SEBUAH delegasi datang ke DPR Jumat pekan lalu. Tak ada spanduk atau pembacaan puisi seperti delegasi para mahasiswa. Sebab mereka adalah tokoh Islam terkemuka yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiuah (FUI), seperti Ismail Suny dan Anwar Harjono. Ketika diterima pimpinan Komisi I DPR Aisyah Amini dan Theo L. Sambuaga, mereka menyampaikan kepeduliannya atas penderitaan rakyat Bosnia Hercegovina. Kedatangan tokoh-tokoh FUI itu untuk menyerahkan tembusan surat yang telah dikirimnya ke Presiden Soeharto akhir bulan lalu. Dalam pertemuan itu, Anwar Harjono, yang juga Wakil Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), mengingatkan bahwa hubungan antara sesama mukmin dan muslim semakin dekat dengan adanya penderitaan masyarakat Bosnia. Dalam suratnya kepada Pak Harto, FUI yang dibentuk tokoh-tokoh Islam tahun 1989 itu menilai bahwa apa yang terjadi atas rakyat Bosnia bukan sekadar pembersihan etnis, tapi sekaligus merupakan pembersihan agama dan budaya, dalam hal ini Islam. "FUI Jakarta, forum yang mempertemukan aspirasi berbagai organisasi Islam tingkat pusat, merasa sangat prihatin terhadap keadaan dan masa depan Bosnia yang mayoritasnya beragama Islam," demikian salah satu bagian surat yang diteken 17 tokoh teras organisasi Islam itu. Lewat enam butir sarannya pada Presiden Soeharto, Forum antara lain minta agar Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Yugoslavia, memulangkan orang Yugo (Serbia) yang masih ada di Indonesia, meningkatkan upaya diplomatik yang lebih kongkret untuk menyelamatkan Bosnia, dan bantuan bagi perjuangan rakyat Bosnia. "Apakah Pemerintah akan memberikan bantuan senjata atau pasukan, itu terserah pada Pemerintah," kata Anwar Haryono kepada TEMPO. Tapi apakah FUI juga siap dengan sukarelawan? "Keinginan kami adalah mengakhiri konflik di sana. Bukan memperbesarnya," kata Anwar. Sementara itu, pada hari yang sama, sekitar 400 mahasiswa juga melakukan demo di gelanggang mahasiswa UGM Yogyakarta. Seperti halnya FUI, sekelompok pengunjuk rasa, Gerakan Muda Indonesia Pembela Bosnia, menuntut agar Pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan Yugoslavia. Sejumlah mahasiswa naik-turun mimbar mengutuk Serbia. Beberapa mahasiswa menyatakan kepada TEMPO siap menjadi sukarelawan membantu pejuang mujahidin di Bosnia. "Saya ingin berjihad di sana kalau ada yang menjadi sponsor," kata seorang mahasiswa geologi. Pemerintah Indonesia, menurut sebuah sumber, tampaknya tak akan "habis-habisan" membela Bosnia seperti disarankan itu. Bahkan tuntutan memboikot Yugoslavia atau orang Yugo di Indonesia pun dianggap salah alamat. Menteri Moerdiono sendiri juga mengingatkan, sikap Indonesia tentang Bosnia yang sudah jelas, yakni seperti yang dikatakan Presiden Soeharto dalam pidato di PBB dan KTT Nonblok tempo hari. Yang pasti, katanya pada Linda Djalil dari TEMPO, pengiriman bantuan uang untuk Bosnia adalah sumbangan terbesar yang pernah diberikan Indonesia. Bantuan itu sekitar US$ 200 ribu. Sementara itu, kuasa usaha Yugoslavia untuk Indonesia, Nenat Zerojewic, menganggap saran FUI untuk pemutusan hubungan diplomatik kedua negara kurang tepat. "Sejak semula kami menentang pembersihan di Bosnia Herzegovina," katanya pada MD Ajie dari TEMPO. "Dan tentara Yugo tak ada yang terlibat dalam pembantaian itu." Agus Basri, Siti Nurbaiti, Andi Reza Rohadian, dan M. Faried Cahyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini