Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Tanah wakaf setelah kompilasi

Keikhlasan bisa dikalahkan keserakahan. tak jarang tanah wakaf dipindah tangankan. alasannya: tak ada akta ikrar wakaf (aiw). pemda dki jaya digugat jamaah masjid karena mengubah status hukum tanah.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lima tahun. Perkara itu belum juga sudah di Pengadilan NegeriJakarta Selatan. Selain PT Setiawan Sejati, 300 jamaah Masjid Baitul Mukhlisin, Karet Semanggi Setiabudi, Jakarta, itu ikut menggugat Gubernur DKI Jakarta sebanyak Rp 2,5 milyar. Gubernur itu mereka tuduh mengubah status hukum tanah itu jadi milik negara. Padahal, warisnya, Aisyah, tanah pemberian Muhamad Sainan (almarhum) itu diakui sebagai wakaf. Pada 1983 pengurus yang lama melego tanah masjid itu, 260 m, kepada pengusaha tersebut. Awal Juli lalu gugatan itu ditolak gubernur. Alasannya: tanah itu tak ada Akta Ikrar Wakaf (AIW). Dan penjualannya sulit seandainya sang nadir ingat pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/1977 -- plus 9 peraturan sejak 1977-1983 mengenai tanah wakaf dari Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Kasus serupa itu memang sering muncul. Di Jawa Timur, misalnya, ada tanah wakaf diklaim waris pewakaf, lalu dijual. Di Masjid Sunan Ampel, Surabaya, lain lagi. Tanah masjid itu berubah ciut setelah berdiri rumah pendatang. Dalam catatan Kantor Urusan Agama Islam di 27 provinsi, jumlah tanah wakaf 42 ribu hektar. Lokasinya di 239.414 tempat. Yang ber-AIW baru 4 ribu hektar, dan 3 ribu hektar (6,8 persen) bersertifikat. Sisanya, 35 ribu hektar (93,2 persen) jangankan bersertifikat, malah tanpa ber-AiW. Di Maluku, dari 1,5 hektar tanah wakaf, cuma 5,5 hektar yang ada AIW-nya. Di Jakarta, harga tanah wakaf Rp 50-500 ribu per m2. Dari 221 hektar itu yang bersertifikat baru 10 hektar. 21 hektar ber-AIW, dan sisanya 188 hektar masih kabur riwayatnya. Dan tanah wakaf itu gampang jadi sengketa. "Jika tak segera diurus, ini bisa mengganggu stabilitas nasional," kata H.M. Munir S.A., Direktu. Urusan Agama Islam Departemen Agama. Tanah wakaf itu lazim untuk sarana sosial-keagamaan, seperti masjid, sekolah, pondok, panti asuhan, kebun (produktif) dan sejenis. Tanah yang sudah milik umum itu, jika ada peralihan, sering pula memarak kegelisahan. Contohnya, Masjid Al Ikhlas Bandung (wakaf Almarhumah Iti pada 1935) yang dibeli pengusaha apotek. Ada 70-an jamaah protes. Padahal masjid itu dipindahkan ke tempat baru. Dalam PP No. 28 diatur penggunaan tanah wakaf ke tempat lain, dari yang dicantumkan di AIW, itu mesti persetujuan tertulis Menteri Agama. Banyak pewakaf atau waqif galibnya lebih terdorong ikhlas ketika menyerahkan tanah itu (biasanya belum disertifikat). Padahal, keikhlasan juga sering dikalahkan keserakahan. Untuk mengelak yang begitu, pada 1958 di Pondok Modern Gontor, Ponorogo, misalnya, dibentuk badan wakaf. Ketika itu Pondok Gontor sudah 32 tahun "Dengan itu diharap kehidupan pondok tetap lestari, meski pendirinya meninggal," kata H. Hadiyin Rifa'ie, Ketua UmumBadan Wakaf Pondok Gontor. Badan wakaf itu kini mengurus 250 hektar sawah bersertifikat dan produktif. Wakaf itu bahkan telah membuat Pondok Gontor mandiri. Tapi banyak tanah wakaf sulit disertifikatkan, karena birokrasinya susah. Ditjen Agraria bahkan belum menyeragamkan biaya ukur tanah wakaf. Walau begitu, dari 1981 hingga kini Departemen Agama telah membantu menyertifikatkan tanah wakaf di 1.400 lokasi. Setelah dua pekan lalu Menteri Agama Munawir Sjadzali menjelaskan kedudukan tanah wakaf itu di Komisi IX DPR-RI, kini sedang diupayakan menyusun naskah studi akademisnya. Sehabis itu, ia berharap kian mudah menyertifikatkan tanah wakaf. Sedangkan di Kompilasi Hukum Islam. Februari lalu, juga telah direkam ijmak ulama tentang hukum wakaf. "Peraturannya sudah memadai. Tinggal pelaksanaan di daerah-daerah," ujar Moh. Daud Ali, S.H., guru besar Hukum Islam di Universitas Indonesia. A.T.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus