Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terdepak Setelah Dikocok Ulang

Ratusan orang terdepak dari daftar calon anggota legislatif. Sengit nian pertarungan menuju Senayan.

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wanita separuh baya itu terlihat panik. Kita sebut saja namanya Ludwina, calon anggota legislatif sebuah partai kecil dari wilayah Papua. Senin pekan lalu ia terbang pagi hari dari Bumi Cenderawasih ke Jakarta. Tujuannya cuma satu: menyetor kelengkapan administrasi di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan keringat bercucuran, Ludwina tiba di kantor KPU sore pukul 16.05.

Walau cuma terlambat lima menit dari tenggat yang dipatok komisi itu, ia tak diperkenankan masuk ke ruangan verifikasi. Beberapa kali ia berusaha menerobos, tapi sejumlah polisi yang mengawal tak sudi membuka pintu. Alhasil, Ludwina cuma bisa bermuram-durja di muka pintu. Jika tak berhasil menyusupkan berkas administrasi ke meja panitia, mimpinya menjadi wakil rakyat bisa buyar begitu saja.

Tapi akal unik pun muncul. Bersama seorang kawan, ia memasukkan berkas-berkas itu lewat sebuah celah kecil di bawah pintu. Terbungkuk-bungkuk, selembar demi selembar berkas itu ia susupkan. Petugas di dalam ruangan menerima. Beres. Ludwina tersenyum puas.

Sore itu Ludwina tidak sorangan. Beberapa calon anggota legislatif yang datang terlambat ke kantor KPU sibuk melakukan siasat serupa. Sembari berhalo-halo dengan para pengurus yang ada di dalam ruangan, mereka menyusupkan berkas lewat celah kecil di bawah pintu tersebut. Banyak calon anggota legislatif yang gerah: mereka menyeka keringat yang membanjiri tubuh. Tak sedikit yang beradu mulut dengan aparat penjaga pintu. Seru dan haru bercampur tak keruan.

"Saya naik mobil umum dari kantor partai dan macet. Wajar kalau saya terlambat," kata seorang calon yang ikut antre. "Kami mencari berkas ini dengan susah payah," ujar calon lainnya sambil mengacungkan map yang ia bawa.

Sejak awal Januari ini sejumlah politikus sibuk melengkapi persyaratan administrasi. Mereka beradu cepat dengan waktu karena—setelah daftar calon anggota legislatif itu dikembalikan akhir Desember 2003—KPU menetapkan batas akhir penyerahan syarat-syarat itu pukul 16.00 WIB, Senin pekan lalu itu.

Toh, panitia masih memaklumi para calon yang terlambat dan memasukkan berkasnya lewat celah kecil di bawah pintu itu. "Kan mereka terlambat hanya lima sampai sepuluh menit," kata Anas Urbaningrum, Ketua Kelompok Kerja Pemeriksaan Kelengkapan Calon Legislatif KPU.

Sebetulnya tidak sedikit calon yang bernasib sial: mereka langsung "wasalam" setelah gagal melengkapi semua persyaratan. Jumlahnya cukup banyak dan menyebar di hampir semua partai. Yang paling banyak adalah pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Menurut Endin A.J. Soefihara, Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu partai itu, terdapat sekitar 147 calon yang namanya lenyap dari daftar calon anggota legislatif. Rupa-rupa alasannya. "Umumnya karena tidak memenuhi persyaratan administratif," kata Endin.

Namun, ada pula yang mengundurkan diri karena merasa sudah terlalu tua untuk bertarung dalam Pemilu 2004. Masuk dalam barisan itu antara lain Syafrie Yuman (menempati urutan ketiga di daerah pemilihan Maluku Utara), Ali Hardi (posisi ketiga daerah pemilihan Gorontalo), dan politikus senior PPP Faisal Baasir. "Saya sudah tua dan ingin memberi kesempatan kepada kader yang masih muda," kata Ali Hardi.

Ada yang ikhlas, ada juga yang mundur dengan gerundelan. Bunyamin Ramto, bekas Wakil Gubernur DKI Jakarta, sengaja tidak menyetor berkas sejak awal meski namanya nongkrong di urutan kedua daerah pemilihan DKI Jakarta II. Alasannya, ia merasa tidak puas dengan proses penjaringan calon anggota legislatif di partai itu. "Saya anggap penetapan caleg tidak melalui musyawarah," kata Bunyamin.

Sebagai Ketua Majelis Pakar PPP, kata Bunyamin, seharusnya ia diajak berunding dalam menyusun daftar calon anggota legislatif. Faktanya, ia tak pernah diundang rapat. Karena tak dilibatkan, 15 Desember 2003 lalu Bunyamin mengirim surat pengunduran diri dari daftar calon legistatif . "Saya lebih baik mundur secara terhormat," tuturnya. Walau mengaku kecewa, Bunyamin tak berniat hengkang dari PPP.

Endin Soefihara menampik tudingan bahwa pihaknya sengaja mendepak Bunyamin dalam proses penyusunan daftar calon legislatif. Yang berwewenang menyusun daftar calon legislatif itu, kata Endin, adalah pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Harian. "Jadi, ini soal mekanisme saja," kata Endin. "Pak Bunyamin adalah senior partai yang pemikirannya masih amat diperlukan," ia menambahkan. Sebagai pengganti Bunyamin, kata Wakil Ketua Umum PPP Ali Marwan Hanan, adalah calon yang berada di nomor urut di bawah Bunyamin.

Daftar kader yang lenyap dari barisan calon anggota legislatif juga terjadi di Partai Golkar. Jumlahnya sekitar 30 orang. Alasannya juga aneka rupa. Ada yang mengundurkan diri, ada pula yang terdepak karena tak memenuhi persyaratan. Yang terdepak, "Umumnya karena kesulitan melegalisasi ijazah dan kelengkapan administrasi lainnya," kata Slamet Effendy Yusuf, Ketua Harian Badan Pengendali Pemenangan Pemilu Partai Golkar.

Meski begitu, ada juga yang mengundurkan diri karena alasan lain. Tarman Azam, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), misalnya, memilih mengundurkan diri karena mempertimbangkan independensi organisasi wartawan yang dipimpinnya. Padahal ia duduk di urutan nomor enam DKI II—nomor yang lumayan laku berdasarkan Pemilu 1999 lalu. "Ia bilang, organisasinya harus independen," kata Slamet Effendy Yusuf. Sebagai gantinya, Golkar memasang pengacara Nudirman Munir.

Dari kandang banteng PDIP, turut terlempar 40 calon anggota legislatif. Umumnya mereka gagal karena tidak memenuhi persyaratan administratif seperti kesulitan melegalisasi ijazah dan kesulitan biaya melengkapi persyaratan administrasi itu. Menurut Pramono Anung, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDIP, di partainya tidak ada calon yang dicoret. "Daftar itu tidak berubah dari yang diajukan sebelumnya," katanya. Meski demikian, ada juga calon yang memilih mundur karena nongkrong di nomor buntut. Daripada maju dengan harapan tipis, lebih baik mundur sebelum bertarung.

Daftar calon legislatif Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) juga menyusut. Dari semula 284 menjadi 245 orang. Macam-macam juga alasannya. Ada yang mengundurkan diri, ada pula yang berkas administrasinya tak beres-beres. Penyanyi Obbie Mesakh, yang masuk urutan pertama dari daerah pemilihan Jawa Barat II, misalnya, mundur karena belum memasukkan persyaratan administrasi. Sebelumnya Obbie digadang-gadang sebagai calon yang bisa meraup banyak suara untuk partai pimpinan ekonom Sjahrir ini.

Selain Obbie, Sekretaris PPIB Damianus Taufan, yang menempati nomor pertama dari daerah pemilihan Banten, juga mengundurkan diri. Kata Taufan, "Saya mau konsentrasi di partai saja." Yang kemudian mengantikan Taufan adalah Margono, seorang tokoh masyarakat Banten.

Selain partai di atas, partai lain seperti Partai Sarikat Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) juga menyusut daftar calonnya (lihat tabel). Rencananya, pihak KPU akan melakukan pemeriksaan atas berkas-berkas yang sudah masuk. Jika sudah beres, baru daftar final diumumkan ke khalayak ramai. Melewati tahap ini barulah para calon anggota legislatif memasuki pertempuran yang sesungguhnya: Pemilihan Umum 2004.

Wenseslaus Manggut, Purwanto (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus