
dan Tambilahan.
Yang jadi pertanyaan sekarang, adalah seberapa jauh problem
sungai Siak itu mendapat perhatian? Sebab, kecelakaan di sungai
yang punya kedalaman lebih 15 meter ini bukan sekali dua. Baik
yang resmi tercatat, maupun yang terlupa dan tak diriuhkan. Ini
tak lain karena sungai ini demikian kotor dan rawan. Setiap
saat, selalu ternganga bahaya.
Rambu-rambu
Selain arusnya deras, mempunyai kedalaman tak sama, pun banyak
tikungan tajam. Rambu-rambu lalulintas yang terpasang di
pinggirnya, terkadang nampak terkadang hilang di balik
semak-semak. Tapi yang lebih mengundang "takut", justru kotornya
sungai ini. Entah sampah dan kotoran apa saja mengapung di
permukaannya. Kadang-kadang kelihatan bagai sepotong kayu yang
hitam. Tapi setelah dekat, ternyata seonggok kayu log yang
terbenam beberapa meter ke perut sungai. Bagaimana kalau sebuah
perahu motor berkecepatan tinggi, tiba-tiba menabrak benda-benda
ini?
Yang begini ini, tentu saja merupa kan ancaman yang bukan kecil
buat lalulintas sungai, terlebih saat malam hari Memang, sejak
adanya LLASDF yan mengelola lalulintas di sungai itu, berbagai
aturan telah dibuat. Antaranya. keharusan setiap armada sungai
itu memenuhi sarat-sarat. Seperti pelampung renang, lampu-lampu
yang cukup terang. Namun, beberapa pemilik perahu motor justru
mengakui, bahwa cara pengawasan kurang efektif. Sebab selama ini
yang dipentingkan adalah, dilengkapinya perlengkapan cuma waktu
mau mendapat sertifikat. Sesudah mendapat sertifikat, tak lagi
diperiksa. Malahan, larangan berlayar malam buat perahu motor,
justru kerap dilanggar. Buktinya, almarhum Sutrisno sendiri.
Perahu motor yang ditumpanginya, selain tak dilengkapi dengan
baju renang, dan tak berlampu yang cukup (cuma lampu senter),
pun berangkat malam-malam. Dan celaka. Kalau yang mengatur
sungai saja sudah begitu, apalagi yang memang tak suka repot
mengeluarkan duit, meskipun tarohannya nyawa.
Tidakkah ada usaha untuk membersihkan sungai yang demikian vital
dan urat nadi hubungan laut ke kota Propinsi itu? "Biayanya tak
ada", begitu kata seorang pejabat LLASDF Riau kepada TEMPO. Yang
baru terpenuhi kini adalah urusan "pemasangan rambu-rambu",
tambahnya. Sedangkan buat membersihkan sungai dari tumpukan
balok, dan sisa kayu log, diperlukan duit bukan sedikit. Tak
tahu apa pula fikiran pihak Propinsi atau Direktorat LLASDF
sesudah naas menimpa pihaknya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini