Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sistem Zonasi PPDB Dinilai Gagal, Ombudsman Jabar Usul SMAN Favorit Direlokasi

Pemerintah gagal melakukan sistem zonasi PPDB dan meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada sekolah favorit.

22 Juli 2024 | 16.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kaum perempuan atau ibu-ibu menggelar aksi unjuk rasa mengkritik sistem PPDB zonasi dan afrimasi di depan gedung DPRD Jawa Barat di Bandung, 24 Juni 2024. Perempuan dari Forum Masyarakat Peduli Pendidikan menuntut agar pemerintah menambah jumlah sekolah khususnya SMA/SMK negeri di seluruh wilayah dengan merata serta menuntut penambahan kuota untuk PPDB jalur afirmasi. Minimnya jumlah SMA negeri di Kota Bandung masih jadi celah praktik jual beli bangku dan perpindahan domisili secara ilegal. TEMPO/Prima mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menetapkan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sejak 2017. Hingga sekarang, menurut Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat Dan Satriana, sistem itu dinilai gagal. “Pemerintah gagal melakukan program zonasi dan meyakinkan masyarakat bahwa tidak ada sekolah favorit,” ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Dan, citra sekolah favorit masih melekat kuat pada beberapa Sekolah Menengah Atas Negeri atau SMAN sederajat. Padahal pemerintah telah menetapkan agar semua sekolah berstandar nasional. Akibatnya, ada beberapa sekolah negeri yang diperebutkan hingga pendaftar melakukan kecurangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ada celah dalam persyaratan, misalnya dimungkinan peserta didik yang tidak tinggal dengan keluarga,” kata Dan yang sebelumnya adalah pengamat dan aktivis pendidikan di Bandung itu, Ahad, 21 Juli 2024.

Pemerintah Jawa Barat menganulir hampir 200 siswa yang lolos ke SMAN di berbagai daerah karena terbukti melakukan pelanggaran, termasuk domisili atau tempat tinggal.

Beberapa tahun terakhir Ombudsman mencermati khusus PPDB sistem zonasi di sebuah SMAN di Garut. Pada tahun ini, misalnya, ada 209 orang pendaftar yang domisilinya kurang dari 200 meter. “Itu mencurigakan karena setiap tahun begitu terus,” ujarnya. 

Guna mengatasi masalah zonasi dan citra sekolah favorit, Dan mengusulkan agar pemerintah daerah lebih fleksibel untuk memindahkan sekolah favorit dengan menyesuaikan perkembangan domisili. Contohnya SMAN 9 dan SMAN 12 di Bandung yang tadinya berlokasi di wilayah tengah menjadi ke timur dan barat. Relokasi sekolah itu, menurut Dan, menyesuaikan perkembangan populasi penduduk di suatu wilayah.

Pendirian sekolah relokasi itu bisa dilakukan pemerintah daerah lewat tukar guling aset. Ombudsman tidak sependapat dengan pihak yang menginginkan penambahan sekolah negeri baru. Alasannya, karena dari data, lulusan SMP ke SMA sederajat masih bisa tertampung asalkan dioptimalkan. Misalnya SMAN 3 dan 5 yang selama ini terkenal dengan sekolah favorit di Bandung, salah satunya direlokasi, seperti ke daerah Cibiru, daerah perbatasan Kota Bandung di bagian timur. 

Selain itu, pemerintah daerah pun bisa mengarahkan sekolah-sekolah swasta untuk dibuka di wilayah yang daya tampung siswanya masih kurang. Datanya bisa dilihat dari domisili siswa lulusan SMP sederajat dan proyeksinya dari angka jumlah penduduk. 

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus