Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kepolisian menduga masih ada pihak di pemerintahan yang terlibat jaringan internasional penjualan ginjal.
Sindikat penjualan ginjal memilih jalur memutar untuk sampai ke negara tujuan.
Kepolisian mesti membongkar auktor intelektual TPPO penjualan ginjal.
JAKARTA – Setelah menetapkan tiga pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai tersangka, Polda Metro Jaya masih mengembangkan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus penjualan ginjal. Kepolisian menduga masih ada pihak di pemerintahan yang terlibat jaringan internasional penjualan ginjal tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Haryadi, mengatakan tiga pegawai Ditjen Imigrasi yang bertugas di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, itu diduga berkomplot untuk meloloskan korban TPPO ke luar negeri. Mereka membawa para korban ini melalui jalur cepat alias fast track saat melewati pemeriksaan petugas Imigrasi. Jalur cepat ini biasanya digunakan untuk tamu VIP, anggota jemaah haji, dan pekerja migran Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari Bali, korban lebih dulu terbang ke Kuala Lumpur. Lalu mereka melanjutkan perjalanan ke Kamboja. Di sana mereka lantas menjual ginjalnya lewat transplantasi ginjal. Hengki tidak merinci alasan para pelaku perdagangan orang ini memilih penerbangan ke Kuala Lumpur lebih dulu sebelum ke Kamboja.
Jual-beli ginjal jaringan internasional ini terbongkar setelah kepolisian menggerebek rumah kontrakan di Jalan Perum Villa Mutiara Gading, Setia Asih, Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat, pada Juni lalu. Rumah kontrakan itu menjadi tampungan korban sebelum diterbangkan ke Bali, lalu ke Kuala Lumpur hingga Kamboja.
Rilis pengungkapan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh di Polda Metro Jaya, 20 Juli 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Selanjutnya, Polda menetapkan 12 tersangka. Dua tersangka adalah petugas Imigrasi bernama Andy Hidayat dan anggota kepolisian Ajun Inspektur Dua Mansur. Oknum polisi ini diduga membantu pelaku lolos dari jerat hukum dengan imbalan uang hingga Rp 612 juta.
Polda Metro Jaya juga menggeledah Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai pada 27 Juli lalu. Setelah itu, kepolisian menetapkan tiga petugas Imigrasi sebagai tersangka. Ketiganya adalah Nugroho Willy Saputra, Randra Anditya Putra, dan Jusbar. Mereka diduga berperan meloloskan korban dari pemeriksaan petugas Imigrasi melalui jalur cepat.
Kepolisian memperkirakan korban perdagangan ginjal ini mencapai 122 orang. Para pelaku menjual ginjal korban di Kamboja senilai Rp 200 juta per orang. Hasil penjualan itu lantas dibagi dua. Korban mendapat Rp 135 juta, sedangkan pelaku menerima Rp 65 juta.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, mengatakan selama ini kepolisian hanya menjerat pelaku lapangan sindikat TPPO. Padahal auktor intelektualis perdagangan orang ini mesti diungkap agar memberi keadilan bagi korban, terutama jaminan pemulihan dan restitusi. "Auktor intelektualis juga harus dijerat," kata Erasmus.
Sesuai dengan riset ICJR, hanya 2 dari 38 perkara TPPO yang diputuskan sampai tingkat kasasi, yang mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lalu hanya 10 perkara yang disertai dengan putusan restitusi. Tapi hanya dua perkara yang dibarengi putusan penyitaan aset untuk kepentingan restitusi. "Hak korban untuk restitusi harus diajukan dalam tuntutan oleh jaksa yang dikoordinasikan melalui penyidik kepolisian dan LPSK sejak awal proses pengusutan kasus ini," kata Erasmus.
Imigrasi Perketat Pengawasan di Bandara
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Silmy Karim, memastikan pihaknya memperketat pengawasan di Bandara I Gusti Ngurah Rai setelah pengungkapan kasus perdagangan ginjal tersebut. "Kami lakukan operasi-operasi dan memperketat pengawasan di jalur fast track," kata Silmy saat menggelar konferensi pers di kantor Ditjen Imigrasi, kemarin.
