Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tak Sejalan di Tengah Jalan

Gatot Pujo Nugroho tak akur dengan PKS. Dinilai kurang menaruh perhatian ke partai yang membesarkannya.

16 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA bulan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi, benak Gatot Pujo Nugroho memendam ganjalan. Gubernur Sumatera Utara nonaktif itu merasa Partai Keadilan Sejahtera tempat ia berhimpun sebagai kader telah meninggalkannya. "PKS tak suka sama saya," kata Gatot kepada Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Menurut Gatot, PKS tak membelanya ketika empat kasus mendera sekaligus. Dari empat perkara, tiga di antaranya disidik KPK: kasus penyuapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, pemberian suap kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, dan pemberian duit Rp 200 juta kepada bekas Sekretaris Jenderal Partai NasDem Patrice Rio Capella. Adapun Kejaksaan Agung menyangka Gatot mengorupsi uang bantuan sosial Rp 380,4 miliar.

Dia merasa PKS mulai menjaga jarak sejak sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang berafiliasi dengan partai ini gagal memperoleh jatah duit bantuan sosial dari anggaran daerah tahun 2015. Gatot sebagai gubernur, dan DPRD Sumatera Utara, telah menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumatera Utara 2015 pada September tahun lalu.

Gatot juga mengakui tahu ada satu lagi proposal proyek yang diajukan PKS pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tapi tak mendapat kucuran APBD 2015. Gatot baru tahu setelah seorang bawahan dia membisikinya. Pada saat yang sama, lembaga lain yang disorongkan partai lain justru mendapatkan jatah anggaran daerah. "Saya duga itu yang membuat PKS tak suka sama saya," tuturnya.

Kemarahan partai yang menjadi pengusung Gatot maju menjadi kepala daerah itu memang tak dia bayangkan sebelumnya. Apalagi Gatot bukan orang baru di PKS. Pada 2005, ia berhenti sebagai dosen politeknik Universitas Sumatera Utara saat ditunjuk menjadi pelaksana harian Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS Sumatera Utara. Gatot berhenti menjadi pengurus PKS tiga tahun kemudian karena terpilih menjadi wakil gubernur bersanding dengan Gubernur Syamsul Arifin ketika itu.

Selama menjadi wakil gubernur, Gatot aktif dalam banyak kegiatan PKS. Partai sering mengikutsertakan Gatot dalam rapat kader. Pada akhir Maret 2012, Gatot menjadi anggota panitia Musyawarah Kerja Nasional PKS di Medan. Menggunakan kendaraan politik yang sama, Gatot mencalonkan diri sebagai gubernur, berpasangan dengan Tengku Erry Nuradi, dalam pemilihan umum kepala daerah Sumatera Utara pada 2013.

Gempuran terhadap Gatot sebenarnya mulai terasa ketika Amsal Nasution, Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014, melaporkannya ke Kementerian Dalam Negeri. Amsal melihat Gatot sebagai lawan dalam politik. Ia menuding Gatot menyalahgunakan kewenangan. Laporan ini masuk ke Kementerian Dalam Negeri pada Februari lalu.

Merespons Amsal, Kementerian Dalam Negeri menyurati Gatot, yang isinya menyampaikan hasil pemeriksaan khusus mengenai hal ini. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Dodi Riyadmadji mengatakan pemeriksaan dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. "Kami merespons sejumlah pengaduan," kata Dodi.

Kementerian Dalam Negeri dalam laporan hasil pemeriksaan menemukan kejanggalan dalam anggaran 2013. Misalnya, anggaran dana bantuan ke daerah, atau dana bantuan daerah bawahan, melonjak dari Rp 1,68 triliun menjadi Rp 2,84 triliun. Bantuan sosial yang semula dianggarkan Rp 76,7 miliar membengkak sampai Rp 107,8 miliar. Pada saat yang sama, bagi hasil pajak kepada kabupaten/kota yang semula Rp 1,4 triliun menjadi hanya Rp 522,7 miliar.

Amsal mengaku dua kali melaporkan kejanggalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Sumatera Utara, yakni pada 2013 dan 2014. Salah satunya, pemerintahan Gatot tak membayar utuh dana bagi hasil pajak ke kabupaten dan kota. Akibatnya, pada akhir 2013 utang pemerintah provinsi ke daerah menumpuk hingga Rp 2 triliun. Dalam pengaduannya ke Kementerian tertanggal 17 April 2013, Amsal membeberkan persoalan lain.

Amsal menulis ada masalah dalam pemberian bantuan kepada daerah oleh pemerintah provinsi pada 2012 dan 2013. Pertama, besaran anggaran melebihi kemampuan keuangan provinsi. Kedua, alokasi tiap kabupaten dan kota sangat timpang. Amsal menduga dana bagi hasil itu dialokasikan untuk dana bantuan daerah. "Saya punya tanggung jawab moral kepada rakyat. Saya tak melihat Gatot sebagai sesama kader PKS," kata Amsal.

Menanggapi itu, Gatot mengakui tak bisa menolong partainya mendapatkan bagian pada APBD 2015. Dia merasa tak bisa mengendalikan pencairan dana itu. Menurut dia, semua proposal dari pemohon dikumpulkan di tim anggaran pemerintah daerah yang dipimpin sekretaris daerah. Tim ini yang menyortir proposal dan menyerahkannya ke dinas terkait. Misalnya, proposal bidang pendidikan diserahkan ke Dinas Pendidikan untuk diverifikasi.

Gatot beralasan, hingga dana bantuan sosial cair ke lembaga pemohon, tim anggaran itu juga yang memeriksa ulang. Dia juga mengaku tidak perlu tahu jumlah dan lembaga apa saja yang menerimanya. "Saya juga tidak perlu meneken tanda persetujuan karena sistemnya sudah jalan," katanya.

Buruknya hubungan Gatot dengan PKS juga tampak ketika DPRD Sumatera Utara hendak menggunakan hak interpelasi terhadap Gatot pada Maret lalu. Fraksi PKS tidak membendungnya. Gatot mengakui DPRD sempat berencana menanyakan hubungan Gatot dengan Evy Susanti. Pernikahan kedua sang Gubernur diduga menyalahi Undang-Undang tentang Izin Pernikahan bagi Pegawai Negeri Sipil dan aturan kepartaian.

Agustus tahun lalu, publik Sumatera Utara ramai membahas isu Gatot berpoligami dengan Evy. Sebelumnya, Gatot punya satu istri bernama Sutias Handayani. Buat PKS, Sutias merupakan kader. Ia pernah menjadi anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang. "Hak interpelasi hanya untuk mempertanyakan kebijakan saya selaku gubernur," kata Gatot. Sutias pernah ditanya ihwal poligami dalam halalbihalal pada Lebaran Juli tahun lalu, di kantor Gubernur Sumatera Utara, tapi ia irit komentar. "Maaf ya, jangan dulu," kata Sutias.

Ketua Fraksi PKS DPRD Sumatera Utara 2009-2014, Hidayatullah, menyatakan tak mengetahui buruknya hubungan Gatot dengan PKS. Selama memimpin fraksi, Hidayat merasa Gatot tak pernah memutus komunikasi dengannya. "Saya bukan pengurus partai," ujarnya. Presiden PKS Sohibul Iman tak menyangkal Gatot renggang dengan PKS Sumatera Utara. Dia ragu Gatot bisa kembali harmonis dengan partainya. Iman berharap konflik itu segera berakhir. "Ada lapangan perjuangan yang luas buat Gatot, tak harus melalui politik."

Muhamad Rizki, Linda Trianita (Jakarta), Sahat Simatupang (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus