SEBUAH jembatan gantung berdiri di desa ini tahun lalu. Penduduk
pun berjingkrak kegirangan. Dalam peresmiannya Desember lalu
mereka sempat memotong kambing.
Ceritanya memang kecil dan enteng. Tapi arti jembatan tadi bagi
penduduk setempat lumayan besar. Di desa ini melintang Krueng
(sungai) Meriam. Sawah atau perladangan dengan perkampungan
penduduk dipisahkan oleh sungai ini.
Sebelum jembatan gantung berdiri, penyeberangan penduduk hanya
mengandalkan dua kabel yang direntangkan. Terutama di musim
hujan penduduk enggan menyeberang titian semacam itu. Sebab
selain sungainya sendiri sering meluap, untuk mencapai
perladangan harus pula menempuh bukit. Salah-salah terpeleset.
Apabila air sungai meluap dengan sendirinya sulit dibayangkan
apa yang kemudian bisa terjadi. Sejumlah penduduk tiada karena
hanyut.
Alue Lhok termasuk Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie (Aceh).
Untuk mencapai ibukota kecamatannya saja, dari Banda Aceh harus
menempuh jarak pertama 120 Km arah ke Medan. Nanti di satu
simpangan harus ditambah pula dengan perjalanan sejauh 46
kilometer.
Alhasil jangankan dari ibukota propinsi, dari ibukota kabupaten
pun cukup udik. Bisa dimaklumi kegiatan yang di daerah lain
galib disebut pembangunan nyaris sepi. Sampai kemudian datang
saatnya satu organisasi internasional bagi pertolongan
kemanusiaan muncul hampir dua tahun lalu Save the Children yang
bermarkas besar di Amerika Serikat.
Majalah TIME
Organisasi yang untuk perwakilannya di Indonesia dipimpin J.
Martin Poland MSW dari Polandia dan berkedudukan di Banda Aceh
ini berusaha membantu penduduk desa dalam berbagai ketrampilan.
Misalnya perikanan atau peternakan. Dananya didapat dari
dermawan di seluruh dunia. Dikumpulkan dengan lebih dulu
memasang iklan di berbagai media massa seperti majalah Time.
Selain di Indonesia, organisasi ini mempunyai proyek di
Thailand, Bangladesh dan Korea. Dan "tidak ada yang
mencurigakan," kata drs Hasan Basri petugas senior organisasi
ini di bawah Martin.
Hasan Basri berkata begitu untuk menggambarkan betapa ia dulu
merasa heran masyarakat Aceh menyambut kedatangan organisasi ini
dengan perasaan semacam itu. Bahkan Hasan sendiri sampai
dikejar-kejar penduduk yang membawa parang. Ia dituduh "membawa
kapir masuk desa".
Martin Poland cukup pintar. Untuk mencegah kecurigaan itu ia
lebih dulu membentuk semacam perkumpulan bernama Badan Pembina
Sosial Masyarakat. Stafnya sepenuhnya masyarakat Aceh. Akhirnya
jalan pun lempang bagi organisasi ini bergerak di Aceh. Sampai
sekarang sudah 11 dari 24 desa di Kecamatan Tangse Kabupaten
Pidie yang sudah dimasuki petugas lapangan organisasi ini.
Hasyim termasuk seorang di antara sejumlah penduduk yang
berterimakasih atas bantuan organisasi ini. Pemilik 2 hektar
sawah dan ayah dari 4 oran anak ini dua tahun lalu mengeluh
karena sawahnya diterkam pengijon. Mulanya ia pinjam duit dari
si pengijon Rp 60 ribu. Belakangan ia merasa sawahnya menjadi
tergadai karena bunga pinjaman dikatakannya sebagai besar.
Petugas lapangan organisasi internasional itu menghampirinya.
Ia, dan sejumlah penduduk lain, mendapat pelajaran bagaimana
mengusahakan peng gilingan padi dengan memakai tenag air. Serta
merta ia pun mujur.
Usaha penggilingan Hasyim bersama sejumlah temannya tadi
mendatangkan rejeki sehingga ia bukan saja terbebas dari hutang,
bahkan sudah sempat menambah kekayaannya dengan sepetak sawah
baru dan dua ekor kerbau. Rumahnya pun sudah didandani.
Pembantu TEMPO Darmansyah mencatat cukup banyak jumlah Hasyim
yang lain. Proyek organisasi internasional dari Amerika Serikat
itu untuk tahun 1978 saja mengeluarkan dana sampai 308 ribu
dolar. Selain penggilingan padi dan juga perikanan, berbagai
keterampilan diajarkan petugas SC kepada penduduk, sampai kepada
bagaimana membuat tahu Nukman Basyir, sarjana muda jebolan
Institut Agama Islam Negeri yang sudah dua tahun menjadi petugas
lapangan SC mengakui belum semua proyek SC tuntas. Dalam soal
kerajinan anyaman tikar misalnya SC belum berhasil memecahkan
soal bagaimana sebaiknya pemasaran dilakukan.
Anyam-menganyam tikar ini kini sudah menjadi salah satu kegiatan
industri rumah di Alue Lhok bahkan Kecamatan Tangse. Juga ada
kegiatan membuat topi dan tas dari pandan di kampung Cot Mesjid.
Yang terakhir ini terutama dilakukan oleh anak-anak muda. Khusus
untuk ini SC membekali modal kepada mereka Rp 25 ribu. Sekalipun
pemasarannya sekarang masih mengandalkan kepada pedagang
keliling, Nukman percaya usaha anak muda itu kelak berhasil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini