Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sisa-sisa Barisan Lama

Beberapa mahasiswa angkatan sistem lama protes ke berbagai pihak. Mereka gagal menjadi sarjana akibat perubahan sistem (dari yang lama ke sistem strata). Dekan FTUI memberi jawaban.(pdk)

30 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI pertama kali tersiar. Mahasiswa angkatan sistem lama, ternyata, dinyatakan putus kuliah, dan kemudian mereka protes. Bila masyarakat kemudian tahu, karena mereka menulis surat pembaca, antara lain, di majalah ini (Komentar 19 Oktober). Itulah sejumlah mahasiswa Fakultas Teknik UI angkatan pertengahan 1970-an. Peraturan Pemerintah yang mengatur kembali organisasi dan sistem perguruan tinggi, pada 1980, mengakibatkan berubahnya sistem lama yang disebut terminal program menjadi sistem baru yang dinamakan sistem strata. Yang pertama tidak mengenal batas waktu kuliah, hingga bisa saja seorang mahasiswa menempuh 15 tahun kuliah sebelum lulus sarjana. Sistem begini, tentu, merugikan negara, yang telah memberi subsidi kepada mahasiswa universitas negeri. Sistem strata lalu menentukan batas waktu kuliah, yakni 7,5 tahun. Dalam masa peralihan itulah, tiap universitas menentukan kebijaksanaan masing-masing. Di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik (FT) UGM, di awal 1980-an, 30-an mahasiswa dinyatakan lulus tanpa ujian. Alasan pihak UGM, mereka telah menempuh 200 SKS (satuan kredit semester), sementara sistem baru hanya menentukan bobot kuliah sarjana hanya 160 SKS. Tapi hal istimewa ini hanya sekali itu terjadi. Di FT UI tak pernah ada kelunakan itu. Yang ada batas waktu kuliah yang berbeda-beda, menurut tahun angkatan. Mahasiswa angkatan 1964 sampai 1973, misalnya, ditentukan batas waktu kuliahnya Januari 1984. Itu berarti, "Mereka menempuh kuliah 11 sampai 20 tahun," kata Indradjid Subardjo, Dekan FT UI. Toh, batas itu tetap bisa diundurkan lagi. "Namun, keringanan itu tentu harus ada batasnya," kata Indradjid pula. Mahasiswa angkatan 1964-1973, misalnya, diberi kelonggaran sampai dua bulan, yaitu hingga Maret 1984. Dan itulah yang terjadi dengan sejumlah mahasiswa FT UI yang menulis surat pembaca itu. Kasus Firman Batubara, misalnya mahasiswa angkatan 1975, seharusnya batas waktu kuliahnya pada Januari 1985. Pada 1981 ia sudah diberi kesempatan menentukan tugas pilihannya. "Tapi hingga batas waktu terakhir, tugas itu belum selesai," kata Indradjid pula. Tentu, menurut Firman, penentuan kegagalannya dianggapnya kurang pada tempatnya. Ia masih diberi kesempatan mengajukan tugas pilihan pada 14 Februari. Hasilnya, ia masih harus memperbaiki tugas pilihannya. Pihak fakultas memberi waktu sebulan. Firman, 30, kepada wartawan TEMPO Suhardjo Hs. mengatakan, ia menawar waktu yang diberikan hanya menjadi dua minggu. Tentu saja, FT UI mengiyakan. Celakanya, pada 15 dan 16 Februari, pada hari Firman diharuskan menghadiri asistensi, ia tak datang. Dan pada asistensi 20 Februari, tiba-tiba dosen koordinasi tugas sarjana mengharuskan Firman menyerahkan tugas pilihan hari itu juga, pukul 14.00. Tentu saja mahasiswa ini kaget. Bukankah pihak FT UI menyetujui ia baru akan menyerahkan tugas pilihannya pada 28 Februari? Maka, hancurlah harapannya untuk menyandang titel sarjana teknik mesin. Soal itulah yang membuatnya berusaha keras agar keputusan pihak FT UI dicabut dan ia diberi hak ujian ulang. Ia menulis surat pembaca di sejumlah media massa, mengirimkan surat kepada Penjabat Rektor UI, Dirjen Pendidikan Tinggi, bahkan kepada Menteri P & K, Jaksa Agung, dan Wakil Presiden. Menurut sumber TEMPO di FT UI, konon, Firman memang sudah disangsikan bisa menyelesaikan tugas pilihannya. Ultimatum pada 20 Februari diberikan, karena melihat perkembangan tugas pilihannya yang dinilai tak maju-maju. Penjabat Rektor UI, Prof. Tumbelaka, yang, menurut Firman, semula menaruh simpati kepadanya, akhirnya pun berbalik memihak FT UI. "Masalah ini sudah ditangani setingkat Dirjen jadi, di sanalah yang menentukan," kata Tumbelaka kepada A. Luqman dari TEMPO. "Mahasiswa tidak lulus pada ujian akhir selalu ada di tiap fakultas, di mana pun," tambahnya. Tapi tetap menimbulkan pertanyaan, mengapa Firman tak diberi kesempatan hingga hari yang sudah disepakati. Bila memang ada soal-soal lain, mengapa pihak fakultas tak berterus terang saja?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus