Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ENAM bulan berlalu, dan satu pertanyaan mengendap di kepala orang banyak yang pernah menyumbang duit untuk bencana Aceh: bagaimana nasib sumbangan itu? Sudah disalurkan atau menguap di tengah jalan?
Ratusan organisasi partikelir bermunculan mengumpulkan dana masyarakat pascatsunami. Organisasi yang menghimpun dana di bawah Rp 1 miliar biasanya langsung menghabiskannya pada masa tanggap darurat. Jika masih ada sisa, mereka menyerahkan ke lembaga lain yang mengumpulkan sumbangan dalam jumlah cukup besar.
Sebut saja salah satunya Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Lembaga ini menghimpun uang sekitar Rp 28 juta. Sumbangan itu berasal dari mahasiswa, dosen, dan pengguna jalan. Menurut Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa UNJ, Kariyadi, sebagian besar uang itu mereka serahkan langsung ke korban bencana bersama 87 relawan yang mereka kirimkan ke Aceh. "Sisanya kami titipkan ke Mercy (lembaga swadaya dari Amerika Serikat yang bergerak di bidang kemanusiaan)," katanya.
Lembaga partikelir yang berhasil mengumpulkan sumbangan dalam jumlah cukup besar biasanya tak langsung menghabiskannya dalam tiga bulan masa tanggap darurat. Mereka menyusun sejumlah program hingga masa rehabilitasi dan konstruksi.
Kelompok Kompas Media melalui Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) membagi dua tahap penyerahan bantuan dari Rp 53,5 miliar uang yang terkumpul. Pada masa tanggap darurat, mereka hanya membelanjakan Rp 5,7 miliar. Uang itu dipergunakan untuk membeli keperluan mendesak seperti pakaian dan makanan. Menurut Pemimpin Redaksi Kompas, Suryopratomo, saat ini mereka memusatkan perhatian di bidang kesehatan, pendidikan, dan usaha kecil menengah.
Sumbangan itu akan mereka pakai untuk memperbaiki rumah sakit dan membeli sepuluh ambulans. Mereka juga berencana membangun asrama dosen Institut Agama Islam Negeri Ar-Raniry dan asrama mahasiswa Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh. "Pemenang tendernya baru akan diumumkan pada Juli nanti," kata Suryopratomo.
Hal serupa dilakukan Grup Jawa Pos dari Surabaya, yang berhasil menghimpun bantuan Rp 19,8 miliar. Mereka juga membelanjakan separuh dari uang tersebut pada masa tanggap darurat. Di antaranya untuk mengirimkan dokter dan tim penyelamat ke Aceh. "Sisanya untuk membangun pesantren dan rumah cepat," kata Imam Syafii, koordinator dana tsunami Aceh Jawa Pos. Sebanyak 400 rumah sementara seharga Rp 15,6 juta per unit telah ditempati korban bencana di Aceh bagian barat. Saat ini akan menyusul 800 unit rumah yang sedang mereka siapkan pembangunannya.
Berbeda lagi program yang dilakukan Yayasan Nurani Dunia, yang dipimpin Imam Prasodjo. Setelah melewati masa tanggap darurat, mereka berencana membangun beberapa proyek pemberdayaan masyarakat. "Kami membangun komunitas, bukan sekadar bangunan secara fisik," kata Imam. Untuk itu Nurani Dunia membentuk beberapa yayasan baru yang kepengurusannya dipegang oleh orang-orang Aceh sendiri.
Salah satu rencana Imam adalah membangun pusat pelatihan di atas tanah 10 hektare yang telah mereka bebaskan di Banda Aceh. Masalahnya, ketika semua proyek hendak dimulai, harga bahan bangunan di Aceh melonjak tinggi. Harga batu bata yang biasanya Rp 220 saat ini Rp 500. Terpaksa proyek itu ditunda dan harus dibuat program baru membangun pabrik batu bata. Untuk itu mereka mengirim beberapa orang Aceh untuk belajar membuat batu bata ke Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Imam, hingga kini baru sekitar Rp 10 miliar uang yang mereka terima. Sekitar tiga kali lipat dari jumlah itu masih dalam bentuk janji. Bahkan sebuah lembaga telah mempublikasikan penyerahan bantuan kepada Nurani Dunia sejak dua bulan lalu. Saat ini Imam tak berani menjanjikan sampai kapan semua proyek yang mereka siapkan akan selesai.
Dana yang dikumpulkan Yayasan Nurani diaudit Kantor Akuntan Publik Santoso Harsokusumo. Adapun Kompas akan mempertanggungjawabkannya melalui auditor Ernst & Young. Kelompok Jawa Pos mengaku hingga kini belum melibatkan tim audit seperti halnya Posko Bantuan Aceh UNJ. "Kami juga tak perlu laporan ke rektorat," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UNJ, Kariyadi. Sebab, pertanggungjawaban dana langsung melalui sidang umum BEM.
Lembaga partikelir itu memang punya cara sendiri-sendiri mempertanggungjawabkan pemakaian sumbangan untuk Aceh. Anda berhak bertanya: sudah disalurkankah dana sumbangan saya?
Agung Rulianto, Agricelli, Mawar Kusuma, Sunudyantoro (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo