Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ternyata bukan Kapir

3 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH jembatan gantung berdiri di desa ini tahun lalu. Penduduk pun berjingkrak kegirangan. Dalam peresmiannya Desember lalu mereka sempat memotong kambing. Ceritanya memang kecil dan enteng. Tapi arti jembatan tadi bagi penduduk setempat lumayan besar. Di desa ini melintang Krueng (sungai) Meriam. Sawah atau perladangan dengan perkampungan penduduk dipisahkan oleh sungai ini. Sebelum jembatan gantung berdiri, penyeberangan penduduk hanya mengandalkan dua kabel yang direntangkan. Terutama di musim hujan penduduk enggan menyeberang titian semacam itu. Sebab selain sungainya sendiri sering meluap, untuk mencapai perladangan harus pula menempuh bukit. Salah-salah terpeleset. Apabila air sungai meluap dengan sendirinya sulit dibayangkan apa yang kemudian bisa terjadi. Sejumlah penduduk tiada karena hanyut. Alue Lhok termasuk Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie (Aceh). Untuk mencapai ibukota kecamatannya saja, dari Banda Aceh harus menempuh jarak pertama 120 Km arah ke Medan. Nanti di satu simpangan harus ditambah pula dengan perjalanan sejauh 46 kilometer. Alhasil jangankan dari ibukota propinsi, dari ibukota kabupaten pun cukup udik. Bisa dimaklumi kegiatan yang di daerah lain galib disebut pembangunan nyaris sepi. Sampai kemudian datang saatnya satu organisasi internasional bagi pertolongan kemanusiaan muncul hampir dua tahun lalu Save the Children yang bermarkas besar di Amerika Serikat. Majalah TIME Organisasi yang untuk perwakilannya di Indonesia dipimpin J. Martin Poland MSW dari Polandia dan berkedudukan di Banda Aceh ini berusaha membantu penduduk desa dalam berbagai ketrampilan. Misalnya perikanan atau peternakan. Dananya didapat dari dermawan di seluruh dunia. Dikumpulkan dengan lebih dulu memasang iklan di berbagai media massa seperti majalah Time. Selain di Indonesia, organisasi ini mempunyai proyek di Thailand, Bangladesh dan Korea. Dan "tidak ada yang mencurigakan," kata drs Hasan Basri petugas senior organisasi ini di bawah Martin. Hasan Basri berkata begitu untuk menggambarkan betapa ia dulu merasa heran masyarakat Aceh menyambut kedatangan organisasi ini dengan perasaan semacam itu. Bahkan Hasan sendiri sampai dikejar-kejar penduduk yang membawa parang. Ia dituduh "membawa kapir masuk desa". Martin Poland cukup pintar. Untuk mencegah kecurigaan itu ia lebih dulu membentuk semacam perkumpulan bernama Badan Pembina Sosial Masyarakat. Stafnya sepenuhnya masyarakat Aceh. Akhirnya jalan pun lempang bagi organisasi ini bergerak di Aceh. Sampai sekarang sudah 11 dari 24 desa di Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie yang sudah dimasuki petugas lapangan organisasi ini. Hasyim termasuk seorang di antara sejumlah penduduk yang berterimakasih atas bantuan organisasi ini. Pemilik 2 hektar sawah dan ayah dari 4 oran anak ini dua tahun lalu mengeluh karena sawahnya diterkam pengijon. Mulanya ia pinjam duit dari si pengijon Rp 60 ribu. Belakangan ia merasa sawahnya menjadi tergadai karena bunga pinjaman dikatakannya sebagai besar. Petugas lapangan organisasi internasional itu menghampirinya. Ia, dan sejumlah penduduk lain, mendapat pelajaran bagaimana mengusahakan peng gilingan padi dengan memakai tenag air. Serta merta ia pun mujur. Usaha penggilingan Hasyim bersama sejumlah temannya tadi mendatangkan rejeki sehingga ia bukan saja terbebas dari hutang, bahkan sudah sempat menambah kekayaannya dengan sepetak sawah baru dan dua ekor kerbau. Rumahnya pun sudah didandani. Pembantu TEMPO Darmansyah mencatat cukup banyak jumlah Hasyim yang lain. Proyek organisasi internasional dari Amerika Serikat itu untuk tahun 1978 saja mengeluarkan dana sampai 308 ribu dolar. Selain penggilingan padi dan juga perikanan, berbagai keterampilan diajarkan petugas SC kepada penduduk, sampai kepada bagaimana membuat tahu Nukman Basyir, sarjana muda jebolan Institut Agama Islam Negeri yang sudah dua tahun menjadi petugas lapangan SC mengakui belum semua proyek SC tuntas. Dalam soal kerajinan anyaman tikar misalnya SC belum berhasil memecahkan soal bagaimana sebaiknya pemasaran dilakukan. Anyam-menganyam tikar ini kini sudah menjadi salah satu kegiatan industri rumah di Alue Lhok bahkan Kecamatan Tangse. Juga ada kegiatan membuat topi dan tas dari pandan di kampung Cot Mesjid. Yang terakhir ini terutama dilakukan oleh anak-anak muda. Khusus untuk ini SC membekali modal kepada mereka Rp 25 ribu. Sekalipun pemasarannya sekarang masih mengandalkan kepada pedagang keliling, Nukman percaya usaha anak muda itu kelak berhasil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus