Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan para penyelidik dan penyidik itu berlangsung tegang. Bertempat di auditorium lantai satu gedung Komisi, Senin dua pekan lalu, suasana pertemuan mendidih setelah Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengusulkan moratorium penyidikan kasus korupsi. "Usul Pak Pandu langsung diprotes penyidik," kata seorang pegawai yang mengetahui pertemuan itu.
Pada pertemuan itu, Adnan beralasan bahwa moratorium penyidikan perlu dilakukan untuk menghindari serangan bertubi-tubi dari para tersangka korupsi. Ia mencontohkan gugatan praperadilan tujuh tersangka korupsi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dari tujuh tersangka tadi, tiga memenangi praperadilan.
Dua tersangka menang di sidang praperadilan sebelum pertemuan tadi, yakni Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Wakil Kepala Kepolisian RI, dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Budi adalah tersangka dugaan suap dan gratifikasi, sedangkan Ilham tersangka korupsi pengelolaan air minum di Makassar.
Selasa pekan lalu, hakim Haswandi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. Bekas Direktur Jenderal Pajak ini menjadi tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang kasus pajak yang membelit Bank Central Asia pada 2003.
Selain mengusulkan penghentian penyidikan kasus korupsi, Adnan Pandu berpendapat agar KPK berfokus melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Dimintai konfirmasi soal itu, Adnan mengatakan informasi tadi tak sepenuhnya benar. "Saya hanya khawatir KPK kalah melulu karena hakim bebas berimprovisasi tanpa aturan main," ucapnya Jumat dua pekan lalu.
Itu sebabnya mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional ini mengatakan KPK sebaiknya melakukan moratorium penetapan tersangka. "Sampai ada aturan main yang jelas mengenai praperadilan, baik berupa surat edaran Mahkamah Agung maupun apa pun bentuknya," ujar Adnan.
Pertemuan siang itu dipimpin Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Tiga Wakil Ketua KPK, yakni Adnan Pandu, Zulkarnain, dan Indriyanto Seno Adji, hadir di situ. Johan Budi S.P. absen karena tengah berada di Semarang. Ruki sengaja mengadakan rapat dengan para pegawai di Bagian Penindakan untuk membahas perkembangan penyidikan kasus korupsi di KPK, yang berkantor di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Johan mengatakan agenda rapat itu sesungguhnya untuk mendengar saran dari penyidik mengenai kasus korupsi yang ditangani lembaganya. "Apakah membahas juga mengenai moratorium, saya tidak tahu karena tidak hadir," kata Johan. Ruki tak bersedia berkomentar lebih jauh soal pertemuan itu.
Seorang penyidik bercerita, mereka awalnya menduga pertemuan itu membahas desakan para pegawai yang meminta pimpinan Komisi mengajukan permohonan peninjauan kembali putusan praperadilan kasus Budi Gunawan. "Tapi, rupanya, masalah Budi Gunawan tidak disinggung sama sekali," ujarnya.
RENCANA mengamputasi penyidikan kasus korupsi di komisi antirasuah mengemuka sejak Februari lalu. Seorang pegawai Komisi mengatakan upaya itu diembuskan tak lama setelah Taufiequrachman Ruki diangkat menjadi pelaksana tugas Ketua KPK. Menurut dia, Ruki pernah mendengungkan ikhtiar tersebut dalam beberapa pertemuan dengan pegawai Komisi. "Tapi keinginan itu mendapat penolakan," katanya.
Ruki pernah dimintai konfirmasi soal ini pada Maret lalu. Ia menampik anggapan hendak mengamputasi pengusutan kasus korupsi. Meski begitu, Ruki mengakui pernah mengusulkan agar penyidik berfokus menuntaskan 36 kasus korupsi yang sedang berjalan di KPK. "Dalam beberapa bulan ke depan, kasus-kasus yang sudah ada ini yang harus diselesaikan," ujarnya.
Ruki mengakui pernah menganjurkan kepada penyidik agar tak perlu ada penetapan tersangka baru dari 36 kasus korupsi yang sedang disidik. Salah satu pertimbangannya: kekuatan penyidik tidak sebanding dengan banyaknya tunggakan kasus korupsi. Alasan lain, masa tugas Ruki bersama Johan Budi dan Indriyanto sebagai pelaksana tugas akan berakhir Desember tahun ini. "Kami rasional saja," ucap Ruki.
Anjuran Ruki berjalan sesuai dengan rencana. Sampai awal bulan ini, penyidik Komisi tak sekali pun menetapkan tersangka baru dari 36 kasus korupsi yang ditangani. Tersangka baru hanya muncul dari hasil operasi tangkap tangan terhadap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adriansyah. Ia ditangkap di sela Kongres IV partai banteng di Hotel Swiss-Belresort, Sanur, Bali, awal April lalu. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini diduga menerima suap Rp 500 juta dari Direktur PT Mitra Maju Sukses Andrew Hidayat terkait dengan pengurusan izin tambang batu bara di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Satu hari setelah hakim Haswandi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Hadi Poernomo, pimpinan Komisi membahas putusan tersebut. Salah satu penegak hukum di Kuningan Satu mengatakan usul untuk menghentikan proses pengusutan kasus korupsi di KPK kembali mengemuka pada pertemuan itu.
Pimpinan KPK juga berencana mengurangi beban lembaganya. Solusinya: melimpahkan pengusutan beberapa kasus korupsi di KPK ke Kejaksaan Agung. Satu perkara yang akan diserahkan ke kejaksaan adalah korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri senilai Rp 6 triliun. KPK sudah menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka. Seorang penyidik mengatakan pimpinan Komisi beberapa kali menyampaikan rencana tersebut.
Indriyanto membantah soal itu. "Selama mengikuti lebih dari 20 ekspos kasus, tidak ada rencana koordinasi dan supervisi kasus e-KTP," katanya Jumat pekan lalu. Juru bicara Kejaksaan Agung, Tony Spontana, mengaku belum mendengar rencana tersebut. "Sekiranya koordinasi itu ada, pasti dibicarakan di level pimpinan," tutur Tony.
Rusman Paraqbueq, Muhammad Rizki
Tunggakan yang Tersisa
1. Korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik.
Anggaran: Rp 6 triliun
Kerugian negara: Rp 1 triliun
Modus: Markup anggaran
Tersangka
Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
2. Tindak pidana pencucian uang pembelian saham PT Garuda Indonesia.
Modus: Membeli 400 juta lembar saham Garuda senilai Rp 300,8 miliar yang diduga dari hasil tindak pidana.
Tersangka
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
3. Korupsi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Modus: Suap untuk mengurus proyek SKK Migas.
Terpidana
Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dipidana 7 tahun penjara.
Deviardi, kolega Rudi, dipidana 4,5 tahun penjara.
Direktur PT Kernel Oil Pte Ltd Simon Gunawan Tanjaya dipidana 3 tahun penjara.
Bos PT Kaltim Parma Industri, Artha Meris Simbolo, dipidana 3 tahun penjara.
Pengembangan Kasus
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik: tersangka suap Rp 9,9 miliar di Kementerian Energi.
Sekretaris Jenderal Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno: tersangka suap dan korupsi proyek.
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Bidang Energi periode 2009-2014, Sutan Bhatoegana, diduga menerima suap US$ 140 ribu.
4. Korupsi pembangunan pusat olahraga di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Anggaran: Rp 1,2 triliun
Kerugian negara: Rp 463 miliar
Modus: Markup anggaran
Terpidana
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng dipidana 4 tahun penjara.
Kepala Biro Keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar dipidana 6 tahun penjara.
Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, dipidana 6 tahun penjara.
Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso, dipidana 6 tahun penjara.
Pengembangan Kasus
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dipidana 7 tahun penjara karena menerima suap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo