Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Para transmigrasi itu para transmigran itu

Daerah bengkulu memiliki tanah kosong yang luas & subur. direncanakan para transmigrasi ditempatkan di daerah ini. kenyataan para calon transmigrasi enggan ke sana, karena tempat jauh di pedalaman.

5 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMPIR dalam segala kesempatan berpidato, Gubernur Bengkulu drs. H.A Chalik menyarankan agar meningkatkan pertanian dan perkebunan. Tanamlah tanaman-tanaman keras. Cengkeh, kopi, lada dan lain-lainnya", begitu ia berseru. Tentu saja ditujukan kepada seluruh warga propinsi Bengkulu. Ternyata seruan tersebut lebih banyak disimak dan dilaksanakan para pejabat. Termasuk gubernur sendiri. Sebab kabarnya para pejabat tersebut seperti walikota, para Bupati dan lainnya saling berlomba memiliki tanah yang luas dan sekaligus menanaminya. Tentu saja bukan pejabat itu sendiri yang berkebun. Sebab mereka mengupahkannya kapada orang lain. Sedang warga biasa cukup dengan luas sekedarnya, sesuai kemampuannya. Meski begitu propinsi Bengkulu yang luasnya hampir 20 ribu Km2: dengan penduduk cuma sekitar 589 ribu jiwa, masih memiliki tanah kosong amat luas dan subur. Buat siapa? Tentunya buat para transmigran. Tak kurang 100 ribu K di akhir Pelita II, nanti direncanakan akan dihijrahkan ke tanah dan hutan kosong di sana (TEMPO, 22 Mei 1976). Kantor Wilayah Transmigrasi Propinsi Bengkulu mencatat telah 6071 jiwa (1421 KK) dihijrakan ke sana, di masa sebelum Pelita. Kemudian 7.486 jiwa ( 1.599 KK) selama Pelita I . Dan di masa Pelita yang sedang berjalan sekarang, 1.751 jiwa (417 KK) sudah diboyong pula. Rp 8.000/Rumah Tampaknya serba lancar. Tapi itu cuma dalam catatan Kantor Wilayah Transtmgrasi. Dalam kenyataannya selain tersendat-sendat juga selalu bersuasana tak enak. Hingga bikin orang enggan jadi calon transmigran. Dalam masa 1975/1976 ini misalnya, 786 KK lagi akan didatangkan ke Bengkulu. Sejumlah 500 KK akan ditempatkan di Rimbo Kedui II, Kabupaten Bengkulu Selatan, sisanya akan diboyong ke Seblat, Kabupaten Bengkulu Utara. Bagaimana kedua tempat tersebut? Tempat para transmigran itu berada jauh di pedalaman, berpuluh kilometer dari jalan. Dan untuk mencapai proyek, cuma bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Rimbo Kedui II terletak 55 Km dari kota Bengkulu. Sedang untuk mencapai proyek' harus berjalan kaki sejauh 10 Km ke pedalaman. Padahal tanah'kosong yang dekat pusat pemasaran produksi cukup banyak. Sementara itu rumah yang seharusnya sudah siap mereka tinggali, belum separuhnya selesai. Menurut pejabat Kantor Transmigrasi di sana, rumah-rumah untuk calon penghuni sebanyak itu seharusnya dikerjakan oleh paling sedikit 4 pemborong agar cepat selesai. Tapi konon Gubernur bertahan menunjuk hanya satu pemborong saja. Dan perusahaan itu kemudian memborongkannya lagi kepada rakyat setempat sampai kepada Pesirah-Pesirahnya (kepala kampung). Kabarnya dengan uang Rp 8 ribu, rakyat yang jadi pemborong itu harus bisa menyelesaikan 1 rumah. Dengan bahan-bahan yang harus mereka cari atau beli sendiri, kecuali kapur untuk melabur disediakan oleh perusahaan tadi. Terpaksalah rakyat menebang kayu sendiri. Masuk akal bila cara ini amat lambat. Tapi tentu saja dengan cara seperti itu perusahaan tadi bisa mengeruk untung lebih banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus