Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengungkap modus dugaan jual beli surat suara pemilihan umum atau Pemilu 2024 di Malaysia. Menurutnya, harga per satu surat suara dihargai sekitar Rp 90 ribu-120 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan temuan Migrant Care, kasus ini didominasi oleh surat suara yang dikirim kepada pemilih melalui pos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kertas suara itu, katanya, hanya berhenti pada kotak pos yang ada di apartemen, tempat tinggal warga negara Indonesia atau WNI. Di situlah surat suara kemudian dimanfaatkan para calo.
"Nah, di situ banyak calo-calo surat suara menjaga kotak pos itu," kata Wahyu saat dihubungi pada Ahad malam, 25 Februari 2024.
Menurut Wahyu, satu apartemen bisa menampung ribuan orang. Para WNI ini kebanyakan tinggal dengan para majikannya. "Misalnya ada sepuluh flat, berarti ada 10 ribu surat suara, kan," ujar Wahyu.
Dia mengatakan modus jual-beli suara terjadi Malaysia karena jumlah pemilih di negara ini sangat banyak. Selain itu, katanya, pemilih menggunakan metode pos di Malaysia cukup besar. Dia memperkirakan mencapai 60 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Respons Bawaslu dan KPU
Ketua Komisi Pemilihan Umum atau KPU Hasyim Asy’ari mengatakan pihaknya menggelar rapat membahas dugaan jual beli surat suara pemilihan umum atau Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Rapat itu melibatkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Ya, ini kan kaitannya dengan itu, makanya harus kami murnikan lagi," kata Hasyim kepada wartawan, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 26 Januari 2024.
Selain kasus dugaan dagang surat suara ini, Hasyim mengatakan, pertemuan dengan Bawaslu dan Kemenlu ini, terutama membahas rencana Pemungutan Suara Ulang atau PSU di Kuala Lumpur.
Pemilu ulang ini dikhususkan untuk pemilih yang sebelumnya masuk kategori pemilih pos dan Kotak Suara Keliling (KSK).
Menurut Hasyim, pemilih metode pos dan KSK akan coblos ulang dengan metode pemungutan suara KSK dan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Nah, oleh Bawaslu direkomendasikan yang diulang adalah pemungutan suara untuk metode pos dan KSK," tutur Hasyim.
Selanjutnya: Perihal dugaan jual beli surat suara…
Perihal dugaan jual beli surat suara, Hasyim menolak berkomentar banyak. Saat ditanya apakah pemberhentian tujuh petugas Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur berhubungan dengan dugaan jual beli surat suara.
"Maksudnya jual beli gimana? Siapa yang jual dan beli?" kata Hasyim balik bertanya.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja juga menolak merincikan kasus dugaan jual beli suara Pemilu 2024. Kasus memperdagangkan surat suara ini diduga terjadi di Malaysia.
"Nanti, kan lagi penyelidikan," kata Rahmat, saat ditemui di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP pada Senin, 26 Februari 2024.
Rahmat juga tak mau membocorkan siapa yang ada di balik kasus dugaan jual beli surat suara tersebut. Dia mengatakan belum dapat membuka informasi dugaan jual-beli surat suara tersebut. Alasannya, kasus itu masih dalam proses penyelidikan.
Rahmat juga menolak menyampaikan kapan proses penyelidikan dugaan perdagangan surat suara itu berlangsung. Dia hanya menyampaikan kasus ini masih dalam penelusuran PPLN Malaysia bersama Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Sebelumnya, tercatat di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur, menjadi tempat DPT luar negeri paling banyak. Pemilih di Kuala Lumpur mencapai angka 447.258. Jumlah itu terdiri dari 249.616 laki-laki dan 197.642 perempuan. Metode pemungutan suara di luar negeri juga berupa pos, KSK, dan TPS.