Silmy mengatakan Imigrasi juga memperketat pemeriksaan identitas pemohon paspor untuk mencegah calon pekerja migran Indonesia menjadi korban perdagangan orang. Pemeriksaan identitas terutama dilakukan kepada para pemohon perempuan berusia 17-45 tahun. "Kelompok ini dalam posisi tak berdaya kalau dalam kondisi sulit. Kalau laki-laki relatif bisa lepas,” kata dia. “Saya amankan paling rentan untuk tidak diberi paspor. Apalagi tujuannya Kamboja, Malaysia, Myanmar, terus beberapa wilayah di Timur Tengah."
Meski begitu, kata Silmy, petugas Imigrasi terhambat untuk memeriksa satu per satu warga Indonesia yang akan bepergian ke luar negeri dan sudah lebih dulu memiliki paspor. Apalagi terdapat ribuan warga Indonesia yang hendak ke luar negeri setiap harinya.
Koordinator Departemen Advokasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Juwarih, mengatakan pasca-penangkapan sejumlah pegawai Imigrasi, penjagaan di bandara internasional memang diperketat. Tapi, sebelumnya, banyak petugas Imigrasi yang diduga meloloskan korban perdagangan orang ke luar negeri. "Info ini didasari pengakuan korban TPPO online scam yang selamat dari Kamboja. Saat dia mau berangkat ke Kamboja, pegawai Imigrasi juga diduga bermain," kata Juwarih.
Juwarih menjelaskan, ada korban TPPO yang mengaku petugas Imigrasi di bandara sempat mengumpulkan para korban yang paspornya mencurigakan di suatu ruangan. Di ruangan itu, mereka dibiarkan menunggu hingga pelaku sindikat perdagangan orang datang. Tidak berselang lama, petugas Imigrasi mengizinkan korban berangkat ke luar negeri. "Dugaan korban, ada kesepakatan di antara mereka. Soalnya, mereka kemudian mendapat izin berangkat," ujar Juwarih.
Tersangka dihadirkan saat rilis pengungkapan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh di Polda Metro Jaya, 20 Juli 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Menurut Juwarih, meski jalur perlintasan diperketat, tetap ada cara untuk mengelabui petugas. Misalnya, korban menggunakan visa turis yang disertai bukti pemesanan hotel di negara tujuan dan tiket kembali ke Tanah Air. "Celah memang selalu ada. Tapi, kalau mengikuti standar pengawasan, hal itu bisa diminimalkan," kata dia.
Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono, mengatakan praktik jual-beli ginjal para pekerja migran Indonesia ini sudah lama berlangsung. Migrant Care kerap mendapati laporan soal jenazah pekerja migran yang tewas di luar negeri, lalu dipulangkan dengan tubuh penuh jahitan di perut.
“Kami telah lama mencurigai adanya modus tersebut karena beberapa tahun lalu pernah mendampingi korban yang meninggal di beberapa negara dan jenazahnya dipulangkan dalam kondisi perutnya dijahit,” kata Nur. Korban meninggal itu rata-rata bekerja di kawasan Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menambahkan, pelaku penjualan organ biasanya menunggangi para pekerja migran Indonesia. Mereka juga kerap mengelabui petugas Imigrasi dengan menggunakan visa turis. "Apalagi kunjungan ke negara anggota ASEAN itu bebas visa 30 hari. Ini yang diduga dimanfaatkan," kata Wahyu.
Di samping itu, pelaku diduga mengelabui petugas Imigrasi dengan menggunakan visa pengobatan atau perawatan kesehatan di negara tujuan. Tapi, sesampai di negara tujuan, mereka justru melakukan transplantasi ginjal. "Ini soal integritas. Menurut saya, Imigrasi harus memastikan aparatnya memiliki integritas anti-pungli dan anti-korupsi. Anggota Polri dan TNI yang bertugas di perbatasan juga harus mempunyai integritas tersebut," ujar Wahyu.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo