Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Tentang ramai-ramai ke desa

Program kuliah kerja nyata ditujukan untuk pembangunan pedesaan. kegiatan intra kurikuler perguruan tinggi. kenyataan pelaksanaan kkn menimbulkan pro dan kontra, diperlukan realisasi lebih baik. (pdk)

5 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA kabar KKN, Kuliah Kerja Nyata? Meskipun sudah' memasuki tahun keempat, program yang direncanakan bakal diintegrasikan ke dalam kurikulum perguruan tinggi itu nampaknya baru bagus di kertas saja. Sejak program yang mengharuskan setiap mahasiswa masuk ke desa itu baru diikuti Universitas Gajahmada, Andalas dan Hasanuddin (tahun kemarin sudah diikuti 29 perguruan tinggi negeri) sampai kini, ketidakjelasan pada pelaksanaannya masih tetap jadi masalah. "Sampai sekarang di kalangan mahasiswa khususnya dan warga perguruan tinggi umumnya, timbul pro dan kontra terhadap eksistensi KKN, dan masih banyak yang sama sekali tidak mengenal apa dan bagaimana KKN itu". Itu ditulis dalam Usulan Proyek: Nasional DM Unpad - dalam rangka mengadakan Presentasi Kertas Karya, Seminar dan Pameran Visuil tentang Pengabdian Masyarakat dan KKN Mahasiswa, bulan Agustus mendatang. Dalam rencana yang disampaikan kepada wartawan oleh ketua panitianya Didin S. Damanhuri yang Sekjen DM Unpad 15 Mei kemarin, disebutkan juga di kalangan warga perguruan tinggi belum terlihat adanya motivasi yang cukup terhadap masalah dan peranan yang dapat dilakukan melalui itu KKN. Juga terhadap program KKN yang telah dilaksanakan, menurut DM Unpad dunia perguruan tinggi belum sepenuhnya menunjang. Sedang bagi masyarakat desa, kegiatan KKN mengundang kekhawatiran terhadap ekses yang mungkin terjadi: diperkenalkannya tingkah laku kota yang dibawa mahasiswa-mahasiswa itu diduga akan menimbulkan ketegangan sosial atau lainnya. Atas dasar itu DM Unpad berpendapat: sebelum-- dijadikan kurikulum wajib bagi semua perguruan tinggi, lebih dahulu perlu ditampung pendapat secara luas dari berbagai kalangan. Lewat rencana untuk mengadakan Presentasi Kertas Karya itu, DM Unpad mengharap KKN nanti dapat menemukan bentuk yang bisa diterima, baik oleh mahasiswa, staf pengajar maupun masyarakat sendiri. Selama ini, "KKN belum dihayati oleh staf pengajar perguruan tinggi", ucap Prof. Dr. Achjani Atmakusuma, Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Ditjen Pendidikan Tinggi. Sementara Didin mengajukan persoalan lebih lanjut: "apakah para mahasiswa sudah mempunyai rasa memiliki sehingga mereka merasa berkepentingan dan ikut bertanggung jawab terhadap kelanjutan dan pengembangan KKN?". Dalam Rapat Kerja Tinjauan Tahunan KKN oleh pihak P&K tahun lalu, kerepotan melaksanakan program itu sebenarnya sudah digambarkan oleh rata-rata peserta. Utusan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) misalnya sudah bilang bahwa di perguruan tingginya ada tendensi menolak KKN. Program itu dianggap sebagai program titipan. "Karena itu selama KKN tidak disatukan dalam kurikulum, selama itu pula anggapan itu bakal ada", katanya. Selama ini KKN dianggap, selain bakal menambah beban juga akan memperpanjang masa kuliah. Dalam kondisi serupa itu "sulit mencari peserta KKN di kalangan mahasiswa", ujar Ratusan Universitas Sumatera Utara. Tapi apakah dengan terintegrasinya dalam kurikulum, masalah KKN akan selesai? Utusan Universitas Hasanuddin dalam pertemuan tersebut, nampaknya lebih cenderung menerima adanya instruksi tentang keterlibatan KKN dalam kegiatan intra kurikuler perguruan tinggi. "Instruksi bukan berarti paksaan, tapi sekedar dijadikan tantangan agar bisa dicarikan jalan keluar" katanya. "Tanpa instsruksi, pelaksanaan KKN jadi masa bodoh". Namun Prof. Achjani sebagai pejabat pemerintah, agaknya tidak ingin menimbulkan kesan adanya paksaan. 'Mudah-mudahan tidak usah ada instruksi" katanya, "tapi pokoknya program KKN merupakan kegiatan intra kurikuler, bukan program titipan". Program titipan atau bukan, bagi Achjani KKN tetap dianggap program yang mampu mengundang manfaat. Beberapa alasan disebutnya. Bahwa karir bagi mahasiswa tidak hanya terdapat di kota adanya kerjasama inter-disipliner sehingga mahasiswa, kalau kelak jadi pemimpin, bisa mengerti bahwa berbagai masalah bisa dipecahkan bersama-sama juga mendewasakan-mahasiswa sehingga bisa mengadakan pendekatan realistis terhadap permasalahan dan feed-back ke universitas bisa diharap, sehingga kurikulum pendidikan perguruan tinggi bisa dicocokkan dengan kebutuhan masyarakat. "KKN ditujukan untuk pendidikan kepribadian dan kepemimpinan", sambut Dr. WP. Napitupulu, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga, ketika menjadi panelis pada diskusi masalah program tersebut di ITB tahun lalu. Baik Napitupulu maupun Achjani sependapat, bahwa dengan KKN diharapkan para mahasiswa tidak hanya terus menjadi pembikin problim (problem creator) tapi terlatih untuk menjadi pemecah masalah (problem solver). Lewat program itu selain mahasiswa dibiasakan bekerja dalam sebuah team yang terdiri dari pelbagai keahlian, mereka--sambil mengurus kepentingannya dalam menuntut ilmu pengetahuan --bisa berbuat sesuatu untuk pembangunan pedesaan. Jadi, kapan KKN yang digambarkan itu bisa direalisir di perguruan tinggi? Achjani memang tidak menjawab tegas. "Saya tidak mau main target-targetan", katanya kalem setahun yang lalu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus