Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Masih tetap diserukan: hidup ...

Mensesneg sudharmono mengeluarkan edaran untuk para pimpinan departemen dan lembaga-lembaga non departemen yang isinya berkaitan dengan pola hidup sederhana. (nas)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDENGARANNYA memang rutin. Tapimungkin karena itu justru tak putus-putusnya penting. Dalam sambutannya pada peringatan Nuzulul Qur'an 20 Agustus lalu, Presiden sekali lagi mengingatkan adanya larangan bagi para pegawai negeri dan anggota ABRI untuk menerima pemberian dari orang lain yang bukan keluarga. Lalu 24 Agustus lalu Mensesneg Sudharmono mengeluarkan edaran untuk para pimpinan Departemen dan Lembaga-lembaga Non Departemen. Isinya: mengingatkan tentang adanya ketentuan, larangan dan pembatasan bagi pegawai negeri terutama dalam kaitannya dengan Pola Hidup Sederhana. Misalnya larangan memberikan pelayanan yang berlebihan pada pejabat yang berkunjung di daerah atau larangan penggunaan kendaraan dinas mewah dan berlebihan. Juga diingatkan memasuki tempat perjudian, klab malam dan pemandian uap dapat mencemarkan kehormatan pegawai negeri, anggota ABRI dan pejabat, termasuk isteri. Penyelenggaraan acara lebih dari 2 kali untuk satu peristiwa atau yang dikunjungi lebih dari 250 pasang undangan dianggap berlebihlebihan. Kesal Semuanya itu bukan peraturan baru. Sesudah peristiwa 15 Januari 1974, dikeluarkan Keputusan Presiden no. 11/1974 dan PP no. 6/1974 yang mengatur larangan dan pembatasan tadi. Dan anjuran untuk menuruti Pola Hidup Sederhana juga sangat sering disinggung dalam pidato-pidato Presiden. Tapi bagaimana pelaksanaannya? Masyarakat bisa melihat anjuran itu tampaknya tetap tinggal anjuran. Sejak dikeluarkannya peraturan itu klab-klab malam masih saja penuh dikunjungi pejabat pemerintah dan pesta-pesta mewah di hotel-hotel yang diselenggarakan pejabat pemerintah dan dihadiri juga banyak pejabat tinggi terus berlangsung dengan aman. Wajar kalau banyak yang menganggap bahwa anjuran atau edaran kali ini pun akan menemui nasib yang sama. Atau mungkinkah akan ada angin baru? "Sebetulnya Presiden merasa kesal bahwa petunjuk mengenai pola hidup sederhana itu kurang dihayati oleh banyak orang," kata seorang pejabat tinggi pada TEMPO pekan lalu. Presiden rupanya mendapat laporan juga tentang penyelenggaraan perayaan yang bersifat pribadi seperti perkawinan dan ulang-tahun yang dilakukan secara mewah di hotel-hotel. Itu alasan Presiden memerintahkan Mensesneg untuk mengeluarkan edaran itu. Tapi beberapa hotel besar -- di mana pesta-pesta mewah sering diselenggarakan -- tampaknya tidak terlalu khawatir dengan dikeluarkannya lagi penegasan itu. Apalagi karena itu cuma berlaku buat pejabat. "Kecenderungannya kok tidak menurun," kata Winarno, Banquet Hotel Indonesia Sheraton. Rata-rata hampir 5 kali dalam seminggu diselenggarakan cocktail party dan pesta perkawinan di HI Sheraton. Hingga diharapkan agar para peminat jauh hari sebelumnya memesan tempat. Diakuinya banyak orang sekarang lebih suka melangsungkan pesta di hotel karena lebih praktis, murah dan efisien. Betulkah ini? HI Sheraton, misalnya, menyediakan ruangan Ramayana yang mampu menampung 1000 tamu untuk pesta perkawinan. Pemesan bisa memilih menu makanan yang ingin dihidangkan dengan tarip minimal Rp 2500 per orang. Yang dihidangkan biasanya makanan ringan. Tapi disediakan juga berbagai pilihan lain tentu saja dengan tarip yang lebih tinggi. Tarip Hotel Borobudur sedikit lebih tinggi, minimal Rp 3.500 per orang dan seperti hotel lain masih harus ditambah pajak 21%. Kalau jumlah tamunya sekitar 1000 orang, menurut Gail Aluwi, Banquet Sales Manager, ongkos yang harus dikeluarkan paling tidak Rp 5 juta. Semuanya itu belum termasuk tetek bengek lain seperti biaya band dan penyanyi, kursi penganten dan sebagainya. "Kami tidak pernah membujuk orang agar menyelenggarakan pesta di sini. Kalau mereka berminat, kami tidak akan menolak," kata Gail mengomentari anjuran pola hidup sederhana. Protes Pribadi Kurang ditanggapinya anjuran dan semua peraturan ini mungkin karena selama ini belum pernah terdengar ada pegawai negeri atau pejabat yang dijatuhi sanksi karena melanggarnya. Padahal pasal 6 PP no. 6/1974 jelas menyebut sanksi itu. Antara lain "akan diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. " Toh ada juga protes yang tak kentara. "Saya tidak pernah mau hadir pada pesta perkawinan yang diselenggarakan di hotel mewah, sekalipun yang menyelenggarakan itu atasan saya," seorang pejabat teras Hankam pernah berkata. Mengapa? "Itu sebagai protes pribadi pada acara yang berlebihan," jawabnya. Soalnya, apakah protes itu akan dimengerti? Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim saat ini tengah mempersiapkan rancangan peraturan pelaksanaan mengenai pola hidup sederhana. "Yang kita perlukan sekarang adalah suatu patokan apa yang dianggap hidup secara wajar," kata seorang pejabat tinggi pada TEMPO. Dikutipnya pendapat Presiden bahwa hidup sederhana itu tidak berarti hidup secara melarat atau orang kaya harus dimusuhi. Ada pemikiran untuk misalnya menerapkan pajak yang progresif pada rumah tinggal (tergantung luas dan harga satuan per mÿFD) dan mobil pribadi. Mungkin juga bepergian ke luar negeri tidak untuk tujuan dinas akan dikenai pajak. Ada pertanda tekad pemerintah sekali ini tidak akan tinggal "omongan" saja. Akhir bulan lalu Mendagri bersama Menteri PAN dan Wapangab/Pangkopkamtib selaku Ketua Opstib Pusat telah memutuskan untuk memulai pelaksanaan perlertiban secara menyeluruh setelah Lebaran. Laksamana Sudomo juga telah memanggil para Laksuswil I sampai IV serta para Pangdam wilayah II dan memberikan pedoman dan petunjuk pelaksanaan penertiban di daerah-daerah. Dalam rangka pola Hidup Sederhana, Markas Besar Angkatan Udara (MBAU) pekan lalu telah mengirim radiogram ke segenp eselon AU. Isinya: larangan bagi semua pejabat dan anggota TNI-AU untuk mengadakan pesta, perayaan perkawinan, khitanan dan sebagainya di hotel-hotel. Perayaan-perayaan itu harus dilaksanakan secara sederhana di balaibalai pertemuan milik Angkatan/Polri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus