Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golkar Nusron Wahid menepis dugaan pihak kepolisian yang menyebut penghadangan terhadap dirinya di Makam Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara karena dendam masyarakat. Polisi menduga masyarakat Luar Batang masih dendam kepada Nusron yang diklaim pernah menyebut Luar Batang adalah tempat yang kumuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak pernah ngomong Luar Batang itu kumuh," kata Nusron Wahid saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 27 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nusron, justru dirinya pernah mendatangi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pada 30 Maret 2016. Saat itu, kata dia, dirinya meminta agar Ahok tidak menggusur makam Luar Batang kendati berada di wilayah yang sempit dan sulit untuk akses masuk masyarakat.
Malah, kata Nusron, dia juga mengusulkan kepada Ahok agar kawasan di sekitar makam ditata, jalannya diperlebar, serta tanah-tanah yang kosong dibeli Pemda untuk dibuat parkir. Tujuannya, supaya lebih rapi dan lebih nyaman bagi peziarah. "Silakan cek di jejak digital soal ini," ujarnya.
Nusron menduga penghadangan itu dilakukan karena alasan politis dan berkaitan dengan insiden pembakaran bendera hitam berlafadz tauhid di Garut. Sebab Nusron dianggap figur mantan Ketua Umum GP Ansor dan pendukung calon presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi.
"Mereka yang mendemo saya itu jelas berteriak 2019 ganti presiden di mesjid dan di depan makam Kramat Luar Batang. Mereka juga menyebut-nyebut Ansor dan Banser," kata Nusron.
Terlebih, kata Nusron Wahid, dirinya rutin mengunjungi makam Luar Batang sejak 2016. Nusron berkunjung hampir setiap malam jumat, minimal satu bulan sekali. "Dan selama itu tidak pernah terjadi apa-apa. Ini kali pertama. Saya kira ini ada kaitannya dengan insiden di Garut," ujarnya.