Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Padjajaran (Unpad), Zahrotur Rusyda Hinduan mengakui kampusnya tidak melakukan tes kesehatan jiwa secara berkala pada para peserta didik di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Dia mengatakan kampus hanya menggelar psikotest dan Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) pada saat perekrutan mahasiswa baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan editor: Pemerintah Abai Melindungi Pers dari Serangan Siber
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebagai institusi pendidikan, kata dia, Unpad hanya fokus memastikan fungsi kognitif peserta mampu mengikuti perkuliahan. Dia menuturkan tes kesehatan kejiwaan dan mental secara berkala itu baru ada untuk mahasiswa program sarjana satu saja. “Jadi kami minta mereka mengisi screening tools untuk mengetahui kondisi kejiwaan saat itu. Kalau untuk PPDS baru rencana,” ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Jumat, 11 April 2025.
Meski begitu, tutur Rusyda, pihak kampus telah menyediakan nomor hotline khusus untuk dokter residen yang merasa kesehatan mentalnya terganggu. Dia mengatakan peserta didik juga bisa mengadukan apa pun kendala yang dialaminya selama melaksanakan residen di rumah sakit. “Jadi sudah tersedia di FK Unpad sarana untuk seseorang melepaskan stresnya. Terbuka 24 jam,” katanya.
Ke depan, setelah adanya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama, kampus akan melakukan tes kejiwaan berkala setiap enam bulan sekali. “Rencana perbaikan itu akan terus dilakukan,” katanya.
Sebelumnya, berdasarkan hasil penyelidikan, pihak kepolisian menyatakan Priguna Anugerah Pratama memiliki kelainan seksual. “Dia motifnya mempunyai semacam kelainan fantasi seksual. Dia senang dengan orang yang pingsan, tidak berdaya,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Komisaris Besar Surawan lewat sambungan telepon pada Kamis, 10 April 2025.
Priguna yang tengah praktik di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, itu diduga memerkosa salah satu keluarga pasien pada 18 Maret lalu. Modus yang digunakan ialah dengan meminta korban melakukan transfusi darah untuk keperluan medis sang ayah. Ia kemudian menyuntikkan cairan bius melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Saat dilecehkan, korban berada dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Nabiila Azzahra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Ide Prabowo Evakuasi Warga Gaza Didukung DPR, tapi Ditentang MUI