Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Turne Panjang Bagi De Koning

Menteri kerjasama pembangunan kerajaan belanda, merangkap ketua IGGI, Jan De Koning, berkunjung ke Indonesia, akan meninjau proyek bantuan Belanda dan organisasi swastanya.(nas)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANGNYA tinggi, tegap, murah senyum, dan selalu berpakaian jas necis. Tidak urakan seperti pendahulunya, Jan Pieter Pronk yang 15 tahun lebih muda. Dan memang, Jan de Koning, 52 tahun, bukanlah tukang gebrak seperti Pronk yang berhaluan sosias. Mungkin itu sebabnya, hanya segelintir wartawan datang menyambutnya di bandar udara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Senin lalu. Namun dalam posisi sebagai Menteri Kerjasama Pembangunan Kerajaan Belanda merangkap Ketua IGGI, de Koning toh orang penting juga bagi pemerintah RI. Makanya Menko Ekuin Prof Widjojo Nitisastro hadir juga di VIP Room Halinn. Nyaris empat bulan memangku jabatannya yang baru, dan sekali memimpin sidang IGGI, de Koning memang tak melihat banyak perbedaan antara kebijaksanaan bantuan ekonomi pemerintahnya dengan pendahulunya, Pronk. Perbedaan yang pokok "cuma satu", katanya kepada pers di airport, yakni, "Pemerintah Belanda sekarang lebih menekankan adanya hubungan yang khusus antara Indonesia dan Belanda." Tapi nampaknya besar juga perbedaannya dari pada Pronk yang lebih 'politis'. Berbeda dengan Pronk dulu yang pernah mengancam akan memboikot produksi kapal-kapal fregat TNI/AL bila Indonesia tak segera menarik pasukannya dari Timor Timur, de Koning sekarang berpendapat bahwa "kita harus sangat berhati-hati untuk tidak mencampuradukkan soal-soal politik dengan bantuan ekonomi." Pronk dulu, hanya tiga minggu setelah jadi Menteri, mengusulkan bantuan ekstra untuk daerah Maluku. Alasannya, sama saja seperti dalam kasus Suriname, dengan lebih memacu pembangunan di Maluku maka sebagian dari masalah minoritas Maluku di Belanda pun dapat diatasi. Usul Pronk itu baru beberapa tahun kemudian diterima oleh pemerintahnya -- setelah aksi-aksi teroris 'RMS' membuka mata Den Haag bahwa repatriasi orang-orang Maluku Selatan itu mungkin dapat merupakan semacam 'klep pengaman' bagi konflik-konflik Maluku Belanda di sana. Namun Jakarta tak serta merta setuju. Sebab apa alasannya pembangunan di Maluku harus lebih diutamakan ketimbang daerah-daerah lain di luar Jawa. Baru tahun lalu, setelah Pronk hampir meletakkan jabatan, pemerintah Indonesia mengizinkan alokasi bantuan Belanda untuk sentral-sentral listrik mini di Ambon, Ternate, Tulehu, Saparua dan Kairatu, yang semuanya terletak di Maluku. Namun, mungkin sebagai imbangan, juga di Aceh akan dibangun proyek listrik dengan bantuan Belanda. Tahun.ini, bantuan Belanda buat daerah Maluku dalam kerangka IGGI ditambah lagi dengan pengiriman tenaga ahli Belanda untuk diperbantukan pada Bappeda Maluku. Nilai uangnya, 2 juta gulden. Di samping itu, di luar kerangka IGGI, Belanda masih akan membangun instalasi air minum bagi kota Ambon. De Koning, tampaknya kurang senang dengan politik anak emas semacam itu. Katanya kepada George Y. Adicondro dari TEMPO: "Bantuan khusus untuk Maluku yang dikaitkan dengan program repatriasl, memang merupakan salah satu cara penyelesaian masalah RMS di Belanda. Tapi kita harus ingat, bahwa yang mau kita bantu adalah keseluruhan Indonesia. Bukan cuma Maluku." Kendati demikian, apa yang sudah diputuskan tetap akan dia jalankan. Sikap pragmatis itu dia tunjukkan pula dalam soal ancar-ancar 25% dari seluruh bantuan pemerintah Belanda harus dialirkan ke program-program sosial. "Pembangunan program sosial makan waktu bertahun-tahun," kata de Koning. Namun menurut sumber diplomatik Belanda di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, ancang-ancang yang ditentukan Pronk itu "praktis sudah tercapai." Hanya saja, "25% itu bukan angka mati, jadi bisa saja diubah-ubah." Tambah besar atau tambah kecil? Kembali lagi Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda itu menjawab dengan senyumnya yang khas. Terakhir, de Koning ada menyinggung tentang bantuan pemerintah Belanda yang disalurkan lewat lembaga-lembaga swasta. Seperti diketahui, di Belanda ada saluran ICCO untuk proyek-proyek sosial yang ditangani gereja-gereja Protestan di Indonesia, CEBEMO yang melayani kegiatan lembaga-lembaga non-gereja. Termasuk dalam kategori terakhir adalah pesantren-pesantren, lembaga-lembaga sosial Islam, Hindu, dan yang tak berbendera agama sama sekali. Ketua IGGI yang pernah juga jadi pengurus ICCO maupun NOVIB, sangat memuji peranan lembaga-lembaga non-pemerintah itu. "Seringkali lembaga-lembaga swasta itu lebih dekat dengan rakyat, sehingga cocok sekali untuk menyalurkan bantuan untuk program-program kesejahreraan masyarakat," kata de Koning. Kendati demikian, dia mengakui bahwa peranan ketiga penyalur bantuan swasta itu masih kecil sekali. Apa yang akan dilakukannya dalam perjalanan dinas kali ini? Sebagai 'orang baru', de Koning harus berkenalan dengan 13 menteri, meninjau proyek bantuan pemerintah Belanda maupun organisasi swastanya di Bandung (Laboratorium ITB), Sukabumi (proyek-proyek teknologi madya PTP-ITB), Cisarua (kursus pertanian tuna-netra Wiyataguna), Gambung di selatan Bandung (perkebunan dan balai penyelidikan teh), proyek transmigrasi dan irigasi bantuan Belanda, AS dan Bank Dunia di Kabupaten Palopo, Sul-Sel, serta STM Kriten dan Sekolah Pertanian Santo Paulus-dua-duanya di Tana Toraja, Sul-Sel. Sungguh satu turne panjang bagi de Koning.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus