Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Indonesia (UI) membuat klarifikasi mengenai keputusan atas rekomendasi pembatalan disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah, menuturkan keputusan yang diambil bukan hanya keputusan rektor, melainkan keputusan bersama dari Empat Organ utama UI, yaitu Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: Gubernur Jakarta Pramono Anung Ingin Bangun Pulau Kucing
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Empat Organ UI (termasuk DGB UI) solid dan bulat satu suara dengan tegas menyepakati keputusan ini. Konferensi pers yang dilakukan juga bersama-sama antara rektor, Ketua MWA, Ketua SA, dan Ketua DGB UI," kata Arie dalam keterangan pers, Rabu, 12 Maret 2025
Dalam keputusan yang diteken pada 4 Maret 2025 lalu, UI meminta Bahlil untuk merevisi disertasinya dan meminta maaf yang ditujukan untuk civitas akademika UI, lebih ringan dari rekomendasi DGB berupa pembatalan kelulusannya.
Sementara itu, pihak internal UI yang terlibat polemik yaitu promotor, ko-promotor, Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) dan kepala program studi diberikan pembinaan. Hasil putusan tersebut membuat berang banyak pihak, sejumlah alumni UI bahkan menyinggung nama baik, marwah, dan integritas kampus yang dicederai.
Beragam tuntutan dilayangkan oleh masyarakat, di antaranya menuntut agar status kelulusan dan gelar doktor Bahlil dibatalkan serta agar Bahlil dipecat dari posisinya sebagai Menteri ESDM.
Merespons tuntutan-tuntutan tersebut, Arie menekankan beberapa poin dalam klarifikasi yang ia susun, salah satunya bahwa status kemahasiswaan Bahlil yang hingga hari ini belum dinyatakan lulus. Sehingga, menurut dia, tuntutan untuk membatalkan kelulusan seperti yang dilayangkan berbagai pihak tidak tepat.
Hal tersebut, kata Arie dikarenakan disertasi sebagai pendukung kelulusan belum diterima oleh Empat Organ UI, artinya mahasiswa BELUM dinyatakan lulus. “Empat Organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa ditunda kelulusannya dengan mekanisme menunda yudisium hingga revisi selesai,” ucapnya.
Begitu pula dengan tuntutan pembatalan gelar mahasiswa yang bersangkutan, yang menurut Arie tidak relevan. “Mahasiswa tersebut (Bahlil) justru dinyatakan oleh Empat Organ UI BELUM dapat lulus dan BELUM mendapatkan ijazahnya,” ujar Arie yang menekankan kata “belum” dengan menggunakan huruf kapital dalam keterangannya.
Di samping itu, Arie mengatakan penggunaan terminologi “pembinaan” bagi pihak internal yang terlibat dikarenakan UI merupakan lembaga pendidikan. “Bagi UI, tugas utamanya adalah mengupayakan peningkatan kualitas dan perubahan perilaku, bukan hanya menghukum perilaku yang tidak etis,” kata Arie.
Ia merinci bentuk pembinaan yang dimaksud untuk setiap pihak, sebagai berikut:
- Bagi mahasiswa, pembinaan dilakukan berupa kewajiban peningkatan kualitas disertasi dan tambahan syarat publikasi ilmiah.
- Bagi Promotor, Ko-Promotor, Direktur Sekolah, dan Kepala Prodi bentuknya adalah larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, dan bahkan larangan menjabat di posisi struktural dalam jangka waktu tertentu.
- Pembinaan bagi manajemen berpangkat tinggi di strata akademik dan struktural di UI justru menunjukkan bahwa Empat Organ UI tidak tebang pilih dalam penerapan sistem dan mekanisme etik.
Selain itu, ia menekankan bahwa rektor UI terbuka terhadap pertanyaan, masukan, dan kritik yang ingin disampaikan masyarakat luas. “Ruangan Rektor terbuka untuk siapa saja yang ingin berdiskusi,” ujarnya.
M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.