Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satu peleton polisi berjaga di kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jember. Mereka memeriksa siapa saja yang datang ke kantor KPUD. Penjagaan ketat dilakukan setelah Selasa pekan lalu kantor KPUD dibakar. Meski tidak membakar seluruh isi kantor, api menghanguskan jaringan telepon dan listrik kantor tersebut.
Polisi belum menemukan motivasi pembakaran itu. Namun, menurut Sudarisman, anggota KPUD Jember, upaya pembakaran tersebut untuk menghambat pemilihan Bupati Jember yang dijadwalkan Senin pekan ini. "Ini teror menghambat pilkada" kata Sudarisman.
Teror atau apa pun namanya saat ini sedang melanda sejumlah KPUD. Kantor KPUD Banyuwangi, misalnya, sejak April hingga pekan lalu terus didemo pendukung Syamsul Hadi, calon bupati yang ditolak KPUD Banyuwangi. Merasa khawatir, enam anggota KPUD Banyuwangi memilih pindah ke gedung DPRD. "Nyawa kita terancam," kata Ketua KPUD Banyuwangi, Akhmad Syakib, kepada Tempo.
Panasnya suhu politik membuat DPRD bersama Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Banyuwangi meminta Gubernur Jawa Timur menunda pemilihan bupati. Pemilihan perlu ditunda karena persiapan pemilihan di daerah ini belum beres. "Ada sepuluh desa yang belum ada panitia pemilihannya," kata Wawan S. Riyadi, anggota Panitia Pengawas Pilkada Banyuwangi.
Tekanan massa terhadap KPUD Banyuwangi, menurut anggota KPUD Jawa Timur, Aribowo, akibat perpecahan partai politik. Saat ini ada dua kelompok PKB di daerah itu, yaitu PKB pimpinan Wahyudi dan PKB yang diketuai KH Hasyim Cholil. Yang jadi masalah, KPUD hanya menerima pendaftaran calon dari PKB kubu Wahyudi dan menolak Syamsul Hadi, calon dari PKB kubu Kiai Hasyim.
Penolakan tersebut langsung membuat pendukung Syamsul meradang. "KPUD seperti tukang jagal," kata Agus, pendukung Syamsul Hadi. Selain demonstrasi, pendukung Syamsul juga menggugat KPUD di pengadilan. Namun, KPUD tidak gentar dan akan menggelar pemilihan bupati sesuai dengan jadwal. "Persiapan sudah siap, tidak perlu diundur," kata Achmad Syakib.
Desakan penundaan pemilihan bupati juga muncul di Padangpariaman, Sumatera Barat. Ratusan orang juga mendemo KPUD Padangpariaman dan meminta pemilihan bupati yang akan digelar tanggal 27 Juni pekan ini ditunda. Usulan tersebut telah disampaikan Ketua DPRD Padangpariaman, Akhyardi, kepada Gubernur Sumatera Barat.
Permintaan penundaan dilakukan karena KPUD dianggap tidak adil lantaran hanya menerima pendaftaran tiga pasangan calon dari tiga kelompok parpol kecil. Sedangkan pasangan Iqbal Alan Abdullah-Yulius Daniel, yang dicalonkan gabungan tiga parpol besar termasuk Golkar, ditolak KPUD karena Iqbal tidak bisa menunjukkan ijazah SD yang asli.
Wakil Ketua Panitia Pengawas Pemilu Padangpariaman, Jonifriadi, mengatakan masyarakat kecewa bukan hanya karena ditolaknya calon dari Golkar, tapi juga akibat perpecahan parpol di daerah itu. Dalam kasus pasangan Muslim Kasim-Alimukhni, yang dicalonkan koalisi sebelas parpol, ternyata dua parpol anggotanya, yaitu PAN dan PDIP, pecah. "Ada yang mengusulkan Muslim Kasim, tapi lainnya tidak," kata Jonifriadi.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf menilai konflik pemilihan kepala daerah belum mengkhawatirkan. Dari 226 daerah yang menggelar pemilihan tahun ini, kata dia, hanya 20-an daerah yang bermasalah. Meskipun angkanya kecil, Aribowo menilai sejumlah peraturan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah perlu ditinjau. "Sistem kepartaian yang terpusat tidak sejalan dengan otonomi daerah " kata Aribowo.
Zed Abidien, Mahbub Junadi (Jember), Febriyanti (Padang), Ibnu Rusydi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo